Abak" biasa aku panggil, laki- laki berhidung mancung, berkulit sawo matang namun sedikit pendiam. Tapi ketika bermain denganku, pendiamnya langsung hilang mungkin karena si bungsu ini sangat cantik dan mengemaskan (wow....itu dulu)Beliau terlahir dari 4 bersaudara, satu perempuan yaitu si bungsu, abak telah ditinggalkan "ummi" ketika masih berumur 20 tahun. Akhirnya abak menjadi sosok yang bertanggungjawab terhadap keluarga. Menikah dengan "mak" yang masih berusia 18 tahun dan langsung diboyong ke rumah ummi. Disinilah titik awal perjuangan abak dan mak.Menanggung hidup anak dan istri àdalah kewajiban seorang suami dalam keluarga, namun tidak ini saja, kemenakan bagi beliau tetap jadi prioritas. Abak yang memiliki berbagai kepandaian mulai dari bertani, tukang rumah, dan berjualan setiap pekan membuat kebutuhan dua keluarga sanggup terpenuhi.Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang, ketika berusia 35 tahun, abak diangkat menjadi pegawai penyuluh pertanian. Bagi beliau walaupun tamatan sd namun pendidikan nomor satu. Berbekal ijazah paket C beliau mencari kehidupan baru, akhirnya ditempatkan di perbatasan propinsi. Di tempatkan dengan fasilitas sawah dan kebun yang luas dengan kerja keras dan pengalaman membuat beliau sangat dipercaya sebagai penyuluh pertanian. Kehidupan kamipun mulai mengalami perubahan. Setiap bulannya beras dan segala kebutuhan dikirim ke kampung. Bagi beliau kehidupan kami yang mulai layak dan fasilitas yang lengkap, juga harus nikmati kemenakan di kampung. Abak tidak pernah mempermasalahkan warisan yang ditinggalkan orangtua, malahan sebagai ayah dan mamak, kerja kerasnya diutamakan untuk pendidikan anak dan kemenakan. Beliau sangat percaya pendidikanlah yang akan merubah nasib anak dan kemenakannya. Falsafah Minang "anak dipangku kamanakan dibimbiang" (anak dipangku, kemenakan dibimbing).Tanjung Pati, 22 Maret 2022