Maryam Okky Madasari, menulis novel ketiganya berjudul Maryam dengan mempertahankan karakternya sebagai penulis fiksi yang kritis mengamati kondisi sosial sekaligus menekannya pentingnya menghargai keberagaman. Sebelumnya, pada 2010, mantan jurnalis ini menulis novel berjudul Entrok mengangkat tema keberagaman keyakinan dengan latar belakang kesewenang-wenangan militer masa orde baru. Setahun berikutnya, Okky merilis novel kedua berjudul 86 mengangkat tema korupsi dan berhasil masuk lima besar Khatulistiwa Literary Award 2011. Pada 2012, melalui Maryam, perempuan kelahiran Magetan, 30 Oktober 1984 ini menceritakan perjuangan seorang perempuan menjalani hidup di tengah diskriminasi masyarakat. Maryam, figur perempuan yang menjadi andalan keluarga dan kaumnya untuk memperjuangkan hak-hak dasar sebagai manusia, yaitu untuk hidup aman, bebas dari tekanan, diskriminasi dan kekerasan. Tujuh perempuan urban dan Okky Madasari menunjukkan sikapnya mengambil peran menjadi perempuan yang bersuara dengan caranya, yakni menulis buku tentang perempuan. Menulis sebagai terapi diri, sebagai bentuk ekspresi, menyampaikan pemikiran, bahkan menulis fakta yang dikemas dalam kisah fiksi guna menumbuhkan empati sebanyak mungkin orang untuk melawan diskriminasi, apa pun alasan di baliknya, menulislah. Karena dunia tulis-menulis membutuhkan lebih banyak perempuan dan perspektifnya mengenai berbagai kisah, pengalaman, termasuk penderitaan akibat diskriminasi karena perbedaan dan keperempuanannya.( noer menerawang buku tentang perempuan )