Nurkhumaira Tus Dayu

Insyaallah, pendidik anak bangsa. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Dari Fiktif ke Realita Kehidupan; 99 Cahaya di Langit Eropa

Dari Fiktif ke Realita Kehidupan; 99 Cahaya di Langit Eropa

Karya sastra Islam sebenarnya sudah ada sejak dahulu di Indonesia. Awalnya, Wali songo dan tokoh Islam mempergunakan sastra Islami sebagai media untuk menyebarkan agama Islam. Misalnya, dalam Suluk Wuji, Sunan Bonang menuturkan ajaran tasawuf yang disampaikan kepada muridnya. Suluk merupakan sastra Islam yang berkembang pada masa itu.

Goenawan Mohammad menyatakan, sastra Islam adalah sastra yang mempromosikan sistem kepercayaan atau ajaran Islam, memuji dan mengangkat tokoh-tokoh Islam, mengkritik realitas yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, mengkritik pemahaman Islam yang dianggap tidak sesuai dengan semangat asli Islam awal, atau paling tidak, sastra yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam (Goenawan Mohammad: 2010). Artinya, sastra Islam baik prosa atau puisi berfungsi sebagai media publikasi penyebaran agama Islam berisi pujian, atau kritikan terhadap pemahaman-pemahaman agama yang keliru yang bersumber dari Alquran, hadis atau lingkup sosial dan psikologi sastrawan. Media publikasi melalui sastra tersebut diharapkan mampu untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap kebenaran ajarana agama islam yang seharusnya mendapatkan tanggapan yang positif dari berbagai kalangan muslim.

Sastra Islam kembali menunjukkan eksistensinya pada angkatan Balai Pustaka. Dapat dikatakan bahwa angkatan Balai Pustaka (BP) merupakan tonggak awal sastra Islami kembali berkembang di Indonesia. Mengapa demikian? Karena pada angkatan BP, penulis melahirkan karya bernuansa keislaman dalam bentuk prosa seperti AA Navis (Robohnya Surau Kami) dan Hamka (Di bawah Lindungan Kabah). Selanjutnya, sastra Islam terus berkembang hingga saat ini baik melalui puisi maupun prosa (novel dan cerpen). Penulis prosa bernafaskan Islam yang terkenal saat ini (era angkatan 2000) adalah Habiburrahman El Shirazy (Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbi, Cinta Suci Zahrana, Dalam Mihrab Cinta), Asma Nadia (Jilbab Traveler), Helvy Tiana Rosa (Ketika Mas Gagah Pergi) , Izzatul Jannah, Pipit Senja (Dalam Semesta Cinta) dan lain-lain. \

Hanum Salsabi Rais adalah novelis pendatang baru angkatan 2000-an. Ia bersama Rangga Almahendra hadir memberikan sentuhan baru bagi sastra islam, khusunya dalam ruang penulisan novel. Merka berkolaborasi untuk menciptakan sebuah karya sastra prosa bertema perjalanan hidup bernuansa Islami. Perjalanan yang tidak sekedar menikmati keindahan dari suatu tempat ke tempat lain. Perjalanan untuk menapaki kembali tempat bersejarah di mana Islam berkuasa dan runtuh, yaitu di Eropa. “Perjalanan sejarah peradaban Islam Eropa, baik pada masa silam yang jauh maupun pada masa sekarang, ketika Islam dan Muslim berhadapan dengan realitas kian sulit di Eropa.” (Azyumardi, 2011)

Sebagaimana perjalanan hijra Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Perjalanan ini menghantarkan tokoh utama “99 Cahaya di Langit Eropa” menjadi seorang muslim yang lebih memahami ajaran Allah dengan ketaatan keseluruhan untuk menerapkan semua perintah dan menjauhi laranganNya. Hal ini terkait dengan pilihan hidup seorang muslimah untuk mengenakan jilbab sebagai tanda bukti ketaatan kepada Allah Swt. Perhatikan kutipan berikut!

