nety puspitasari

Hi, Saya Nety Puspitasari . Saya mengajar Bahasa Inggris di SMP Negeri Model Terpadu Bojonegoro. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
JAKA LELARA

JAKA LELARA

Aku adalah seorang guru biasa saja. Sehari-hari aku mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris. Aku telah mengabdikan diri sebagai guru selama hampir duapuluh tahun lamanya. Tepatnya aku telah menjalani profesi sebagai guru sejak tahun 1998.

Aku mengajar disebuah SMP negeri yang terletak di pinggiran dalam kota dan itu adalah sekolah yang menjadi tempat tugasku mengajar untuk pertama kalinya. Jarak rumah dengan tempatku mengajar tidak terlalu jauh. Dengan naik sepeda motor, aku hanya menempuh perjalanan menuju sekolah kira-kira kurang lebih dua kilometer dan hanya memakan waktu kurang lebih limabelas menit.

Aku sangat beruntung ditempatkan dan menjalankan tugas di sekolah itu. Secara fisik sekolah tersebut sangat bagus, gedungnya kokoh, lingkungannya bersih, jauh dari keramaian jalan , dan suasananya sangat kondusif. Dengann letak yang sangat strategis, tata kelola sekolah yang terlaksana dengan baik dan sistematis serta banyak guru senior yang hebat,maka sekolah itu sangat berpotensi untuk menjadi sekolah unggul yang tak kalah mutunya dengan sekolah yang ada di dalam kota. Karena letaknya yang berada di pinggiran dalam kota, maka pada saat penerimaan siswa baru, sekolah itu lebih banyak diminati oleh anak-anak yang bertempat tinggal tidak jauh dari sekolah dan anak-anak yang berada di daerah sekitar sekolah . Anak-anak yang tinggal didalam kota lebih banyak memilih sekolah yang berada di dalam kota. Namun demikian anak-anak yang menjadi siswa di sekolah tersebut adalah anak-anak harapan yang juga memiliki potensi dan mimpi besar untuk menjadi siswa- siswa berprestasi seperti siswa-siswa yang bersekolah di sekolah unggulan dan favorit dalam kota.

Aku tak perlu menunggu waktu yang lama untuk belajar beradaptasi di lingkungan baruku disekolah tersebut, Dalam waktu cepat aku telah mampu meleburkan diri dalam keakraban bersama guru-guru dan siswa.

Aku masih ingat saat pertama kalinya aku bersiap untuk berangkat mengajar ke sekolah. Sebelum berangkat aku berkaca pada sebuah cermin. Pada waktu itu ayah melihatku saat aku bercermain. Beliau tersenyum padaku, Kemudian beliau berjalan masuk ke kamarnya. Tak lama kemudian beliau kembali masuk ke kamarku dan memberikan dua buah lencana yang terbuat dari emas berbentuk lambang ‘Korpri’ dan ‘ Tut wuri handayani’.

“ Pakaialah lencana-lencana ini. Kedua lencana ini akan membuat penampilanmu semakin sempurna sebagai guru,” kata ayahku.

“ Terimakasih, Ayah,” jawabku.

Aku menerima kedua lencana emas yang indah itu. Dulu lencana-lencana itu dipakai oleh ayahku saat beliau mengabdi sebagai guru hingga memasukki masa pensiun. Aku sematkann kedua lencana itu pada pakaian seragam abu-abuku. Setelah itu aku pamit pada ayahku dan berangkat ke sekolah.

Sebagai mantan guru yang telah mengabdikan diri selama puluhan tahun, ayahku sering menuturkan pesan-pesan untukku.

“ Saat kamu memakai seragam gurumu dan hendak memasukkan kancing bajumu, usahakan memulai dari bawah ke atas. Begitu pula saat kamu hendak melepas baju seragamu, usahan melepas kancingmu mulai dari atas ke bawah,” tutur ayahku.

Aku tertawa mendengar nasehatnya dan kemudian bertanya padanya.

“ Apa maksudnya, Ayah ?’ tanyaku.

“ Maksudnya supaya selama kamu mengabdikan diri dan menjalankan tugas sebagai guru, kariermu akan berjalan naik dengan baik hingga mencapai puncak atas dan kelak ketika kamu telah memasuki masa pensiun, kmu akan mengakhiri tugas dan pengabdianmu serta meletakkan jabatan gurumu dengan cara yang baik,” jawab ayahku .

Kata-katanya penuh makna dan entah kenapa nyatanya aku melakukan hal itu hingga saat ini.

Tak terasa sudah duabelas tahun aku mengajar dan menjalani tugasku sebagai seorang guru di sekolah itu. Banyak ilmu, banyak pengalaman, dan banyak cerita dan kisah yang menarik, unik, berkesan, gembira, dan bahkan menyedihkan kudapatkan dan kurasakan. Semuanya menjadi bekalku dan kekuatan fisik dan mentalku untuk memantapkan diriku dengan penuh semangat memberikan dedikasi terbaikku bagi anak-anak harapan bangsa yang ada disekolah itu. Apapun yang menjadi tugasku disekolah,aku laksanakan dengan sebaik-baiknya dan dengan mengerahkan segenap kemampuanku yang kupunya.

Hingga suatu hari disekolah, kepala sekolahku memanggilku. Aku masuk kedalam ruangan dan bertemu kepala sekolah. Beliau memberitahukan kepadaku bahwa beliau baru saja dipanggil ke diknas dan ingin menyampaikan sebuah berita untukku. Aku mendapatkan surat berpindah tugas ke sekolah lain yang keadaanya jauh berbeda dengan sekolah tempat tugasku yang pertama. Sesungguhya beliau berat untuk melepaskanku tapi beliau sangat mengetahui potensiku dan harus dikembangkan. Beliau mengatakan di sekolah yang baru itu aku akan dapat berkembang dengan potensiku yang luar biasa dan sekolah itu adalah tempat yang tepat untuk seorang guru sepertiku. Kemudian setelah berbincang cukup lama, dia menyerahkan SK pindah tugas itu kepadaku.

Aku tidak tahu bagaimana menguraikan perasaanku yang sesungguhnya saat menerimak SK pindah tugas itu. Pada tahun-tahun terakhir aku mengajar di sekolah , ada rinduku yang tak bisa lagi kutahan ingin segera pergi dan tinggalkan sekolahku . Aku ingin melupakan semua kenangan kepedihan yang kurasakan menderaku tiada henti . Di satu sisi aku malas untuk memulai belajar beradaptasi kembali di lingkungan yang baru.

Saat perpisahan dengan para siswa di lapangan sekolah,kala itu air mataku tak lagi bisa kubendung. Tak banyak kata dan kalimat yang kuungkapkan pada semua siswaku karena isak tangisku menyekat hatiku.

“ Terimakasih, anak-anak hebatku. Inspirasiku…,” kataku mengkhiri ucapan perpisahanku.

Aku harus tinggalkan sekolah yang menjadi jaka lelaraku sekian lama waktu sebagai seorang guru. Ada sedih dan pedihku yang teramat sangat dalam diam. Bukan karena menangisi kedhaliman yang kurasakan. Bukan karena memendam amarah dan bara yang tak mudah termaafkan. Bukan karena rasa sakit yang menggores hati yang kurasakan selama aku menjalankan tugasku sebagai guru di sekolah itu. Akan tetapi karena anak-anak bangsa itu, yaitu siswa-siswa hebatku yang telah menjadi inspirasiku, semangatku, dan buku pintarku serta sumber energiku yang membuatku bersemangat untuk terus berusaha memberikan dedikasi terbaikku pada sekolah itu.

Untuk terkahir kalinya, aku melihat piala-piala yang tertata rapi di sekolah itu. Ada rasa banggaku menyelinap diantra piala-piala itu. Ada rasa haruku mengenang saat saat mengantarkan anak-anak hebatku meraih mimpi kemenanganannya sebagai sang juara untuk dipersembahkan pada sekolahnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bu Eny...guru hebat lahir dari situasi sulit, ketika banyak menghadai tantangan untuk mengantar anak didiknya menuju kesuksesan...semangat selalu Bu, salam kenal.

16 Apr
Balas

saya nety,bu.. hehe... salam kenal. Terimakasih untuk support semangatnya buat saya. Semangat selalu juga untuk njenengan.

16 Apr



search

New Post