UMROH UNTUK BUNDA

Tantangan Hari ke-28

#TantanganGurusiana

Sesak di dadanya tak pernah ia keluhkan. Pilu di hatinya tak pernah ia utarakan. Pekerjaan sebagai tukang ojeg ia jalani dengan iklas, membagi hasil rejeki mana untuk umroh Ibu, dan mana untuk biaya dapur. Suamiku hanya mengatakan bahwa Aku harus sabar. Aku pun tulus dan rela mendampinginya dengan lapang dada. Kehidupan yang jauh berbeda antara adik dan kakak ini menjadi konflik di keluarga kami. Dik Rangga yang lebih kaya, lebih di sayang Ibu Mertuaku. Sebaliknya, Suamiku Kang Iwan dan keluarga kami lebih memilih tinggal di kontrakan untuk menghindari cacian dan hinaan Ibu Mertuaku.

Kang Iwan giat bekerja. Pernah suatu waktu pingsan usai pulang kerja. Aku pun menanyakan padanya bahwa ia hanya kecapean. Hingga saat ini ia terbaring tak berdaya di rumah sakit, ia tak pernah mengeluhkan sakit dadanya. Padahal vonis dokter mengatakan bahwa ia sakit jantung. Betapa pilu hati ini. “Dik, Aku ingin ketemu Ibu. Adik ke rumah Ibu, yah!” pintanya. Aku datang ke rumah Ibu Mertuaku. Pahit yang kudapat, Ibu mertua hanya mencela bahwa aku bermain drama. Beliau mengusirku. Aku tak bisa berbuat banyak. Suamiku menatap lemas padaku. Ia mengemukakan ia ingin minta maaf pada ibunya, tetapi ia mengetahui pasti bahwa aku pasti membohonginya karena aku menutupi aib ibunya. Itu yang terucap di ujung meregang nyawanya.

Hingga pada suatu hari, Ibu Mertuaku kedatangan pihak travel umroh yang menyerahkan dokumen bahwa beliau terpanggil umroh akhir bulan ini. Ibu Mertuaku kaget dan menyesal telah menghina dan menyia-nyiakan Kang Iwan. Beliau menangis sejadi-jadinya. Nasi sudah menjadi bubur. Kang Iwan telah pergi selama-lamanya. Ibu Mertuaku meraih kembali Aku dan anak semata wayangku.

Terinspirasi dari cerita Pintu Berkah TV ONE