Sebagai Ibu Aku Ingin ....
Sejak 15 Mei 1999 aku merasa sempurna sebagai seorang perempuan. Kelahiran anak pertamaku membuatku merasakan suka duka melahirkan. Setelah anakku dewasa aku merasa 'gaya' bisa menjadi orang yang selalu diturutinya. Anak sulungku bukan tipe pemberontak hingga aku menjadi merasa congkak. Aku sering meminta dia melakukan ini itu, tanpa aku tanyakan keinginannya dahulu. Aku pun merasa jumawa saat ia menuruti setiap ucapanku karena ia tahu keridhoan Tuhan ada dalam keridhoan orang tua. Aku semakin merasa terlena saat setiap kata yang kusarankan membuatnya mengabaikan keinginan, hanya agar aku nyaman. Sampai suatu saat aku diajak berdiskusi oleh suami.
Dengan santainya dia mengingatkanku akan bahaya menekan dan memaksakan keinginan. Aku merasa tak salah, hingga aku marah. Suamiku lalu memberi tahu kebiasaan buruk si sulung, yang tampak tak berani berbeda bila sudah berhadapan dengan keinginan ibunya. Aku masih tak merasa ada apa-apa. Kan semua kulakukan atas nama kebaikan. Suamiku lalu mengatakan, "Kebaikan yang dipaksakan akan bertahan hanya sebentar, maka berhati-hatilah bila bertitah." Ah, Si Bapak nih bikin aku terperangah.
Lalu aku mengingat semua yang kulakukan pada Si Aa. Sebagai seorang ibu aku ingin agar dia kuat, sehingga setiap makanan yang kusuguhkan harus dia lahap sampai habis dengan alasan kesehatan. Setiap waktu kuatur agar dia melakukan ini itu, yang baik, menurutku. Kalaupun dia mendebat akan kusampaikan kalau ini demi kebaikannya suatu saat. Sampai akhirnya si sulungku menjadi anak penurut. Sungguh sebuah kenyataan yang membuat banyak ibu lain kepincut.
Saat ia beranjak remaja aku merasakan ada perubahan dalam dirinya. Ia jarang bicara. Ia memilih mendengarkan saja. Saat kuajak bercerita tentang sekolahnya, hanya ucapan sekadar yang dia tebar. Aku yang penasaran lalu jadi mencari tahu makna kedekatan. Konon bila anak dekat maka mereka akan banyak bercerita. Aku ingin dia banyak bercerita agar aku tahu banyak hal yang dialami dan dirasakannya. Aku akan menjadi penolongnya saat ia merasa menderita. Aku siap menjadi apa saja selama dia meminta.
Keinginan tinggal keinginan. Tampaknya dia tumbuh menjadi orang tertutup. Saat dia melakukan kesalahan dan aku bahas panjang lebar, tak satu pun kata pembelaan yang dia keluarkan. Tapi kesalahan yang dia pernah lakukan lantas berulang. Sebagai seorang ibu tentu saja aku berang. Apalagi saat remaja dia menunjukkan kecenderungan menjauh dan lebih memilih berkumpul dengan teman.
Suamiku melunakkan.
"Beri dia kesempatan," sarannya.
Anakku tampaknya tak ingin ibunya selalu membayangi. Anakku tampaknya tak ingin ibunya 'ceramah' setiap hari.
Ah, ternyata selama ini aku menjadi ibu yang tak bisa mengendalikan diri, hingga saat itu terlewati. Saat sang anak ingin didengarkan aku sering hanya memberi suruhan dan larangan. Saat anak hendak bercerita aku sering menyela. Dan akibatnya kurasakan sekarang, saat semua sudah melintang.
Kupikir menjadi ibu itu gampang, bisa mengatur hidup anaknya dengan hati senang, bisa menyuruh dan melarang atas penilaian baik buruk yang kita bayang. Kita bisa mengancam dengan larangan tak memberi makan bila keinginan tak dihiraukan. Kita juga bisa memakai sabda Nabi untuk meminta dihormati, atau bahkan menggunakan firman Tuhan agar kita dimuliakan.
Astaghfirulloohal 'adziim ....
Semoga kita dijauhkan dari yang demikian.
Untuk perenungan diri di Hari Ibu hari ini.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Astagfirullah Subhanallah Jazakillah Teh, mbaH jleb
Love you, Ibu.
Jadi ingin menangis ah. Ternyata yah? Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Okh....mendidik. Anak penurut. Nda bergerak..anak bandel, kita murel....yg penting moga anak kita soleh dan mandiri.
Begitulah Bu. Menjaga titipan Tuhan seperti menjaga berlian
Wah sangat menginspirasi, supaya terus berusaha memperbaiki cara mendidik anak
Trims.
Luar biasa. Trim nasihatnya ibu.
Sama sama. Ini utk sy juga. Hehehe
Anak memang darah daging orang tuanya, namun diri mereka adalah hak mereka. Sukses selalu dan barakallah
Setuju Bu. Mksh dah mampir