Noer Hamid S Ag Pd SH MM

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
parang II (faktor pemicu kelakuan -perilaku anak )

parang II (faktor pemicu kelakuan -perilaku anak )

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan perilaku ada lima macam, diantaranya yaitu :

a. Lingkungan Keluarga

Pertamakali yang dikenal seorang anak adalah lingkungan keluarga yaitu tempat yang pertama kali anak menerima pendidikan dari orang tuanya, kepribadian orang tua, sikap hidup dan cara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung dengan sendirinya akan masuk ke dalam pembentukan perilaku anak.[1]

Suasana keluarga sangat penting bagi perkembangan perilaku anak. Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang harmonis dan agamis dalam arti orang tua memberikan curahan kasih sayang, perhatian serta bimbingan dalam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan perilaku anak tersebut cenderung positif. Dan sebaliknya, anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang broken home, kurang harmonis, orang tua bersikap keras terhadap anaknya atau tidak memperhatikan nilai-nilai agama dalam keluarga, maka cenderung akan mengalami perilaku yang menyimpang.[2]

a. Lingkungan Sekolah

Tempat pendidikan yang kedua kalinya setelah keluarga yaitu sekolah. Di sekolah anak akan dibina, dididik, diasuh, dibimbing oleh seorang guru. Guru adalah wakil dari orang tua yang berkewajiban mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan sekaligus menanamkan nilai-nilai moral dalam rangka pembentukan perilaku ihsan dalam pergaulan dengan anak.[3]

Setelah masuk sekolah anak mulai bergaul dengan teman sebayanya dan menjadi anggota dari kelompoknya. Pada saat itulah ia mengalihkan perhatiannya untuk mengembangkan sifatnya atau perilaku yang cocok atau dikagumi teman-temannya walaupun mungkin tidak sesuai dengan harapan orang tuanya. Melalui bergaul dengan teman-temannya anak belajar menilai dirinya sendiri dan kedudukannya dalam kelompok.[4]

b. Lingkungan Masyarakat

Manusia dalam kehidupannya selalu mengadakan hubungan dengan sesama orang lain. Oleh sebab itu lingkungan masyarakat juga membentuk akhlak baik dalam hal positif maupun negatif.

Selain itu, setiap lingkungan masyarakat (ras, bangsa, suku) memiliki tradisi, adat atau kebudayaan yang khas. Tradisi atau kebudayaan suatu masyarakat memberikan cara berfikir maupun bersosialisasi dengan orang lain. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan antara masyarakat modern yang budayanya relatif maju dengan masyarakat primitif yang budayanya relatif masih sederhana.[5]

4. Proses Terbentuknya Perilaku

Setiap individu berkembang secara tetus-menerus dari masa bayi sampai mati dan melalui seluruh perkembangan hidup yang mengalami perubahan-perubahan sehingga mengarah pada pembentukan kepribadian itu berlangsung. Hal ini diperlukan suatu proses waktu yang tidak sebentar bahkan waktu yang panjang dan berangsur-angsur. Dikatakan oleh Patty: Dalam seluruh perkembangan itu tampak bahwa tiap perkembangan muncul dalam cara-cara yang kompleks dan tiap perkembangan didahului oleh perkembangan sebelumnya, ini berarti perkembangan itu tidak saja kontinyu, tetapi perkembangan fase yang satu diikuti dan menentukaan perkembangan fase yang berikutnya.[6]

Untuk mengetahui tentang proses pembentukaan perilaku ihsan ada beberapa tahap yaitu :

a. Latihan dan Pembiasaan

Pada tahap ini tidak hanya cukup diberikan secara teoritis saja melainkan juga diiringi dengan penerapan dalam praktek kehidupan sehari-hari baik melalui latihan maupun pembiasaan, ini akan lebih bisa diserap dalam jiwa anak. Latihan dan pembiasaan ini bertujuan untuk memberi kecakapan berbuat dan mengucapkaan sesuatu pengetahuan yang diperolehnya dan mampu memelihara tingkah laku yang baik setelah mereka dewasa. Dalam hal ini M. Athiyah Al-Abrasy mengatakan: “Siapa yang membiasakan sesuatu di waktu mudanya, waktu tua akan menjadi kebiasaannya juga.”[7]

Dalam hal ini, Zakiah Darajat memberikan pernyataan “Apabila si anak telah terbiasa dengan peraturan-peraturan akhlak dan hubungan sosial yang sesuai dengan ajaran agama sejak kecil, maka akhlak yang baik akan menjadi bagian integral dan kepribadiannya dengan sendirinya akan mengatur tingkah laku dan sikapnya waaktu ia dewasa nanti”.[8]

b. Keteladanan

Keteladanan merupakan metode influentif yang paling menentukan keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk sikap dan perilaku moral, spiritual dan sosial anak. Oleh karena itu, masalah keteladanan menjadi faktor penting dalm hal baik-buruknya perilaku anak.[9]

Pada dasarnya keinginan untuk mencontoh merupakan pembawaan atau sifat asli manusia ketika seseorang masih berusia anak-anak, sebab secara psikologis anak-anak adalah masa yang membuthkan figur atau telasdan. Bimbingan keagamaan yang diberikan dengan memberikan contoh atau keteladanan orang tua adalah salah satu bimbingan yang paling membekas pada diri anak. Dengan keteladanan ini timbullah gejala identifikasi positif yaitu penyamaan diri dengan orang yang ditiru.[10]

c. Adanya Nasehat

Merupakan sajian tentang kebenaran dan kebajikan dengan maksud mengajak orang yang dinasehati untuk menjauhkan diri dari bahaya dan membimbing ke jalan yang benar daan berfaedah baginya.[11]

5. Pembentukan Kerohanian yang Luhur Yaitu pembentukan atau menanamkan nilai-nilai agama yang terdiri atas : a. Iman kepada Allah b. Iman kepada Malaikat-malaikat-Nya c. Iman kepada Kitab-kitab-Nya d. Iman kepada Rosul-rosul-Nya e. Iman kepada Hari kiamat f. Iman kepada Qodho dan Qodar.[12]

Dalam proses pembentukan perilaku ada beberapa unsur-unsur yang diperhatikan yaitu :

a. Ciri-ciri watak yang berhubungan dengan cirri umum yang tidak berubah yaitu ciri-ciri yang membedakan respon seseorang tanpa memperhatikan rangsangan yang menyebabkan kecepatan bereaksi terhadap sesuatu hal.

b. Kemampuan dan kesanggupan mental yaitu menentukan kemampuan untuk melakukan pekerjaan tertentu yang tercermin dalam kecerdasan dan kemampuan hitung serta ketrampilannya.[13]

Pembentukan perilaku yang sempurna dan terpadu akan terpadu jika daalam prosesnya tanpa mengabaikan sedikitpun dari tiga tahap pembentukan yang harus berjalan lancar dan bersamaan dengan aspek-aspek serta unsur-unsur penunjang yang mempengaruhi pembentukan perilaku. Semua itu dibutuhkan proses kerja secara serasi dan seimbang.

c. Kebiasaan berperilaku baik. Sudah diketahui bersama bahwa manusia dalam hidupnya itu akan mengadakan hubungan dengan orang lain. Dengan adanya hubungan ini ia harus berusaha menyesuaikan dengan lingkungan yang dihadapinya. Dalam perilaku baik itu manusia itu harus sifat yang dihadapinya. Dan pada hakikatnya manusia itu telah diberi kesadaran untuk memilih yang baik dan buruk dari Sang Pencipta, seperti firman Allah Al Qur’an :

وهدينه النّجدين .....

Artinya : “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan”. (Q.S. Al-Balad : 10).[14]

Perilaku baik dan buruk merupakan suatu yang mendasar dalam diri manusia. Karena manusia mempunyai kebebasan untuk memilih yaitu kehendak bebas dan bertanggung jawab yang menempati antara dua kutub yang berlawanan.[15]

Dengan andanya kehendak bebas itu, maka manusia perlu mengarahkan untuk memilih atau menentukan kehendaknya agar manusia tidak terperosok dalam lempung busuk. Untuk itu, diperlukan suatu pendidikan yang akan mendidik manusia untuk berperilaku ihsan atau baik. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia itu tidak dapat hidup sendiri. Oleh karena itu, manusia dalam hidupnya harus menggunakan bahasa yang benar, menghormati sesama, tolong menolong, menepati janji dan lain-lain.[16] Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :

وتعاونوا على البرّ والتّقوى صلى ولا تعونوا على الاثم والعدوان صلى واتّقوالله انّ الله شد يد العقاب.

Artinya : “Hendaknya kamu tolong menolong atas perbuatan kebaikan dan taqwa. Dan janganlah kamu tolong menolong atas dosa dan dirinya dan bertaqwalah kepada Allah”. (QS. Al-Maidah : 2)[17]

Oleh karena itu manusia diwajibkan untuk berbuat baik dan bila hal itu menjadi kebiasaan dalam hidupnya sehingga akan melekat pada jiwanya dan akhirnya akan menjadi akhlak. Selanjutnya dengan adanya kebiasaan-kebiasaan yang baik tersebut akan membentuk perilaku ihsan seseorang.

