MENCARI SANG MATA AIR
(Oleh : Noor Aini, S.Pd.I)
Musim hujan kebanjiran, jalan yang penuh lumpur sangat berbeda ketika kemarau melanda. Tanah yang mulai retak dan terbelah serta airpun susah didapati. Menjauh, entah pergi kemana. Diratapi sangatlah tidak mungkin. Kerena hidup perlu dijalani. Sungai-sungai tidak mampu menggenang. Kemanakah air, ketika musim hujan jalanpun kau genangi.
Jangankan untuk mandi, masak dan mencucipun susah dicari. Menyusuri jalan setapak hanya untuk membersihkan debu yang menempel di tubuh ini. Tak kuasa rasanya ketika tanya anak yang mulai lapar dan haus hanya meminta sepiring nasi. Kesibukan mengajarpun bertambah menjadi kesibukan mencari mata air yang layak untuk dinikmati.
Seiring waktu berlalu, mata airpun didapati. Jauh tak apalah, masih ada sumber kehidupan. Selalu percaya kepada Allah yang memberikan kehidupan, pasti akan ada cara untuk melanjutkan perjalanan ini. Ketika semua itu dijalani, ternyata keceriaan anak-anak mulai menepis luka di hati.
Tawa canda membuat seolah hati ini selalu diisi dengan kekayaan yang tidak terbanding. Hari demi hari seolah tidak terasa lagi. Perjalanan hidup masih panjang. Perjuangan gurupun selalu menjadikan sebuah inspirasi. Kenyataan yang pahit membuat tertantang untuk selalu menjalani.
Pada saat kemarau panjang melanda, pahit manis kehidupan bercampur menjadi satu. Setiap peristiwa demi peristiwa ingin rasanya menuangkan dalam tulisan agar selalu berarti. Tidak bisa terlalu jauh berkhayal, hujan akan turun ketika pagi hari. Yang ada dalam fikiran ini, mampukah untuk dijalani.
Ember-ember dan bak mandi diangkut untuk hanya sekadar mandi dan mencuci. Tak sempat air mata jatuh di pipi. Hanya gurauan kecillah yang mampu mengobati. Tawa kecil anak-anak yang menemani sepanjang jalan setapak ini. Langkah demi langkah terlewati, sedikit berbukit hanya untuk menemui sang mata air.
Sesampainya di tempat tujuan, harus menunggu sang suami mengambil air yang lokasinya tidak bisa dijangkau oleh anak-anak. Ditemani pohon-pohon karet yang selalu menjadi saksi. Terkadang kulitpun tergores karena terkena pohon atau rumput yang berduri. Hidup tidak perlu diratapi, selalu ada Tuhan yang mengawasi sepanjang kehidupan dan perjuangan ini. (Penulis adalah peserta Pelatihan SAGUSABU Sampit)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar