Nono Purnomo

Nono Purnomo lahir di Cirebon 27 Nopember 1976, lulus S1 Pendidikan Biologi UNESA (2001) dan Lulus S2 Pendidikan Sains UNESA (2014). Penulis aktif dalam ke...

Selengkapnya
Navigasi Web
BELAJAR DARI HEWAN DAN TUMBUHAN DALAM HAL PUASA

BELAJAR DARI HEWAN DAN TUMBUHAN DALAM HAL PUASA

Puasa menurut bahasa memiliki pengertian menahan diri. Adapun menurut syariat islam puasa adalah suatu bentuk aktifitas ibadah kepada Allah SWT dengan cara menahan diri dari makan, minum, hawa nafsu dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa sejak terbit matahari/fajar/subuh hingga matahari terbenam/magrib. Seseorang yang berpuasa secara logis akan terkurangi asupan zat makanan yang masuk kedalam tubuhnya sebab orang ini membatasi makanan yang akan masuk dalam tubuhnya. Apabila aktifitasnya tetap berlangsung sama dengan sebelum puasa maka kemampuan tubuh dalam memanfaatkan energi pasti berbeda sehingga menyebabkan tubuh bisa mudah lelah. Secara sederhana dapat dipahami sebagai berikut, bila dalam sehari biasanya makan 3 kali sehari kemudian saat berpuasa hanya 2 kali sehari maka sangat jelas energi untuk aktifitasnya berkurang.

Namun demikian, logika sederhana ini terkadang tidak berlaku. Harusnya saat berpuasa karena kekurangan asupan makan tubuh menjadi lemah justru terjadi yang sebaliknya. Saat berpuasa tubuh justru terasa lebih enak dan nyaman digunakan dalam beraktifitas. Saya tidak begitu heran dengan hal ini, sebenarnya alam sudah banyak memberikan contoh bahwa berpuasa bukannya membikin tubuh lemah tak berdaya dalam beraktifitas, justru berpuasa bisa meningkatkan produktifitas. Bagaimana itu bisa terjadi???

Mari kita lihat contoh-contoh kondisi berpuasa atau aktifitas sejenis yang menyerupai puasa yang dilakukan oleh hewan dan tumbuhan.

Pertama, Pada ikan salmon saat melakukan migrasi dari air tawar ke air asin, mereka menempuh jarak perjalanan hingga 1000 mil. Selama waktu yang panjang dan sulit itu mereka berpuasa dari makanan karena mereka tidak memiliki waktu makan. Hal itu menjadikan mereka ramping dan gesit, mampu melarikan diri dari jarring para penangkap ikan, lari dari sergapan burung dan hewan pemburu lainnya.

Kedua, Ayam saat mengerami telurnya melakukan puasa dengan tidak minum dan tidak berhubungan dengan pejantan. Ayam akan berada ditempat telur yang dieraminya. Tindakan ini merupakan bentuk tanggungjawab dan fokus induk ayam untuk menjadikan telur-telur itu menjadi anak ayam. Setelah berkisar antara 21 hingga 23 hari telur-telur itu menetas menjadi anak ayam. Buah perjuangan dan puasa oleh induk ayam.

Ketiga, Metamorfosis ulat menjadi kupu-kupu. Untuk merubah bentuknya dari ulat menjadi kupu-kupu, ulat melakukan puasa tidak makan dan tidak minum. Perubahan fase ini sering disebut sebagai pupa atau kepompong. Pada fase ini ulat membungkus dirinya dalam kantung tampak seperti seseorang yang mengasingkan diri dari hiruk pikuk kehidupan untuk melakukan “pertapaan”. Kepompong hanya diam ditempat seperti orang yang bertafakur. Dan setelah masa pupa ini berakhir keluarlah kupu-kupu dalam bentuk yang begitu indah. Selain bentuknya yang indah, sifat dan karakter kupu-kupu juga sangat jauh berbeda dengan bentuk sebelumnya yang berupa ulat. Kupu-kupu sekarang memiliki gerak-gerik yang menarik, makannya terpilih berupa sari nektar dari bunga hingga yang dihasilkan berupa madu yang begitu manis dan lezat. Berbeda saat masih berupa ulat, yang gerakannya aktif dalam mengkonsumsi dedaunan hingga daun-daun habis dimakan, menjadi hama dan merusak pada tanaman pertanian. Dengan berpuasa ulat mampu mengubah dirinya menjadi kupu-kupu yang lebih baik produktifitas dan manfaat hidupnya bagi mahkluk lainnya.

Keempat, Tanaman jati yang menggugurkan daunnya pada saat musim kemarau panjang. Kondisi ini membuat tanaman jati mengurangi aktifitasnya dalam berfotosintesis dan mengambil air (baca: berpuasa) sebagai bahan untuk menghasilkan zat makanan. Selain karena memang jumlah air yang berkurang ketika musim kemarau, tindakan tanaman jati dengan menggugurkan banyak daunnya dalam rangka menghemat air yang tersedia. Terhentinya aktifitas alamiah dari suatu tanaman untuk berfotosintesis akibat kondisi yang tidak menguntungkan justru memberikan kebaikan pada saat musim kemarau telah berganti. Yah…Tanaman jati akan memiliki banyak dedaunan yang lebih lebat dan hijau. Suatu komponen utama penunjang fotosintesis. Dapat dikatakan bahwa ketika “berpuasa” saat musim kemarau tanaman ini justru dapat menghasilkan struktur fisik yang lebih baik untuk menunjang kehidupannya pada musim berikutnya. Sebaliknya, andai saat musim kemarau tanaman jati memaksakan diri dengan tidak menggugurkan daunnya, memaksa mengambil air guna melakukan fotosintesis dan memaksa untuk terus beraktifitas (baca: tidak puasa) maka tanaman itu akan mati kekeringan sebab daun-daun akan menguapkan air dan tanaman ini pelan tapi pasti akan mengalami kematian.

Keempat gambaran tentang puasa pada versi hewan dan tumbuhan di atas sebenarnya adalah contoh dari fenomena alam yang dapat direplikasi dalam kehidupan manusia. Keempat tindakan puasa diatas, semuanya mampu menghasilkan produk atau hasil yang baik. Saya menggambarkannya itu semua sebagai produktifitas. Suatu bentuk baru hasil dari proses puasa yang sangat menguntungkan mahkluk yang melakukannya. Ikan salmon menjadi ramping dan gesit, ayam yang dapat menetaskan telur yang dieraminya, ulat yang berubah jadi kupu-kupu, dan tanaman jati menjadi lebih hijau dan rimbun pada musim berikutnya semuanya dapat terjadi akibat berpuasa.

Keadaan diatas memberikan gambaran bahwa benar puasa mampu meningkatkan produktifitas. Produktifitas disini jangan dimaknai hanya sebagai tindakan fisik untuk perpindahan tempat atau melakukan kerja saja, tetapi lebih besar dari itu, yakni produktifitas dalam bentuk lain berupa perubahan fisik yang lebih menguntungkan dan berguna bagi mahkluk yang melakukan puasa.

Bercermin dari fenomena di atas, kita manusia sudah sepatutnya meniru tindakan dan perilaku yang dicontohkan oleh mahkluk di atas dalam berpuasa agar menghasilkan produktifitas kerja yang lebih baik. Tidak boleh kita memakai alasan karena kita berpuasa harus bermalas-malasan. Semangat yang harus diambil justru dengan berpuasa ini, kita harus dapat menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari yang kita lakukan ketika kita tidak berpuasa.

Sisi lain dari berpuasa jelas akan meningkatkan spiritualitas seseorang. Secara sederhana analogi perubahan ulat menjadi kupu-kupu memberi gambaran puasa yang dilakukan seseorang merupakan proses pengendalian diri yang melatih seseorang untuk berubah menjadi lebih baik. Kupu-kupu ibarat sebagai orang yang bertaqwa, produk dari puasa yang meningkatkan sisi spriritualitas. Bagaimana tidak, kupu-kupu memilih makanan yang akan dikonsumsi dan tidak sembarangan, apabila semua orang seperti kupu-kupu yang menjaga makanannya tentu tidak ada orang yang mau korupsi. Orang yang bertaqwa akan memiliki nilai spiritualitas yang lebih tinggi.

Semoga kita semua mampu mengambil makna dari model di alam yang telah memberikan banyak contoh kepada kita tentang puasa yang mampu meningkatkan produktifitas dan spiritualitas bagi yang mau melakukannya.

Nono Purnomo

Rabu, 15 Februari 2017

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post