MAHNIAR SINAGA,M.Pd.

Guru SDN 068008 Medan ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mengikuti Uji Kompetensi Sertifikasi Penulis Serasa Menikmati Black Forest

Mengikuti Uji Kompetensi Sertifikasi Penulis Serasa Menikmati Black Forest

Aku mulai menyukai aktivitas menulis, beberapa tahun lalu di bangku SMA. Tepatnya semenjak aku merasakan jatuh cinta. Pada aktu itu, menuliskan kisah-kisah hidupku pada buku harian. Meski ceritanya tak panjang, namun aku menyukai aktivitas ini. Kata demi kata ku goreskan pada lembar-lembar yang tersusun rapi di buku harianku. Ya, perasaan hatiku yang mendominasi munculnya cerita harianku. Apakah aku lebay? Mungkin sebagian orang berpendapat demikian, namun sudahlah, mereka tidak mengerti apa yang saat itu aku rasakan. Biarkan gejolak rasa ini menghiasi halaman kertas putih bergaris yang disusun menjadi sebuah buku, yang kelak akan menjadi kenangan indah bila aku telah menemukan cinta sejatiku.

Hari demi hari, hingga tahun demi tahun berlalu, kegemaranku untuk menulis semakin kuat. Aku memberanikan diri untuk membuat karya berupa buku fiksi yang berisi tentang cerita anak. Pada suatu hari, aku dipertemukan dengan rekan-rekan pemilik kegemaran yang sama. Perjumpaanku dengan sahabat-sahabat di Perkumpulan Pendidik Penulis Sumatera Utara (PPPSU) membawa dampak yang besar untuk kematangan menulisku. Selama ini, aku hanya bertindak sebagai pengarang, bukan penulis. Di PPPSU, aku belajar banyak seputar kepenulisan. Dari pengarang menjadi penulis bukanlah hal mudah, meski sama-sama menghasilkan karya berupa tulisan. Menjadi penulis memerlukan proses yang panjang agar dapat menyajikan karya yang indah, sehingga diterima oleh pembaca.

Menulis fiksi atau non fiksi, memiliki tantangan tersendiri. Menulis fiksi juga memerlukan keterampilan mengasah imajinasi yang dalam agar pembaca terhibur dan emosinya bangkit. Sedangkan menulis nonfiksi membutuhkan data yang dapat dipertanggungjawabkan, karena tulisan non fiksi akan menceritakan sesuatu yang bersifat nyata. Untuk menulis tulisan fiksi, sedikit banyak aku sudah mengalami dan merasakan dinamika kepenulisan ini. Namun, menulis nonfiksi, menjadi tantangan tersendiri bagiku. Aku putuskan untuk mengikuti pendampingan pra uji kompetensi sertifikasi yang di-coaching oleh Filiadina Angraini, Wiwik Puspitasari, dan Sri Rayahu. Mereka bertiga selain dinyatakan kompeten dalam dunia kepenulisan, juga seorang editor yang mumpuni pula. Tekadku semakin kuat mengambil sertifikasi kepenulisan yang diadakan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sebab, sedikit banyaknya ilmu tentang kepenulisan buku nonfiksi, sudah diserap oleh kaca mata otakku.

Bersama rekan-rekan penulis yang lain, kami mengikuti kelas sertifikasi penulis buku non fiksi bersama BNSP yang dibimbing oleh Bambang Trim secara online. Lagi-lagi keinginan menggenggam sertifikat “Kompeten” penulis buku nonfiksi menghantui perasaanku untuk terus maju dan semangat belajar. Apa sih yang membuat perasaanmu dirasuki semangat tinggi ingin kompeten, Niar? Ya, selain aku ingin mengembangkan kemampuan menulis, aku juga ingin memiliki jaminan mutu sebagai penulis yang dijamin oleh Lembaga Sertifikasi Profesi. Itu saja.

Aku menjalani serangkaian asesmen awal sebelum menghadap ke salah satu asesor dalam menjalani uji kompetensi ini. Perasaan penasaran terhadap materi yang telah dipelajari sebagai senjataku menatap wajah asesor . Perasaan takut juga turut ambil bagian menyelimuti hati dan pikiran ketika berproses. Aku mengumpulkan energi yang cukup dengan menginap di sebuah hotel tempat uji kompetensi itu dihelat. Demi apa? “aku harus berhasil melalui ujian ini’. Oh, seribet itukah, Niar? Tidak, aku hanya ingin bebas beruforia bersama teman-teman panitia Uji Sertifikasi dari PPPSU agar pikiran dan perasaan takutku tidak begitu kelihatan atau terbawa ketika proses uji berlangsung. Hihihi.

Belajar dari pendahulu yang telah mengikuti uji kompetensi dan kompeten, menjadi suatu dinamika yang mengesankan tersendiri bagiku. Betapa tidak, kompetensi ini bukan hal yang main-main, berarti memerlukan kemampuan yang tinggi untuk dinyakatan “Kompeten”. Ya, kata “Kompeten” menjadi trending word bagi peserta uji kompetensi saat itu. Lucu, ya. Ketakutan itu seolah sirna, tatkala aku menjalani serangkaian tahapan pendampingan pra uji oleh tim panitia kece, pembimbingan hingga tahap uji. Ternyata tahapan yang aku lalui bagai menikmati sepotong kue Black Forest dengan hiasan buah Cherry di atasnya.

Kue berbahan dominan coklat ini, acapkali disajikan pada saat ada perayaan acara-acara khusus, seperti ulang tahun, perayaan wisuda, hari raya, dan acara-acara lainnya. Begitu juga dalam berlatih, setiap proses akan memberi dampak pada tiap peserta yang menjalani dengan sungguh-sungguh. Coklat akan memberi nuansa tersendiri terhadap rasa yang muncul ketika potongan kue ini masuk ke dalam mulut, lidah akan mendeteksi munculnya macam-macam rasa baik itu manis, gurih, legit, dengan rasa coklat yang dominan. Demikian juga pelatihan ini, akan memberi pengaruh terhadap gaya tulisan, kaidah bahasa, pengetahuan seputar perbukuan, dan lain sebagainya.

Layaknya Black Forest, yang memiliki perpaduan cooking chocolate yang disiram di atas kue yang legit dan lembut ketika digigit, demikian juga dalam hal uji kompetensi sertifikasi penulis buku nonfiksi ini. Uji Kompetensi ini diracik, diproses dan dibentuk, hingga menghasilkan rasa yang pas dan proporsional, tidak terlalu manis dan tidak keras. Perpaduan komponen pendampingan dan bimbingan yang telah mengalami proses saat menjadi adonan, dapat dirasakan oleh peserta sebagai tekstur yang lembut dan manis, sehingga pengalaman inderawi dari peserta menjadi unsur penting saat mengecap rasa dari karya yang dibuat.

Menggunakan buah Cherry sebagai topping, tentu saja pelatihan ini dapat diisi dengan varian topping. Pelatihan juga diselenggarakan guna memberikan sajian yang enak menurut rasa, sehingga akan membawa hasil berupa karya peserta yang sesuai dengan rasa, jiwa atau roh dalam tulisan, agar dapat dirasakan oleh sang pembaca. Black Forest dapat disajikan dalam bentuk apa saja, bundar, kotak, atau dalam potongan-potongan. Peserta pelatihan dapat menyajikan tulisannya sesuai dengan gaya, serta isi yang dikehendaki, meski demikian, tidak ada karya manusia yang sempurna. Namun begitu, sangatlah penting bagi kita yang telah belajar, untuk tetap mengasah kemampuan menulis kita dan memahami dari banyak segi sesuai dengan segala kekurangan dalam mengolah dan menyajikan. Namun pilihan tetap ada pada kita sebagai peserta pelatihan, tetap konsisten memilih Black Forest, Brownies, Nastar, Burger, atau Pisang Goreng. Yang penting hasil akhir “Kompeten”.

2
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post