Nike Ringgawany

Penyuka rindu, alat musik, especially piano, biola, gitar akustik dan saxophone. Nggak pernah kenyang untuk soal nulis dan baca. Hobi nonton film horor dan dram...

Selengkapnya
Navigasi Web
Katakan, Jika Kau Memang Rindu
Cerpenku dalam buku Antologi

Katakan, Jika Kau Memang Rindu

Entah malam yang ke berapa kata-kata rindu ini kutuliskan. Baik dalam larik-larik sajak yang indah atau dalam cerita yang tengah kau baca. Aku, wanita yang kelihatannya selalu dianggap kuat oleh mereka, selalu dianggap tegar dan di beri tepuk tangan soal kesabaran. Namun, tak seperti yang terlihat.

Adalah aku, wanita yang tak pernah jauh dari kata keramat ini. Kata-kata yang selalu membuat orang bahagia bila dikatakan atau selalu membuat merana bila dirasakan.

Rindu.

Ialah rindu. Dalam setiap episode kehidupanku, tak pernah jauh dari kata menyedihkan ini. Sejak kecil, aku telah terbiasa merasakannya. Saat ayah tiada, harus pergi dinas keluar kota, maka tak ada tempat untuk bercanda, berbagi suka dan duka. Lalu, saat aku di kelas lima, aku juga harus kehilangan seseorang yang sangat berarti, sahabatku. Pun aku juga harus merasakan rindu sebab orang yang kusayangi jauh di mata, namun dekat di hati. Seperti merindukan cinta pertamaku, ibu guruku, Bu Ani, hingga merindukan kedua orang tuaku yang kala itu berlainan tempat tinggal denganku saat aku mulai beranjak dewasa. Ibu, harus mengikuti ayah yang waktu itu memang bertugas di luar kota. Lalu, rindu yang ke sekian, tiada habisnya, selalu merinaikan hujan dalam tiap-tiap beningnya mata. Tak luput dalam tiap detiknya. Rindu padanya. Sosok yang berhasil menjatuhkan air mataku untuk ke sekian kalinya. Sosok serupa bayang yang selalu hadir dalam benakku. Sang pengganggu saat aku hendak memejamkan mata. Sang peredam lara juga penghapus air mata. Dialah sosok yang kujadikan tokoh dalam cerita pendek perdana yang telah di bukukan dalam buku Lubang Klandestin. Padanya yang kusebut Rindu adalah judul yang terpilih dalam ratusan judul yang ada dalam benakku waktu itu. Sesuai dengan judulnya, cerita itu memang berkisah tentang kerinduan. Kerinduan terhadap orang terkasih.

Ada maksud mengapa aku menuliskannya. Ya, untuk keabadian dan agar tak dilupakan. Jika suatu saat nanti, otakku berhenti berpikir dan lidahku menjadi kelu, aku masih bisa mengatakan rindu. Meski lewat untaian aksara di dalam buku. Rinduku telah abadi. Jika umurku telah sampai, setidaknya aku telah mengatakannya dalam tulisanku bahwa aku selalu rindu. Rindu, serindu- rindunya.

Untukmu, katakan saja bila kau memang rindu padanya. Jika berniat tapi tak terkatakan sebab sesuatu hal, tuliskan. Maka rindumu telah tercatat dalam keabadian. Maka, mulailah dari sekarang. Jika rindumu tak berkesudahan dan kau masih enggan mengatakannya, mulailah seperti aku yang tak pernah jenuh menuliskan kata rindu.

Aku tak peduli dengan kata-kata yang demikian dari siapapun, sebab yang terpenting bagiku adalah aku bahagia karena telah menorehkan sejarah dalam hidupku. Kelak, anak-anak dan cucuku yang entah aku dapat bersama dengan mereka atau tidak nantinya tahu, bahwa pernah ada seseorang yang begitu menggilai kata-kata 'Rindu'.

*Sebab Rindu

Di Peraduan Kami. 26 Agustus 2018

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post