Nopiranti

Menulis adalah Me Time, terapi sederhana untuk kesehatan jiwa raga, membahagiakan diri sendiri dan menebar manfaat bagi orang lain. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Untuk Ayah Tercinta
Konsultanpajakrahayu.com

Untuk Ayah Tercinta

#TantanganMenulis365-H112

Untuk Ayah Tercinta

Tugas pelajaran Bahasa Indonesia hari ini seru sekali. Pa Arifin meminta siswa membuat cerita tentang ayah. Tidak butuh waktu lama untuk Afifah menyelesaikan tugas itu. Dia begitu bersemangat menceritakan segala kebaikan Bapak. Bapak yang jarang marah. Bapak yang tak banyak bicara tapi selalu mendengar dan mengabulkan hampir setiap permintaan Afifah. Bapak yang tangannya terasa hangat saat memijit punggung Afifah jika masuk angin. Bapak yang setiap minggu mengajak Afifah jalan-jalan ke pusat pertokoan, setia menemani memilih pernak-pernik, lalu berakhir dengan makan siang di warung sate atau di rumah makan padang. Bapak, sosok lelaki sempurna di mata Afifah.

Saat Afifah begitu bersemangat menuangkan cerita di buku catatan, sepintas dia melirik pada teman sebangkunya minggu ini, Laila. Dia nampak murung dan belum terlihat ada tulisan sedikitpun di bukunya. Minggu ini Afifah memang giliran duduk dengan Laila. Berdasarkan kesepakatan kelas di awal semester, satu minggu sekali setiap siswa wajib untuk berganti teman duduk. Alasannya supaya semua orang bisa saling mengenal. Tapi, dibatasi ya. Murid laki-laki dengan laki-laki lagi. Yang perempuan juga hanya boleh duduk dengan murid perempuan lagi.

“Kamu belum nulis apapun, Laila? Kenapa?” Afifah berhenti menulis sejenak untuk bertanya pada Laila.

“Belum,” jawab Laila lesu.

“Kesulitannya apa? Kan tinggal mengingat-ingat kisah yang pernah kita alami dengan ayah. Pasti banyak kan? Boleh yang menyenangkan, yang menyedihkan, atau yang menakutkan. Kamu mau pilih cerita apa?” ucap Afifah mencoba membantu Laila.

Laila tidak menjawab. Dia malah merebahkan kepalanya di atas meja. Wajahnya menghadap ke arah Afifah. Nampak genangan bening di matanya. Lalu perlahan airmata menetes jatuh di atas buku catatan Laila. Afifah kaget.

“Kok kamu nangis, Laila? Ingat ayah, kamu jadi merasa sedih ya?” Tanya Afifah yang refleks mengikuti Laila merebahkan kepalanya di atas meja juga, menghadap ke arah Laila.

“Afifah…,” bisik Laila parau.

“Iya, kenapa, Laila?” jawab Afifah berbisik juga.

“Selama ini, aku ga pernah lihat ayahku salat. Aku sedih,” ucap Laila dengan suara yang semakin pelan.

Afifah terkejut. Ayahnya Laila tidak pernah salat? Masa sih?

“Maksudnya, salatnya bolong-bolong gitu? Kadang salat kadang tidak?” Tanya Afifah meyakinkan diri.

“Tidak pernah. Sampai aku masuk SMK sekarang, sama sekali tidak pernah aku lihat ayah salat,” jawab Laila dengan suara yang semakin parau.

Sejenak Afifah terdiam. Mencoba mencerna ulang perkataan Laila barusan. Benaknya masih belum nyambung memikirkan kok ada ya orang muslim dewasa yang tidak pernah salat, gitu.

Saat Afifah dan Laila sibuk dengan pikirannya masing-masing, tiba-tiba terdengar suara Pak Arifin memberitahu waktu pengerjaan tugas sudah selesai dan sekarang saatnya presentasi hasil kerja.

“Laila, ayo ke depan dan bacakan tulisan kamu,” Laila kaget mendengar namanya disebut pertama kali. Terlihat wajahnya pucat.

“Maaf, Pak. Laila belum selesai mengerjakan tugasnya. Laila sakit, pusing. Dari tadi kurang bisa konsentrasi. Saya saja yang maju boleh tidak, Pak?” Afifah refleks saja berkata begitu.

“Baiklah. Silakan Afifah ke depan,” jawab Pak Arif bijak.

Dengan penuh semangat Afifah membacakan kisah bahagianya bersama Bapak. Setelah itu bergiliran teman yang lain maju mempresentasikan tugasnya. Seru sekali menyimak kisah teman-teman bersama ayah mereka. Ada yang lucu saat ayahnya memasak nasi goreng yang keasinan. Ada yang sedih saat ayahnya mengalami kecelakaan dan cedera cukup parah. Ada yang menakutkan saat ayahnya dibegal saat pulang kerja malam hari. Dua jam pelajaran berlalu tanpa terasa diisi dengan gelak tawa, tepuk tangan meriah, dan untaian kisah indah untuk dikenang dan dijadikan pelajaran.

Saat bel pulang berbunyi, semua bersegera keluar kelas. Tapi, Afifah dan Laila belum mau beranjak dari tempat duduk mereka. Mereka masih mau meneruskan obrolan yang tadi terputus, tentang ayahnya Laila. Pada Afifah, Laila meminta saran apa yang sebaiknya dia lakukan untuk membantu ayahnya supaya mau belajar salat. Selama ini Laila selalu mengingatkan ayahnya setiap waktu salat tiba. Ayahnya tak pernah marah. Bahkan tak pernah berkata apapun. Ayahnya hanya diam, kemudian pergi berlalu begitu saja.

Pada ibu juga Laila selalu bertanya kenapa ayah tidak mau mengerjakan salat. Ibu tidak pernah memberikan jawaban pasti.

“Ibu minta kamu sering-sering doakan ayah supaya Allah menurunkan hidayah dan ayah mau berubah,” begitu jawaban ibu setiap kali Laila tanya soal ayah.

Tanpa ibu minta pun, Laila selalu memanjatkan doa kebaikan untuk ayah. Sebagai anak semata wayang, sejak kecil Laila dekat sekali dengan ayah. Mengerjakan apa-apa, Laila maunya ditemani ayah. Laila putri ayah. Dulu, Laila belum terlalu paham ajaran agama. Namun sejak SMP dan sering mengikuti kajian ilmu, Laila mulai terbuka pandangannya bahwa ada yang salah dengan keseharian ayahnya. Laila tak pernah melihat ayahnya salat. Bahkan salat Jumat yang seminggu sekali dan salat hari raya yang hanya setahun dua kali pun tidak pernah dilakukan.

Semakin hari perasaan Laila semakin tersiksa. Bingung, kesal, kecewa, juga takut. Takut Allah murka. Bukan hanya pada ayah. Tapi pada dirinya sebagai anak yang tidak bisa mengingatkan ayahnya pada kebaikan.

“Aku harus bagaimana dong Afifah? Kamu punya ide tidak?” Laila kembali bertanya pada Afifah.

“Sudah coba memberi ayah buku tuntunan salat?” tanya Afifah.

“Ada beberapa di rumah. Sengaja aku simpan di tempat yang mudah terlihat ayah. Tapi, sepertinya ayah tidak tertarik untuk membacanya,” jawab Laila sedih.

“Sudah pernah ajak ayah ikut kajian di mesjid dekat rumah?” Afifah bertanya lagi.

“Aduh Afifah, jangankan ikut kajian, ke mesjid saja ayah kayaknya alergi. Ga pernah mau,” jawab Laila dengan mimik wajah kesal.

“Sudah minta bantuan saudara yang dituakan untuk mengajak ayah belajar agama?” Afifah memberi usul lagi.

“Nah, kalau yang ini sih belum. Aku takut ayah marah kalau tahu aku ceritakan ini sama keluarga besar,” jawab Laila masih terlihat bingung.

“Ga ada salahnya juga kan mencoba? Siapa tahu trik ini bisa berhasil,” Afifah menyemangati Laila.

“Oke, aku akan coba nanti,” jawab Laila masih dengan nada pesimis.

“Aku setuju banget sama ibu kamu. Jalan terakhir, terbaik, dan semoga termujarab, itu sebetulnya doa. Jangan pernah berhenti mendoakan kebaikan untuk ayah. Semoga dengan doa anak saleh seperti kamu, menjadi jalan turunnya pertolongan Allah membukakan hati ayah untuk mau belajar salat,” Afifah kembali menyemangati Laila.

