Nenek Itu Kala Adha
Takbir bergema seantero jagat raya, pertanda 1 Syawal 1436 H telah menampakan diri. Pagi yang cerah berlukiskan biru dan putih, para muslimin dan muslimah berbondong-bondong mendatangi masjid untuk melaksanakan sholat idul fitri. Ada pula yang mendatangi majelis untuk melaksanakan sholat sunah tersebut. Langkah kaki ini telah memilih untuk sholat di majlis ibu-ibu pengajian bersama keluarga terkasih. Anugerah sang Khalik ini begitu besar karena Dia telah memberikan kesempatan kepada kita untuk mendengar gema takbir, melihat orang-orang pergi ke masjid bersama keluarga dan tetangga, serta merasa kebahagiaan kemenangan karena mampu melewati puasa ramadhan. Kecerian itu semakin terlihat di wajah anak-anak karena sakunya kini penuh dengan persenan atau ampau.
***
Aku terpisah shaf sholat dengan keluargaku namun berdekatan dengan tetangga sebelah rumahku yang berada di samping kiriku. Sebelumnya, kami berjauhan karena aku berada di shaf belakang sedangkan ia di shaf depat. Berkat ketegasan pimpinan majlis yang mengarahkan shaf kami agar teratur maka aku berada di sampingnya sekarang.\Ternyata benar kata orang, kalau jodoh tak lari ke mana. Sedangkan disamping kananku ada sepupuku. Lalu disebelah sepupuku, aku hanya melihat hamparan sajadah saja. Itu cukup memberikan kami pertanda bahwa sudah ada seseorang yang menempati tempat tersebut.
Bersamaan dengan gema takbir yang kami ucapkan bersama-sama dalam majelis itu. Aku memperhatikan para jamaah yang hadir di majlis itu. Aku tersadar akan sesuatu. Aku kehilangan uang infak yang telah aku siapkan di rumah. Aku bertanya pada sepupuku. Apakah dia melihatnya. Raut wajahnya memperlihatkan bahwa ia tak tahu. Dia bertanya kepadaku, dimana aku meletakannya. Aku menjawab di bawah sajah. Dia langsung berdiri dan menuju tempat semula kami bershaf. Akan tetapi, dia tidak menemukannya. Aku insaf akan kelalaianku. Aku tak perduli dengan hal itu. Aku melanjutkan takbir bersama jamaah lainnya di bawah pemimpin majlis, itu lebih baik maka aku melakukannya.
***
Lantunan takbir masih terdengar bersamaan dengan para jamaah yang semakin memenuhi ruangan majlis ini. Di hadapan kami terlihat bingkai besar berisi gambar masjid yang berkelap-kelip karena efek sesuatu. Gambar masjid itu seolah hidup dengan kerlipan keemasannya. Masjid itu menggambarkan isi dari kemegahan sebuah masjid di Mekkah atau Madinah. Entahlah aku tak tahu pasti. Namun aku suka sekali melihatnya. Kalau diperkirakan bingkainya berukuran 2 x 2 m. Sambil bertakbir, aku mengangumi keindahan tersebut.
Seorang nenek separuh baya mengalihkan perhatianku. Ia datang dan menempus shaf para jamaah dan memilih untuk menggelar sadahnya di samping sepupuku. Nenek itu tak menghiraukan sajadah yang sudah tergelar sebelumnya, ia menggelar sajadah yang di bawanya. Kemudian nenek itu memakai mukena putih yang ia bawa. Aku tak tahu, siapa nenek itu. Apakah ia datang sendiri? Atau ia bersama keluarganya?
Aku melihat tetanggaku yang berada di shaf depan mengatakan sesuatu pada anaknya. Aku mencoba untuk mengerti apa yang dikatakan. Dan ketika kedua anak itu pindah posisi ke shaf belakang, aku baru memahami apa yang dimaksud. Kemudian shaf depan berganti menjadi barisan ibu-ibu pengajian. Aku menerkanya dari ucapan pemimpin majlis yang dari tadi memimpin takbir. Pemimpin majlis menyebut satu buah nama dengan gelar haji. Setelah itu tetanggaku itu masih terlihat resah padahal anaknya telah memenuhi keinginannya untuk pindah posisi.
Tetanggaku yang telah berbalut mukena putih berbordir bunga-bunga merah muda itu berjalan ke arah kanan. Bola mataku memperhatikan gerakannya, ia seolah sedang berbicara dengan satu orang ibu-ibu. Aku tak dapat melihat wajah ibu itu. Kemudian tetanggaku itu kembali ke shafnya. Lalu mengambil sajadahnya dan pindah ke shaf belakang. Aku masih memeprhatikannya. Tetanggaku telah mendapatkan shaf barunya kemudia tetanggaku mengajak bicara nenek-nenk itu. Suara takbir membuatku tak dapat menangkap pembicaraannya padahal nenek itu ada disebelah kanan sepupuku.
Tetangga disebelahku dan yang sebaya denganku bertanya padaku. Apakah ia harus mengisi kekosongan shaf itu? Aku menjawab ibu tadi nggak bilang apa-apakan. Tetanggaku itu menjawab nggak. Aku mencoba menyakinkan ya udah itu tandanya, kamu tetap di sini aja. Raut wajah tetanggaku seakan mengerti dan ia tetap berada di sampingku.
Setelah itu datanglah ibu-ibu. Ternyata ibu itu pemilik sajadah yang tergelar tadi. Ibu itu berbicara dengan nada sopan sambil meminta maaf kepada nenek itu. Nenek itu seolah belum mengerti maksud kedatangan ibu itu. Ibu itu mengatakan sesuatu. Namun nenek itu masih setia duduk manis di atas sajadahnya. Tetanggaku memegang tubuh nenek itu sementara ibu-ibu itu kembali meminta maaf sambil tertawa sedikit lalu mengambil sajadah miliknya yang tertutup oleh sajadah milik nenek itu. Aku melihatnya dengan menahan tawa karena tetangga di sampingku mengatakan sesuatu yang membuatku tertawa. Aku berusaha menahan tawa, lalu kembali memperhatikan nenek itu.
Ibu itu masih terlihat tertawa dan berhasil mengambil sajadahnya. Aku menggeser tubuhku karena ibu itu akan lewat. Ibu itu menggelar sajadah di tempat tetanggaku tadi. Pemimpin majlis mulai mengumumkan sesuatu. Pengumuman itu menghentikan takbir yang terucap. Selanjutnya sholatpun mulai kami laksanakan yang dipimpin oleh ibu lain bukan pimpinan majlis itu disebabkan karena kesehatan. Melihat hal itu aku berpikir, apakah ini yang namanya regenerasi kepemimpinan? Aku merasa pengkaderan itu amat sangat perlu?
Sebelum sholat di mulai, arahan langsung dari pimpinan majlis telah disampaikan untuk imam baru tersebut pada khususnya dan jamaah lain pada umumnya. Termasuk aku dan tetanggaku. Kami mendengar imam baru itu menanyakan sesuatu perihal pelaksanaan sholat Idul Fitri. Pertanyaan itu mampu membuat tetangga disampingku mengatakan hal ini padaku, “Imamnya meraguka, ya udah gimana kalau kamu yang jadi imam?” Aku menjawab dengan senyuman manis.
-Selesai-
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar