Terpaksa Makan Sayur Bunga Durian Era Pandemi Covid- 19
Tantangan Hari Ke-21
#TantanganGuruSiana
Hari ini saya asyik menyelesaikan proyek, deadlinenya besok tanggal 25 September 2020 pukul 23.59. wib. Semoga saja umpan yang dipasang nyangkut. Kalah menang urusan belakangan, yang penting artikel terkirim. Biarkanlah nasib dan keputusan di tangan juri. Rezeki tidak murni datang sendiri, tentu butuh usaha. Kalau berdiam diri saja tanpa usaha, sulit mendapatkan rezeki. Seperti durian runtuh, kalau malas berjalan ke bawah pohon, tentu rezeki orang lain yang sedang lewat. Orang yang lewat pun sudah berusaha dengan melangkahkan kakinya.
Malam ini saya baru sadar, waktu sudah menunjukkan pukul 21. 20 wib. Astaqfirullahalazim saya belum menulis tantangan. Saya baru terjerembab dan terjun bebas (remedial), saat ini tulisan hari ke 21. Saya sedikit bingung karena belum ada ide. Maklumlah dari pagi hingga malam, bahkan lembur berkutat di depan laptop mengerjakan proyek. Kawan penasaran ya? Proyek apa? Lembur untuk apa? Malam ini dan besok, saya lembur lagi. Detik-detik deadline menegangkan, khawatir artikel belum rampung. Tolong doa ya kawan. Saya mau memasang umpan. Umpannya artikel, demi membutu hadiah. Proyek yang saya buru adalah membuat artikel sebagai syarat mengikuti lomba pemberian penghargaan guru, dan kepala sekolah dedikatif, inovasi dan inspiratif dalam masa pandemi ini. Temanya adalah Dengan Semangat Kegotongroyongan dalam Pendidikan, Pandemi Covid- 19 Bukan Penghalang Indonesia Maju.
Seperti yang kita amati pembelajaran jarak jauh mengalami hambatan dan kendala. Banyak masalah yang kita temukan. Jaringan lelet, tidak ada kuota, finansial minim, krisis ekonomi, gagap teknologi, dsbnya. Akibatnya kita semua berkeluh-kesah karena sama-sama menanggung akibat mewabahnya covid- 19 yang tiada tanda-tanda mau pergi. Tidak terasa kita sudah 6 bulan terkungkung, tersekat dalam beraktivitas. Meski new normal, namun belum maksimal. Kekhawatiran dan kecemasan yang bertubi-tubi mengingat corona sudah semakin dekat di lingkungan kita. Terbukti jumlah korban korona semakin bertambah. Saat ini sedang puncak-puncaknya, masyarakat sudah jenuh sehingga nyaris mengabaikan protokol kesehatan. Padahal sesungguhnya kita semua takut dengan kematian kan? He he he Ajal dimana dan kapak saja berlaku, kita semua menanti antrean kita. Ajal tidak bisa ditawar-tawar.
Awalnya saya mau menulis dan merespon “Sayur Bunga Durian”, ternyata setelah saya menulis ide malam ini jadi lancar ya. Tidak terasa sudah empat paragraf nih! Saya mengetik ini, sambil memikirkan judulnya agar menarik. Saudara saya memosting gambar bunga daun durian yang cantik. Jujur saja saya belum pernah lihat bunga durian. Maklumlah, tidak punya batang durian dan tinggal dekat kota. He he he. Kalau melihat rupa dan bentuknya, memori saya mundur kembali. Teringat kalau saya masih kecil, bunga tersebut dapat dijadikan main masak-masakan atau main jual-jualan. He he he. Cantik kan bentuknya. Rupa dan bahan yang cantik, biasanya jualan kita laris. Duitnya pun palsu. He he he. Bagaimana anak zaman sekarang? Wow boro-boro mengenal alam, tahunya gadget dan gadget. Padahal kalau kita melihat secara langsung, bisa menikmati sensasi lain. Yaitu bagaimana aromanya? Berapa putik sarinya? Apa warnanya? Berapa helai benang-benangnya? Maaf lupa istilahnya, orang biologi yang tahu persis namanya. He he he.
Tulisan di facebook tentang “Sahabat dumay enaknya diapokan ya, ada yang ngomong enak disayur. Kito cuba yok....!” Ketika membaca postingan tersebut terbersit dalam pikiran saya, buahnya saja tidak beracun, tentu bunganya tidak berisiko dan tidak beracun juga bila disayur. Bahkan bisa diangkat menjadi karya tulis ilmiah lho! Kan limbah, berarti pemanfaatan limbah bunga daun durian. Bahkan orang sudah berani memasak kulit durian menjadi sayur. Tentu hanya daging putihnya saja yang dimasak. Lebih kreatif lagi dan sudah diteliti, termasuk anak kami SMAN 8 Kota Bengkulu meneliti memanfaatkan limbah kulit durian menjadi cendol, bolu. Tentu dagingnya dioleh dulu menjadi tepung. Alhamdulillah perjuangan mereka tidak sia-sia, mereka mendapat juara tingkat provinsi Bengkulu. Masuk 3 besar, saya lupa juara 1, atau 2 ya? He he he. Yang pasti bukan juara 3 dan saya tidak bohong lho! Anak kami mendapat juara berkat kreativitas, inovasi, dan kreasinya. Tinggal giliran kita semua, ayo berkreasilah. Emak-emak yang hobi di dapur kreasi memasak, hobi menjahit kreasi model baru, guru kreasi dengan inovasinya. Nah yang bahaya ini, kreasi merongak (ngomong tak beraturan), mencari kesalahan orang lain, tidak sadar kekurangan sendiri banyak bahkan parah. Semut di seberang lautan nampak, gajah di depan mata tidak nampak. Itulah pribahasa yang pas. Saking kecilnya ukuran semut, yang besar tidak lagi kelihatan. Amit-amit, semoga kita dilindungi dari karakter tersebut. Selamat berkreasi dan beraktivitas kembali. Sesuai judul di atas Terpaksa Makan Sayur Bunga Durian Era Pandemi Covid 19 itu karena kreatif bukan kere atau kelaparan lho! He he he. Allah menciptakan alam dan isinya karena ada manfaatnya bagi kehidupan makhluk di muka bumi ini. Barokallah...
Bengkulu, 24 September 2020.


Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar