nikmatul khoiroh

Guru TIK yang diberi amanah tugas tambahan Kepala Sekolah di SMPN 3 Puger, Kab. Jember. Bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Guru biasa yang masih dan akan teru...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sekolah Lima Hari, TPQ dan Madin Mati?
Gambar hanya pemanis

Sekolah Lima Hari, TPQ dan Madin Mati?

Sekolah Lima Hari, TPQ dan Madin Mati?

Oleh: Ni’matul Khoiroh

Beberapa waktu lalu, saya bertemu wali santri TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an). Dia menceritakan akan memindahkan anaknya dari sekolah negeri ke sekolah swasta. Alasannya jika sekolah lima hari, atau full day school maka pulangnya sore dan tidak bisa pergi mengaji ke TPQ.

Uji coba sekolah lima hari ini menuai pro dan kontra. Banyak wali murid yang menolak sekolah lima hari, dengan alasan tidak bisa pergi ngaji ke TPQ atau MADIN (Madrasah Diniyah), tetapi juga tidak sedikit yang menyambut gembira. Untuk anak SD, masuk sekolah pukul 07.00 dan rata-rata pulang sekolah pukul 12.15. Sedangkan, setingkat SMP/MTs, masuk sekolah pukul 07.00 dan pulang sekolah pukul 13.30 WIB. Nah, jika sekolah full day school sudah diterapkan, maka pulang sekolah lebih sore. Jadwal pelajaran di hari Sabtu, akan dibagi di hari Senin sampai Jumat.

Perhitungan kasarnya, SD yang semula pulang pukul 12.15 bisa pulang pukul 14.30 dengan asumsi dua kali istirahat. Istirahat kedua lebih lama karena untuk Ishoma (Istirahat, salat dan makan). Sedangkan untuk SMP yang semula pulang pukul 13.30 menjadi pukul 15.30.

Banyak wali murid mengeluhkan harus memberi uang saku lebih untuk makan siang di kantin. Jika tidak, maka orang tua harus bangun lebih pagi sebelum subuh, menyiapkan bontotan dari rumah. Bagi anak setingkat SMP, mereka tidak bisa membantu orang tua ke sawah mencari rumput, atau pergi ke laut mencari ikan.

Selain itu, ada juga masyarakat yang menolak dengan alasan, lembaga TPQ dan MADIN lambat laun akan mati. Bukan tanpa alasan, karena anak sekolah pulangnya lebih sore. Mereka sudah capek sesampai di rumah. Kecil kemungkinan kondisi demikian mereka tetap berangkat ke TPQ atau MADIN. Selanjutnya anak-anak yang biasanya setelah lulus SD, SMP ke Pondok Pesantren kurang tertarik lagi.

Rencana uji coba sekolah lima hari ini sudah diterapkan di Kabupaten Jember. Khusunya sekolah negeri yang berada di bawah naungan Kementrian Agama seperti Madrasah Aliyah Negeri (MAN), Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN), Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN). Sementara Sekolah Negeri di bawah Departemen Pendidikan Nasional seperti SD, SMP belum diterapkan, menunggu Peraturan Bupati di sahkan.

Full day school ini mengacu pada PERPRES No 21 Tahun 2023, bahwa hari kerja Pegawai ASN adalah lima hari dimulai hari Senin sampai Jumat. Sedangkan jam kerja pegawai ASN adalah 37 jam, 30 menit selama satu minggu. PERPRES ini tidak berlaku untuk ASN yang bekerja di lingkungan TNI, POLRI, perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, dan pegawai ASN di lingkungan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Tujuan PERPRES ini untuk meningkatkan kinerja pegawai ASN.

Bagi beberapa orang tua, mereka menyambut antusias uji coba sekolah lima hari, dengan alasan hemat biaya transportasi. Begitu juga dengan bapak ibu guru yang rumahnya jauh dari tempat kerja, menyambut gembira lima hari kerja ini karena ada waktu dua hari untuk quality time bersama keluarga. Tetapi juga ada bapak ibu guru mengeluhkan, karena sampai rumah sudah sangat sore dan pastinya nyampai rumah sudah capek luar biasa karena masuk kerja pukul 07.30 pulang pukul 16.00 WIB untuk hari Senin sampai Kamis dan 16.30 untuk hari Jumat. Ya, namanya bekerja itu mesti capek, salahnya sendiri dulu membuat lamaran kerja, bukan lamaran untuk anak orang, hehee. Tetapi bekerja walau capek berat, jika diniati ibadah terasa ringan dan mudah.

Ada wacana untuk full day school ini, lembaga sekolah bekerja sama, menggandeng lembaga TPQ atau Madin dengan meleburkan dua lembaga tersebut. Atau para asatidz di undang ke sekolah untuk mengisi TPQ dan Madin. Tetapi apakah semudah itu Ferguso? Jelas tidak. Jumlah ustaz dan ustazah yang memiliki kualifikasi ahli di bidangnya tidak sebanding dengan jumlah lembaga pendidikan dasar SD, SMP. Ditambah lagi sekolah harus menyiapkan anggaran yang cukup untuk transport ustaz-ustazahnya setiap bulannya.

Ada win-win solution yang saya tawarkan agar PERPRES 21 Tahun 2023 tetap jalan, yaitu lembaga pendidikan SDN, SMPN berkolaborasi dengan lembaga TPQ dan Madin. Sekolah mendata berapa siswanya yang mengaji di TPQ dan Madin. Bagi mereka yang sudah mengaji di luar, pihak sekolah meminta data nilai, prestasi untuk rapor. Sementara bagi siswa yang belum ikut TPQ dan Madin wajib mengikuti di dalam sekolah. Nah, solusi ini akan membuat TPQ dan Madin tetap eksis, hidup seperti biasa. Lembaga sekolah negeri juga hanya membutuhkan sedikit jumlah pengajar TPQ dan Madin yang diundang ke sekolah, karena sebagian siswa sudah mengaji di luar sekolah. Asumsi saya, dengan jalan tengah ini pro kontra di masyarakat bisa disatukan. Semua bertujuan baik untuk pendidikan generasi emas masa depan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Bun! Semangat selalu!

26 Jun
Balas



search

New Post