Nining Wahyu Haryani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
MENJAGA HATI LEWAT BUNGA

MENJAGA HATI LEWAT BUNGA

Peringatan hari Guru Nasional di sekolah tahun ini amat meriah. Kegiatan di awali dengan upacara bendera. Petugas upacara adalah guru dan murid sebagai peserta upacara. Ini adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh para murid. Mereka ingin melihat penampilan gurunya. Maklum, hanya terjadi setahun sekali.

Tahun ini guru-guru berinisiatif membuat tumpeng untuk merayakan hari Guru. Tumpeng yang berarti ‘yen me Tu kudu meMPENG’ yang jika diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia yaitu, ‘ketika keluar harus sungguh-sungguh semangat. Tidak tanggung-tanggung, tiga buah tumpeng nasi putih yang melambangkan kesucian berdiri kokoh. Aneka lauk-pauk mengitari gunungan berbentuk kerucut,siap dinikmati oleh seluruh siswa dan guru.

Alam seakan merestui harapan seluruh warga sekolah. Hujan pun tahu diri untuk menunda kehadirannya. Memberikan ruang bagi kami untuk memanjatkan doa bagi para guru tercinta. Seperti tahun-tahun sebelumnya, upacara di akhiri dengan saling berjabat tangan dan memberi kado bagi para guru. Satu persatu murid maju, bersalaman, dan memberi hadiah. Beberapa murid tampak tertegun ragu untuk melangkah. Mereka ragu karena tidak membawa kado. Sejatinya tidak ada rumus memberi hadiah. Ucapan selamat dan doa yang tulus adalah hadiah terbaik.

Diantara barisan guru yang berderet rapi, ada yang menerima kado lebih banyak daripada guru lain. Namun, ada juga guru yang tidak menerima kado sama sekali. Suatu pemandangan yang menimbulkan tanda tanya. Ini adalah pekerjaan rumah yang belum terselesaikan oleh guru. Kita sebagai pendidik harus memiliki empati untuk berbagi. Sesama guru harus saling menjaga martabat. Bukan saling menjatuhkan, apalagi ingin terlihat hebat disaat seperti ini. Jika sesama guru belum memiliki empati, bagaimana ia akan menularkannya kepada murid?

Guru sebagai teladan harus bijak dalam bersikap dan bertingkah laku. Sudah menjadi kebiasaan murid, begitu naik kelas ya ganti guru. Wali kelas sebelumnya tidak dianggap sebagai gurunya lagi. Hal ini biasanya terjadi disekolah dasar. Kita abai untuk memberikan pemahaman pada siswa bahwa tidak ada bekas guru. Murid bersikap seolah mereka sudah selesai dengan guru dikelas sebelumnya. Ibarat kuman diseberang lautan tampak, gajah dipelupuk mata tiada tampak. Pendidikan karakter harus dimulai dari diri sendiri dan dari hal yang paling sederhana.

Di hari guru ini, saya terinspirasi oleh cerita kedua anak saya. Jauh-jauh hari mereka mempersiapkan bunga untuk gurunya. Sepulang sekolah mereka bergantian bercerita. Anak lelakiku bercerita bahwa bunganya dia berikan pada seorang guru laki-laki. Dia tidak tahu namanya karena tidak pernah mengajar dikelasnya. Anakku memutuskan memberi bunga kepada guru itu karena hanya dia yang belum mendapat hadiah. Demikian juga cerita dari anak perempuanku. Ada gurunya yang meninggalkan barisan dengan tangan kosong. Hatiku trenyuh mendengarnya. Apa daya setangkai bunga? Namun, saya memuji sikap mereka sebagai hal yang benar. Hal kecil yang dilakukan seorang murid demi menjaga hati seorang guru.

Hari guru adalah momen refleksi bersama. Bahwasanya memberi dan diberi adalah “saling”. Jangan sampai ada hati yang terluka karena setangkai bunga. Berbagi itu indah. Mari saling menjaga hati. Selamat Hari Guru, 25 November 2022.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post