Buku Pertamaku
Hari masih pagi. Suara aktivitas shalat subuh di masjid sudah tidak terdengar. Seperti biasa aku berjalan perlahan dengan mobil putihku. Mobil tua kesayanganku. Kendaraan yang setia menemaniku disetiap perjalananku.
Aku menyusuri jalan perlahan sambil mendengarkan lagu kesayanganku. Ya, perjalanan yang cukup panjang untuk sampai ke tujuan. Sekolahku. Cukup panjang hingga satu album lagu selesai diputar.
Aku terbiasa datang pagi untuk menjalankan aktivitas rutinku setiap hari. Aku terbiasa menyiapkan segala sesuatunya sebelum mulai mengajar. Ibarat pahlawan perang, aku harus mengasah senjataku dulu sebelum mulai berperang. He….he….he….lebaaayyy…
Aku adalah seorang guru dari sekian banyak guru di Balikpapan yang mengajar di sekolah dasar negeri. Sekolah Dasar Negeri 001. Sekolah dasar yang terletak di tengah kota. Tepatnya di kecamatan Balikpapan Kota. Alamat lengkapnya di Jalan Kapten P Tendean Nomor 48 kelurahan Telaga Sari. Kecamatan Balikpapan Kota.
Aku dilahirkan di Balikpapan, kurang lebih empat puluh enam tahun yang lalu. Tepatnya tanggal 1 Februari 1971. Nama lemgkapku Nila Karmina. Nama pemberian orang tuaku. Nama yang terinspirasi ketika Abah (panggilan untuk ayah) ku mengikuti pelatihan mata pelajaran Bahasa Indonesia di Jakarta di tahun kelahiranku. Jadi kelahiranku tidak didampingi oleh Abah ku. Ya, Abah ku juga seorang guru. Tetapi diakhir tugasnya beliau menjabat sebagai pengawas TK/SD pada masa itu.
Dikeseharianku, aku biasa dipanggil Ibu Nila. Aku adalah alumni Universitas Mulawarman program Pasca Sarjana jurusan Manajemen Pendidikan angkatan 2011 di Samarinda Kalimantan Timur.
Aku mulai mengajar sejak tahun 1990. Saat itu aku masih tercatat sebagai tenaga honorer. Tahun 2000, belum lama aku menjabat sebagai kepala TK (Taman Kanak-Kanak) pada sebuah yayasan Cahaya Andhika, aku juga diterima sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan ditempatkan di Tanah Grogot. Sebuah kabupaten yang terletak paling ujung di Selatan pada peta Kalimantan. Kurang lebih tiga belas tahun aku mengabdi di sana. Ada beberapa kali pula aku di mutasi (di pindahkan) dari sekolah yang satu ke sekolah yang lain. Pada tahun 2007, aku di pindahkan dengan tugas tambahan sebagai kepala TK Negeri di salah satu kecamatan yaitu kecamatan Pasir Belengkong. Sampai akhir masa tugasku, sekitar tahun 2013 ketika pengajuan mutasiku disetujui, aku masih tercatat sebagai Kepala TK Negeri Pasir Belengkong. Ya, aku mengajukan mutasi untuk kembali mengabdi di kota kelahiranku. Kota yang ku cintai. Balikpapan.
Kegiatan rutinku sebagai guru berjalan seperti biasa. Tahun-tahun berlalu tanpa terasa. Hingga di awal tahun 2018 aku mendapat tugas untuk mengikuti kegiatan workshop SAGUSABU (Satu Guru Satu Buku). Yang merupakan salah satu program pemerintah sebagai usaha menjadikan kota Balikpapan sebagai kota Literasi. Kota yang ingin membudayakan warganya untuk rajin membaca. Dengan menghimpun guru untuk bisa membuat buku diharapkan kegiatan literasi akan cepat ditularkan ke sekolah-sekolah dengan membudayakan warga sekolah untuk membaca dari buku-buku hasil karya gurunya.
Semua bermula ketika suatu pagi aku berpapasan di koridor dengan Bapak Kepala Sekolah.
“Ada workshop penulisan buku”, katanya.