“Hanum, Ya Allah! Kau mengenakan kerudung! Aku tidak mengenalimu….” (Hanum dan Rangga, 2011: 346)

99 Cahaya di Negeri Eropa sebagai bukti bahwa sastra Islam masih eksis. Novel ini merupakan cerminan objektivitas sastra Islam masa kini. Novel ini memberikan sentuhan yang berbeda karena mengisahkan perjalanan spiritual yang realistis jauh dari fiktif belaka. Perhatikanlah kutipan berikut!

“Tinggal di Eropa selama 3 tahun menjadi arena menjelajahi Eropa dan segala isinya. Untuk pertama kalinya dalam 26 tahun, saya merasa hidup di suatu Negara tempat Islam menjadi minoritas. Pengalaman yang makin memperkaya dimensi spiritual untuk lebih mengenal Islam dengan cara yang berbeda.” (Hanum dan Rangga, 2011: 2)

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa 99 Cahaya di Langit Eropa merupakan pengalaman hidup nyata novelis di negara sekuler. Novelis menapaki kembali sejarah peradaban Islam yang kini memudar di Wina, Paris (Cordoba & Granada) dan Turki (Istanbul). Novelis berhasil memberikan mindset yang berbeda mengenai jihad yang sesungguhnya. Jihad dengan cara yang makruf yakni, menjadi agen muslim yang baik.

Bila dibandingkan dengan novel Islam kebanyakan maka 99 Cahaya di Langit Eropa mampu menghilangkan kesan fiktif baik dari segi tokoh utama, alur, atau latar. Seperti tokoh Fahri (Ayat-ayat Cinta) yang bersifat lurus hati. Pembaca selalu mempertanyakan, apakah tokoh tersebut nyata atau fiktif belaka? Kita pun tahu bahwa tokoh tersebut adalah fiktif. 99 Cahaya di Langit Eropa menyuguhkan realita dari segi tokoh utama, alur, dan latar tempat serta waktu. Tokoh utama dalam 99 Cahaya di Langit Eropa adalah tokoh nyata. Sangat menarik dan khas karena novelis adalah tokoh utama dalam novelnya.

Kadang kita memang membutuhkan novel yang realistis sepenuhnya agar efek positif terkait perbaikan akhlak menjadi terasa. Kefaktualan cerita 99 Cahaya di Langit Eropa memberikan kesan yang mendalam bagi pembaca sehingga efek positif terkait esensi Islam menjadi terasa dan nyata.

Hanum dan Rangga mampu memberikan sentuhan berbeda pada latar tempat, tokoh utama dan tema. Berbicara mengenai tema, biasanya novel Islam lebih banyak bertema permasalahan percintaan dalam perspektif Islam. Akan tetapi, 99 Cahaya di Langit Eropa menuangkan tema perjalan rohani seorang pemeluk Islam yang menemukan esensi Islam sebenarnya.

Bicara tentang kategori sastra maka 99 Cahaya di Negeri Eropa termasuk kategori sastra suluk. Sastra suluk, yaitu karya sastra yang menggambarkan perjalanan spiritual seorang sufi mencapai taraf di mana hubungan jiwanya telah dekat dengan Tuhan, yaitu musyâhadah, penyaksian terhadap keesaan Allah. Dalam hal ini, 99 Cahaya di Langit Eropa melukiskan perjalanan spiritual seorang manusia untuk mendekatkan diri kepada sang Khalik. Perjalanan Hanum untuk lebih mendekatkan diri kepada sang Khalik dengan memahami ajaran Islam dari kilas kegemilangan dan keruntuhan Islam di Eropa.

Saat ini sastra Islam dalam bentuk prosa dapat dikatakan bermetamorfosis dari fiktif ke arah realita kehidupan. Terbukti dari karya Hanum dan Rangga 99 Cahaya di Negeri Eropa yang menyuguhkan realita kehidupan di Eropa. 99 Cahaya di Negeri Eropa satu dari novel Islam yang menyuguhkan kisah yang realistis. Kesan mendalam sangat terasa dari sebuah kisah yang realistis.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post