A. Hubungan Tentang Kemampuan Memahami Perilaku Penyimpang Dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku Siswa

Untuk menyelamatkan generasi kini dan masa mendatang serta memperbaiki mental yang kurang sehat maka kita harus selalu memperhatikan dan mengarahkan perilaku anak-anak kita secara intensif. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku siswa, baik yang timbul dalam diri anak itu sendiri maupun dari luar atau lingkungan dimana mereka dibesarkan.

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku anak adalah faktor lingkungan sosial/masyarakat. Pada tahap awal anak belajar dengan berbagai metode. Kadang-kadang ia belajar dengan meniru kedua orang tuanya. Kadang ia belajar lewat pengalaman praktis dalam hidupnya, selain itu ia belajar lewat metode berfikir dan pembuktian intelektualismenya.[18]

Menurut Charles Birtd yang kutip HM. Arifin, imitasi (peniruan) terhadap perbuatan-perbuatan orang lain merupakan salah satu aspek dari kegiatan belajar manusia. proses sosial dimulai sejak masa kanak-kanak ketika belajat berbicara sampai menirukan orang lain sampai masa dewasa dengan menirukan tata cara dan adat istiadat dalam kelompoknya dan dengan sikap yang sama pada saat menirukan tingkah laku orang tuanya.[19]

Perbuatan yang terjadi di sekolah, keluarga dan masyarakat tidak selamanya ditemukan kebaikan (hal-hal yang sesuai dengan nilai-nilai atau norma) dan terkadang juga ditemukan berbagai bentuk kegiatan yang menyimpang. Sehingga terkadang menjadikan kebingungan anak karena tidak semua materi yang di sekolah dalam prakteknya di sosial terjadi seperti itu. Dan bahayanya keetika anak terjebak dalam persepsi yang salah. Contohnya bahwa laki-laki yang mabuk itu gagah, tren anak muda dll.[20]

Dengan melihat kecendrungan anak dalam mengimitasi peristiwa yang dihadapinya maka orang tua, guru dan lembaga-lembaga sosial harus selalu bekerja sama untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan kepribadian anak. Sebab lingkungan yang tidak sehat dimana nilai-nilai moral dan agama sudah tidak terkendali lagi, maka akan menjerumuskan mental spirital anak ke arah perilaku negatif.

Yang perlu mendapat perhatian serius khusus dengan adanya penayangan baik media visual atau multi media tersebut adalah pengaruhnya terhadap perilaku atau gaya hidup anak-anak pada saat ini. Misalnya tayangan televisi yang menayangkan adegan kekerasan, pornografi dan juga film-film porno serta majalah atau cerpen cabul.

Oleh karena tabiat manusia cenderung untuk meniru dan belajar banyak dari tingkah lakunya lewat peniruan, maka tauladanlah dari orang tua, guru serta masyarakatlah yang sangat penting artinya dalam pendidikan dan pengajaran menuju terbentuknya pribadi anak yang sehat.[21]

[1]Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematika, FIP. IKIP. Yogyakarta, 1987, hlm. 33.

[2]Ibid, hlm. 120.

[3]Zakiah Darajjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, hlm. 127.

[4]Ibid, hlm. 128.

[5]Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000, hlm. 128-129.

[6]Patty, et.al, Pengantar Psikologi Umum, Usaha Nasional, Surabaya, 1982, hlm. 130.

[7]M. Athiyyah Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, hlm. 109.

[8]Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, PT. Gunung Agung, Jakarta, 1982, hlm. 130.

[9]Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm. 66.

[10]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, PT. Al-Ma’ruf Jakarta, 1974, hlm. 85.

[11]Abdurrohman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Bandung, 1992: hlm 404.

[12]Ibid, hlm. 81-86.

[13]Musthofa Fahmi, Penyesuaian Diri, Bulan Bintang, Jakarta, 1983, hlm. 52.

[14]Al-Qur'an, Surat Al-Balad Ayat 10, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Depag. RI, Jakarta, 1987, hlm. 1061.

[15]Ali Syariati, Tentang Sosiologi Islam, Alih Bahasa Syaifullah Muhyidin, Ananda, Yogyakarta, 1992, hlm. 114.

[16]Ibid, hlm. 115.

[17]Al-Qur'an, Surat Al-Maidah Ayat 2, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Depag. RI, Jakarta, 1987, hlm. 157.

[18] M. Utsman Najati, Alqur’an Dan Ilmu Jiwa, Pustaka, Bandung, 1995, hlm. 174-175

[19] HM Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, hlm. 113

[20] Zakiah Daradjat, Membina Nilai-Nilai Moral Di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta, 1971, hlm. 100

[21] M. Utsman Najati, Op. Cit., hlm. 175-176

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post