“Ibu sebagai peserta,” lanjutnya lagi.
“Iya pak,” sahut ku pasrah tanpa tawar menawar.
Biasanya aku akan bernegosiasi terkait tugas yang diberikan. Entah kenapa pagi itu aku menurut dengan takzim.
Kepala sekolah memandangi ku dengan takjub. Mungkin dalam hatinya bertanya-tanya kesambet apa guru satu ini kok tumben ndak protes.
Aku membaca undangan yang di letakkannya di tanganku. Di situ tertera pelaksanaannya dari hari Senin-Jumat. Pukul 08.00-16.00.
“Wah, mudah-mudahan dipangkas harinya seperti pelatihan-pelatihan sebelumnya yang pernah ku ikuti,” kataku dalam hati.
Tidak seperti tugas ke luar kota. Karena pelaksanannya di Balikpapan, persiapanku juga tidak terlalu ribet seperti apabila akan berangkat ke luar kota. Persiapan surat menyurat sebagai persyaratan melaksanakan tugas hanya SK (Surat Keputusan) melaksanakan tugas dan surat kesehatan dari Puskesmas setempat. Tidak ada surat perjalanan dinas yang biasanya sebagai persyaratan kompensasi penggantian uang transport dan uang saku selama pelatihan berlangsung. Memang sih, kami mendengar desas desus bahwa pelatihan kali ini tidak akan ada penggantian uang transport maupun uang saku.
Di hari pertama workshop, seperti biasa kegiatan dibuka oleh pemrakarsa yaitu Dinas Pendidikan. Aku juga bertemu untuk kali pertama dengan tiga serangkai narasumber yang sudah melanglang buana ke beberapa kota di Indonesia. Yang dari ceritanya hobi memaksa. Memaksa guru untuk menulis.
Ku edarkan pandanganku mengitari ruangan pertemuan yang dilaksanakan disalah satu hotel yang terletak di tengah kota Balikpapan. Pesertanya ada tiga puluh orang, dari berbagai tingkatan, SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), bahkan guru Agama. Ada juga Kepala Sekolah.
Tugas pertama yang diberikan adalah membuat narasi tentang buku apa yang akan aku tulis. Alasannya mengapa aku memilih menulis buku itu. Kendala terbesar dalam menulis. Dan siapa sasaran pembaca buku itu nanti. Kerutan di dahiku sepertinya bertambah banyak dengan tugas yang harus selesai dalam waktu sepuluh menit dengan panjang tulisan minimal tiga ratus kata. Ditambah lagi aku tidak membawa laptop. Aku berusaha tenang. Walaupun beberapa narasumber mondar mandir di sekitar mejaku, membuatku tidak nyaman.
Aku mencoba mulai membuat coretan-coretan di kertas.
“Konsentrasi….konsentrasi…..,” begitu berulang-ulang ku ucapkan dalam hati. Tetapi untuk memulai memang cukup sulit bagiku. Sampai tugas ini diselesaikan di rumah pun belum membuahkan ide buku apa yang akan aku tulis. Aku menyerah untuk saat ini. Aku belum bisa menentukan buku seperti apa yang mau ku tulis.
Yaaahh… otomatis aku tidak bisa menceritakan alasannya dong. Tapi kalau kendala terbesar dalam menulis aku akan dengan mudah berkata “bagaimana memunculkan ide tulisan”. Terus sasaran siapa yang akan membaca bukuku. Tentu saja orang-orang yang terdekat denganku baik siswa, orang tua murid dan teman-teman seperguruan.
Tidak terasa ketentuan tugas pertama menulis sebanyak tiga ratus kata sudah terlewat. Alhamdulillah ngalor dan ngidul ku selesai. Mudah-mudahan tulisan ini tidak kena penalti karena melebihi tiga ratus kata. He…he…he…
Hari kedua. Aku datang lebih pagi dari biasanya. Yang paling pertama. Aku duduk menunggu sambil ngecek tugas pertamaku yang belum selesai. Teman-teman mulai berdatangan satu persatu. Aku basa basi dengan menegur dan memberi salam.
Tak lama berselang acara dimulai. Narasumber mulai dengan serangannya. Mereka memberi tugas membaca selama lima belas menit dari buku yang kami bawa. Setelah itu kami harus meresensi buku yang barusan kami baca. Teman-teman terlihat tekun membaca buku masing-masing. Malah ada yang mulai meresensi hasil bacaannya.
Aku mulai membuka halaman word untuk mulai menulis. Belum lagi menyelesaikan dua kata laptopnya error.
“Waaahhh memang sesuatu kayaknya,” gumamku dalam hati. Aku berinisiatif untuk ngambil laptop di sekolah. Kebetulan letak sekolahku dekat dengan tempat kegiatan. Setelah mendapat izin keluar aku bergegas ke lift menuju lantai satu. Sampai di luar aku mencari ojek dengan bertanya pada penjual nasi kuning depan hotel. Karena saat ini aku fikir dari pada naik kendaraan sendiri akan lebih cepat kalau aku naik ojek. Ojek adalah kendaraan bermotor roda dua di Balikpapan yang biasanya mangkal di beberapa tempat menunggu penumpang yang terdesak seperti aku.
Sampai di sekolah, ojeknya langsung parkir di depan kelasku.
Walaupun sebelumnya ia berkata “bolehkah bu….,” katanya ragu-ragu.
“Boleh pak, saya sudah kasih kode pak satpamnya,” sahutku. Murid-murid yang melihat aku datang berteriak-teriak menyerukan namaku.
“He….he….he….serasa selebritis,” gumamku. Maklum kelas satu. Mereka berebutan mau bersalaman denganku.
“Tenang-tenang,” kataku sambil bergurau.
“Ibu sebentar aja kok cuma mau ambil laptop,” lanjutku sambil terus berjalan menuju lemari kelas. “Yak, selesai”.
“Ayo pak kita kembali ke tempat tadi,” kata ku.
Dengan diiringi teriakan murid yang berseru “hati-hati yak bu nilaaaa”. “Dadaaaahhh bu….”. “Wah ternyata ibu terkenal juga yaaa…,” kata Pak Ojek.
Aku tersenyum dalam hati. “Ya iyalah……,” sahut ku sombong.
Sekembalinya ke tempat pelatihan aku bergegas membuka laptop dan mulai menulis resensi dari buku yang aku baca tadi. Sepertinya aku sudah ketinggalan jauh dari teman-teman yang sudah menulis berkata-kata.
Tapi aku berusaha tenang. “SEMANGAT ! kata ku dalam hati. Aku harus memenuhi target yang diminta oleh narasumber untuk menulis maksimal tujuh ratus kata dan minimal tujuh ratus kata. Kelihatan kan maksanya.
Buku yang ku baca judulnya “Saya guru saya bisa menulis”. Seperti arahan dari narasumber bahwa aku harus melihat daftar isi dan memilih sub-sub judul mana yang kira-kira menarik minatku untuk membacanya.
Aku memilih membuka pada BAB II halaman dua puluh tujuh dengan sub judul “Menulis itu sulit ?” Menurutku, menulis itu memang sulit. Apalagi pada saat baru mau mulai menulis. Tetapi dari buku yang ku baca menulis itu perlu kebiasaan agar selalu terlatih dan akhirnya menjadi biasa. Aku butuh latihan yang terus menerus, konsisten dan kontinyu agar aku bisa terbiasa dan akhirnya aku bisa.
Dari sub judul selanjutnya yaitu di halaman dua puluh delapan “Modal Seorang Penulis”. Modal menulisnya mudah hanya butuh kemauan, meluangkan waktu, banyak membaca, dan mau berlatih. Yang paling penting menurutku tidak mudah putus asa dan pantang menyerah. Maju terus. Walaupun tulisannya akan berakibat penyiksaan bagi pembaca.
He….he….he…itu kata narasumber lho yaaa…. Yang penting sekarang aku mengejar target tujuh ratus kata.
“Tapi kok terasa lambat ya… angka-angka itu bertambah,” gumamku sambil mataku sesekali tertuju ke layar laptop di sudut kiri bawah di mana angka pertambahan kata tertera. Tetapi menurutku modal seorang penulis yang sebenarnya itu bukan pada saat menulis tetapi pada saat tulisan itu selesai yaitu pada saat akan mempublikasikan buku. Perlu dana tentunya.
Sub judul selanjutnya adalah “apakah menulis hanya jadi pekerjaan akademisi atau peneliti?” halaman tiga puluh satu. Dari workshop yang aku terima baru dua hari. Ternyata aku tahu bahwa siapa saja bisa menulis tidak terkecuali. Asal ada kemauan dan pantang menyerah. Tentu saja yang relevan dengan pekerjaan, minat dan pengalaman masing-masing. Karena akan lebih mudah menulis apa yang kita tahu dari pada kita harus mencari tahu.
Selanjutnya aku membaca di halaman tiga puluh dua dengan sub judul “Menulis disertai “emosi” dan “rasa” bahasa”. Jadi buku itu mengatakan bahwa menulis itu ibarat sebuah irama lagu kadang naik, kadang turun dan kadang datar. Penulis harus melibatkan emosinya. Sehingga rasa dalam berbahasa dapat tertuang dalam tulisan dan aspek obyektivitas, proporsionalitas, dan independensi terpenuhi yang merupakan hal-hal yang harus dijunjung tinggi oleh seorang penulis.
Tak terasa resensiku sudah selesai. Membacaku yang lima belas menit tadi hanya sempat tiga halaman yang terbaca. Tugas resensiku dibatasi hingga tujuh ratus kata. Sudah terpenuhi. Aku akan mulai menguploadnya ke media gurusiana seperti saran dari narasumber. Mudah-mudahan tulisanku hasil workshop dua hari mendapat komentar dari teman-teman. Walaupun komentar itu menyakitkan. Karena kata narasumber berarti tulisanku ada yang baca.
Wah leganyaaa….
Hari-hari berjalan tanpa terasa. Karena kesibukan kami dalam kegiatan, peserta tidak sempat lagi menghitung hari sembari mengharap waktu berjalan cepat. Seperti pelatihan-pelatihan yang sering ku ikuti. Banyak tugas-tugas yang terkait pembuatan buku. Seperti, bagaimana membuat prakata, membuat sinopsis, membuat kolom (istilah dalam pembuatan cerita pada buku), membuat outline (kerangka buku). Dan banyak lagi tugas yang datang silih berganti.
Ini adalah pengalaman workshop pertamaku yang sebenar-benarnya workshop. Mulai hari pertama peserta sudah di cecar dengan begitu banyak tugas. Tiada henti. Yang satu belum usai. Satu lagi melambai.
Alhasil. Dari workshop lima hari kerja. Sebuah cover buku terbit. Memang baru covernya. Tetapi menanggung beban moral yang begitu besar. Beban agar buku yang sebenarnya diterbitkan sesuai tenggat waktu. Satu bulan. Tepatnya 9 Maret 2018. Yang katanya akan launching saat memperingati Hari Pendidikan Nasional.
Bukuku ini. Ceileehhh… aku nyombong dikit. Bukuku ini bercerita tentang bagaimana seorang guru memperjuangkan pembudayaan karakter di sekolahnya. Bagaimana seorang guru dari bejibun pengalamannya, menangani murid yang beragam tingkah polahnya. Bagaimana seorang guru terinspirasi dari sebuah lagu ciptaan Sarjaka. “Mars SDN 001” milik sekolahnya.
Banyak muatan pesan edukasi dalam buku ini. Di antaranya. Bagaimana seorang guru kelas satu berusaha menumbuhkan karakter pada muridnya. Bagaimana seorang guru kelas satu menyelesaikan masalah-masalah yang kerap terjadi di sekitarnya. Bagaimana seorang guru kelas satu memaknai arti dari syair lagu “Mars SDN 001”.
