Saat melewati Jalan Pasteur motor yang kami tunggangi mulai berimpitan dengan kendaraan-kendaraan roda empat bernomor Jakarta. Yang sering lewat sana pasti tahu bagaimana kondisi jalan Pasteur Minggu sore.

Saat melewati sebuah kedai bertuliskan Klappertaart tiba-tiba pikiranku ingat Aghnia, si bungsu yang agak borju.

Aku minta suamiku meminggirkan motor agar aku bisa beli sedikit oleh-oleh, mumpung lewat tempat yang dikenal banyak jajanan.

Dengan sotoy aku mendekati kedai. Kupasang muka sok kaya, lalu kukatakan, 'Beli Klappertart satu ya.'

Saat itu sang pelayan tampak sibuk meladeni pembeli lain hingga tak sadar kalo si aku yang pesen Klappertaart sebenarnya celingak celinguk mencari wujud Klappertaart. Di depanku ada counter kaca dengam berbagai aneka kue yg tak masuk perhitungan seleraku yang lebih suka cireng atau pisang goreng.

Sesaat kemudian sang pelayan bertanya, 'Klappertaartnya yg bakar?'

Tanpa pikir panjang aku iyakan, sambil mataku jelalatan, mencari kepastian di manakah gerangan sang makanan yg namanya modern itu.

Saat sang pelayan bertanya kembali rasa apa yg akan kubeli aku mulai merasa tak enak hati. Aku tak tahu hrs jawab apa. Karena tak mau terlihat tak tahu, aku balik tanya, 'Biasanya orang beli yg mana?'

Mungkin sang pelayan heran. Kulihat dari dahinya yang sedikit mengernyit. Menyadari ada sesuatu yang sedang dia selidiki segara kutimpali, 'Yang banyak dibeli yang mana, sih?'

Lalu dia menunjuk jarinya ke beberapa kue yg ada di sebelah kanan dari tempatku berdiri.

Ya Allah, ternyata Klappertaart yg sepertinya keren itu ada di sana. Toppingnya macam-macam, ada kismis, ada kacang Almond, dan lain-lain.

Akhirnya aku kembali sotoy, 'Yg campuran aja. Ada kan?'

Sang pelayan mengangguk, tanda faham permintaanku. Tak ada lagi pandangan menyelidik.

Byuh, akhirnya aku tahu mana Klappertaart itu.

Wkwkwk ....