Aku mengenalmu delapan bulan lalu. Kita dipertemukan di satuan pendidikan. Selain sebagai sebagai siswa dan guru, kita ternyata akan menjalin hubungan lebih dari itu. Kamu menjadi tanggung jawabku selama sekian bulan ke depan.

Setiap bertemu aku mencoba mencari cara agar kita dekat bukan hanya sebagai guru dan siswa. Lebih dari itu aku ingin kamu menganggapku sebagai orang tuamu. Selain pada orang tua yang kau miliki di rumah, aku berharap kamu mengandalkanku sebagai orang tua di sekolah.

Hari berganti hari dan kulihat banyak keunikan di dirimu saat bulan berganti. Segala yang kita alami ternyata mengaduk-aduk perasaan ini. Kali pertama kita berjumpa aku sangat berharap kalian dewasa. Ternyata aku lupa kalau kalian adalah siswa remaja, yang tak mau lagi disebut anak-anak, walau masih mencari jati diri tuk dimiliki seperti layaknya orang dewasa.

Saat masalah melanda di minggu awal kita bersama, aku cukup terkejut dibuatnya. Aku yang belum siap dengan keunikan perbedaanmu harus secepat kilat menanggung beban sebuah tuntutan. Namun dengan kesabaran dan sikap tegas yang sangat keras kuusahakan aku pun mulai mengambil keputusan untuk dengan tepat merespon setiap tingkah polah yang kadang tak beraturan.

Tlah kuceritakan betapa bangganya aku melihatmu saat tampil menjadi petugas upacara semester lalu. Kuingat banyak hal di luar dugaan yang tak bisa kita hindari terjadi. Namun dengan sigap kalian saling mengisi. Aku belajar menerima kekuranganmu, setiap waktu, sembari belajar mencari keistimewaan yang pasti ada di setiap diri kalian sebagai siswa.

Namun perjalanan kesabaranku menjadi wali kelasmu sepertinya tak berhenti di situ. Itulah yang membuatku semakin merindu tuk bertemu di luar jadwal dua kali seminggu. Seringnya aku mendapat laporan ini itu dari beberapa guru, dan bahkan beberapa kali pengaduan tentang kamu yang berlaku tak menentu membuatku ingin berteriak, "Segeralah kita sudahi ....!"

Lalu aku tersadar, kalian mampu menjadi inspirasi tiada henti saat kuingin ungkapkan kata hati lewat tuts key board ini.

Dan keistimewaan itu kurasakan sekarang.

Penampilanmu di pertunjukkan kesenian tak mampu kulukiskan dengan sekian kalimat pujian. Aku tahu ada banyak kesalahan, namun kelebihanmu mampu menutupnya dengan elegan. Mungkin ada yang tak suka dengan penampilanmu beberapa hari lalu, tapi aku tetap merasa kamu menampilkan yang terbaik dari seluruh potensi diri yang kamu miliki. Yang biasa pemalu tak tampak lagi, yang merasa terluka bisa bahagia, yang merasa jumawa bisa duduk bersama, yang sering tak percaya diri malah tampil dengan berseri. Kamu seperti menghipnotis semua pemirsa yang melihatmu menyanyi, menari, dan bermain drama.

Sungguh, foto dan video yang kuambil saat kau tampil menjadi saksi bahwa setiap diri kita istimewa, dan hanya waktu yang akan menjawabnya. Aku kini belajar menerima, setiap apa pun yang kau punya ....

Untuk siswa-siswaku di kelas 9F:

Salim, Ajeng, Alvi, Anisa, Arya, Bintang, Citra, Dewi, Dwi, Eneng, Fahdi, Fawwaz, Keysa, Ganjar, Idris, Irma, Irvan, Komala, Azmi, Mirna, Ibnu, Rafli, Fariz, Haikal, Rendi, Najil, Nashahta, Novi, Novia, Putmel, Putri Sri, Rangga, Renita, Rensa, Risna, Sefia, Selvya, Sofiah, Tiara, Tiara April, dan Wildan

LOVE YOU, ALL ....