Buku ini memuat pesan yang begitu mendalam. Memuat pesan yang dapat memberi inspirasi bagi semua guru. Harapanku buku ini dapat ku cetak sebanyak-banyaknya. Sehingga semua guru Balikpapan khususnya dan guru se Indonesia umumnya memiliki. Sehingga semua guru dapat mempraktekkan pengalamanku di tempat tugasnya masing-masing. Sehingga semua guru dapat menjadikan buku ini sebagai referensi utama dalam berkegiatan di sekolah masing-masing.
Pelatihan usai. Tugasnya belum selesai. Banyak pesan-pesan yang disampaikan di hari terakhir workshop, seperti buku harus selesai sesuai deadline. Kalau buku tidak selesai harus dikonfirmasikan ke Dinas Pendidikan. Kenapa tidak selesai, apa alasannya, harus membuat surat pernyataan diketahui Kepala Sekolah dan bla….bla….bla….
Yang hasilnya, kami serasa di intimidasi. Yang hasilnya pula, kami keluar dari ruang pertemuan dengan wajah serius dan penuh pikiran. Pikiran untuk mensiasati waktu agar ada kesempatan menulis demi mengejar deadline, di sela-sela kesibukan rumah dan sekolah.
Dalam hari-hariku menyelesaikan buku, kenangan perasaan yang ku alami saat membuat tugas akhir kuliah kembali menghinggapi. Rasa malas yang tak terhingga ketika akan mulai menulis dan keasyikan hingga lupa waktu saat menulis.
Aku agak terbiasa dengan kegiatan tulis menulis ini. Walaupun tidak terlalu intens. Ada beberapa artikel yang ku tulis dan pernah di muat di tabloid. Kalau buku ini jadi, berarti ini adalah karya pertamaku yang berupa buku.
Singkat cerita (walaupun dilalui dengan penuh perjuangan, perjuangan melawan “rasa”) naskah bukuku jadi. Siap dikirim via email. Serasa lega rongga dadaku. Serasa ringan tubuhku. Terselip rasa bangga menggayuti hatiku.
2 Mei 2018. Hari Peringatan Pendidikan Nasional. Hari launching buku pertamaku seperti yang dijanjikan. Dilaksanakan di Lapangan Merdeka. Lapangan yang kerap digunakan untuk memperingati hari-hari besar Nasional. Kami, peserta workshop SAGUSABU dengan jumlah tiga puluh peserta sebagai tamu undangan.
“Satu-satunya peserta dari seluruh daerah yang pernah dilaksanakan kegiatan serupa yang memenuhi target. Tiga puluh peserta, tiga puluh jenis buku. SELAMAT DAN SUKSES,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Balikpapan.
Kami berjajar rapi dibawah tenda yang disediakan. Mengenakan jas berwarna gelap dengan kombinasi kerudung kuning untuk wanitanya. Dengan wajah sumringah, bergantian kami mengambil gambar sebagai kenang-kenangan yang tak terlupakan. Perjuangan melawan “rasa” terbalaskan. Rasa bangga, senang, terharu, semua menggumpal memenuhi kalbu. Teringat, betapa berat perjuangan itu ku lalui. Teringat, betapa berat tanggung jawab yang harus ku penuhi. Tenggorokanku tercekat hingga sulit untuk berkata-kata. Dengan mata berkaca-kaca kami menyaksikan seremonial penyerahan buku kami secara simbolis. Ratusan pasang mata para guru memandang kami dengan iri. Ratusan pasang mata siswa memandang kami dengan penuh pujian. Semua “rasa” itu kami telan bulat-bulat, kami menikmatinya sepuas hati. Tanpa mempedulikan “rasa” gE Er yang juga menyelimuti.
Akhir cerita dari perjuanganku membuat buku. Pengalaman langka yang tak terlupakan. Pengalaman yang kemungkinan besar akan ku ulang dan ku ulang lagi, dalam proses pembuatan buku kedua, ketiga dan seterusnya. Aamiin. Mudah-mudahan dari ceritaku ini dapat menginspirasi semua teman-temanku untuk dapat membuat buku. Mari kita berlomba-lomba berkarya. Menulis pengalaman menjadi cerita. Guru berkarya, literasi berjaya. SALAM LITERASI.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semangat dg segala daya upayanya