“Iya Afifah. Aku juga yakin begitu. Aku akan lebih sering berdoa sama Allah mulai dari sekarang. Kamu mau bantu mendoakan ayah kan, Afifah?” tanya Laila.

“Pasti dong, Laila. Akan aku doakan ayah kamu seperti aku mendoakn kebaikan untuk ayahku sendiri,” jawab Afifah.

“Terima kasih ya, Afifah, sudah mau mendengarkan ceritaku. Rasanya lebih lega dan tenang,” Laila tersenyum pada Afifah.

“Sama-sama. Kan itu gunanya teman. Saling mendukung, saling membantu, dan meringankan beban. Sekarang kita pulang yuk. Udah siang nih. Perut udah minta diisi,” Afifah balas tersenyum pada Laila.

Dengan langkah yang terasa lebih ringan, Laila beranjak pulang. Hatinya dipenuhi keyakinan bahwa Allah akan menolongnya juga menolong ayahnya. Amin ya rabbal aalamiin.

Sambil berjalan beriringan dengan Laila, Afifah menuliskan sebait puisi di benaknya untuk nanti diabadikan di buku kumpulan puisinya.

Abadi Hingga ke Surga

Jika senyum ibu adalah denyut nadi.

Maka dekapan ayah adalah detak jantung.

Jika ibu adalah peri penggembira.

Maka ayah adalah malaikat penyemangat.

Dan aku,

Anak paling beruntung.

Sempurna memiliki keduanya.

Menemani langkah menyusuri hari yang indah.

: Semoga abdi bersama hingga ke surga.

*Nopiranti’s note.

Sukabumi, Kamis 6 Agustus 2020.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Selalu asyik baca cerita Bunda Ranti. Sarat makna sosial dan religi, semakin manis diakhiri puisi. Keren bingit. Sukses selalu dan barakallahu fiik

06 Aug
Balas

Alhamdulillah. Terima kasih sudah menyimak, Ibu.

06 Aug

Selalu.suka...dibuat buku pasti keren

06 Aug
Balas

Alhamdulillah. Terima kasih, Pak. Insyaallah, doakan semoga bisa lancar kisah ini dibukukan.

06 Aug

Selalu Kereeen...mengalir bak Sungai Citarum...

06 Aug
Balas

Terima kasih. Kan berkat dari Cikgu. Alhamdulillah.

06 Aug

makin inspiratif dan inovatif, semoga makin sukses dan sukses selalu untuk teman gurusianer

06 Aug
Balas

Terima kasih, Pak.

06 Aug

Luar biasa.. Tulisannya sangat keren ibu sayang.. Menarik dan mempesona.. Sukses ya bu guru cantik.. Salam sayang

06 Aug
Balas

Alhamdulillah. Terima kasih sudah menyimak Ibu.

06 Aug

Keren Bu. mantap. saya suka. salam literasi

11 Aug
Balas

Terima kasih sudah mampir, Ibu. Sukses selalu ya

11 Aug

Nyaman banget mambaca tulisan Teh Nopi. Keren.

06 Aug
Balas

Alhamdulillah. Terima kasih, Pak.

06 Aug

Woow.. luarbiasa.. kereeen...asiiikk bacanya..mengalir indah bahasanya....sukses selalu teh cantiik..

06 Aug
Balas

Hatur nuhun pisan, Ibu Rika. Sukses oge kanggo Ibu nya...

06 Aug

Tulisan yang kerenJadi teringat ayahku. ..

06 Aug
Balas

Terima kasih, Ibuuu...

06 Aug

Wow. Tulisan keren, menewen!

06 Aug
Balas

Alhamdulillah. Terima kasih, Ibu.

06 Aug

Keren Bun. Sukses selalu ya Bun

06 Aug
Balas

Terima kasih Ibu.

06 Aug

Puisi buat ayah,sangat menyentuh ..mohon izin sdh aku follow bunda.

06 Aug
Balas

Terima kasih sudah menyimak. Siap. Saya follow balik ya, Bu.

06 Aug

Kereennn luar biasaaaa...di akhiri puisu yang syahdu...teringat bapak jadinya...

06 Aug
Balas

Alhamdulillah. terima kasih sudah menyimak, ustazah

06 Aug

Luar biasa

06 Aug
Balas

Terima kasih, Ibu.

06 Aug



search

New Post