Novia Elga Rizqiya

Guru muda biasa yang senang menulis dan membaca....

Selengkapnya
Navigasi Web
Cerpen 1 - Maaf Kita Beda Agama
Kaskus.com

Cerpen 1 - Maaf Kita Beda Agama

Maaf, Kita Beda Agama

Sesegera mungkin Alma membereskan buku yang berserakan di atas meja. Ia harus pergi ke acara organisasinya sore ini. Ada santunan anak yatim dan buka bersama yang sudah direncanakan bersama kawan-kawannya.

Sekilas mengenai organisasinya, Alma mengikuti Sahabat Beasiswa yang di dalamnya terdapat mahasiwa-mahasiswa di Surabaya dari berbagai kampus seperti UINSA, ITS, UNAIR, UNESA, UPN, PENS, Hang Tuah dan lain sebagainya. Intinya mereka adalah sebuah organisasi yang memang fokus untuk mengejar beasiswa. Di tempat ini pula, Denisa dan Alma sering bertemu. Selain karena tetangga, mereka juga teman akrab di organisasi ini.

“Assalamu’allaikum, Nis. Nanti kamu berangkat jam berapa ?” Alma menelpon Denisa, dia adalah kawan karibnya sejak SMA. Kebetulan juga tetangga sebelah rumah yang tergabung dengan organisasi yang sama.

“Waallaikumussalam Al, Agak awal ya. Kita kan devisi acara. Jam 3 aku ke rumah kamu”. Jawab Denisa kepada Alma yang masih sibuk memilih baju yang sesuai dengan dresscode.

“Baiklah Nis”. Alma menutup telepon kemudian bergegas untuk ke kamar mandi setelah ia menemukan baju putih yang kebetulan menjadi seragamnya pada acara sore nanti.

Letak santunan anak yatim dan buka bersama terletak di Kawasan Makam Rangkah yaitu salah satu wilayah pemakaman yang disulap oleh warga setempat menjadi sebuah pemukiman. Pemakaman menjadi pemukiman ? Iya, benar. Jangan heran jika batu nisan dijadikan jemuran atau bahkan tempat cuci piring, kemudian anak- anak kecil yang berlarian melangkah melewati makam satu ke makam yang lain. Semua itu menjadi hal yang biasa mereka lakukan.

“Alma.. Al.. Ayuk berangkat !” Teriak Denisa dari luar rumah. “Iya bentar Nis masih pakai sepatu” Jawab Alma.

Sepertinya Denisa sudah hafal dengan tingkah Alma yang suka menunda-nunda dalam hal memakai sepatu.

“Buruan Al, Kita udah telat 15 menit nih.. Surabaya Macet, Inget !”

Denisa mulai menggerutu dengan tingkahnya Alma.

“Sabar Denisa.. Inget Puasa..” Nada lembut dan santai diucapkan Alma pada Denisa.

Setelah mereka siap, akhirnya dua wanita itu berangkat ke lokasi acara. Jalanan sudah mulai macet dan penjual takjil berjejeran di pinggir trotoar yang menambah penuhnya kota Surabaya dengan suasana senja. Sambil menaiki motor, Alma dan Denisa berbincang-bincang mengenai perkuliahan. Maklum, mereka berbeda kampus walaupun rumah mereka sangat berdekatan.

Setelah kurang lebih empat puluh lima menit di perjalanan, akhirnya mereka melewati Kawasan makam rangkah yang digunakan untuk tempat acara organisasinya. Sekilas dalam hati Alma sebenarnya sedikit miris, melihat pemukiman yang seperti itu.

“Al, aku nggak tau nih tempatnya dimana. Tapi bener kok wilayahnya disini.” Denisa berhenti di pinggir jalan sempit untuk memastikan tempat.

“Mapsnya sudah dikirim di grup kan Nis ?” Jawab Alma.

“Sudah, coba kamu lihat Al.” Denisa masih menerka-nerka sekitarnya.

Mencoba untuk mencari Yayasan anak yatim yang akan dikunjunginya.

“Udah Nis, bener disini.” Alma melihat maps yang sudah disebar di dalam grup.

“Coba deh kamu tanya, barangkali kita kelewatan jalannya.” Jawab Denisa. “Oke deh”. Alma bergegas mendatangi salah satu ibu-ibu yang sedang duduk

di kursi reot tepat bersebelahan dengan makam.

“Permisi Ibu, mau tanya..” Dengan ciri khasnya yang lembut, Alma menyapa ibu-ibu itu.

“Iya Nak, mau tanya apa ?” Ibu itu ternyata juga sangat ramah.

“Nama Yayasan Bina Bangsa dimana ya Bu ?” Sambil menunjukkan alamat yang ada di smartphone Alma.

“Oh… Ini Nak, lurus sedikit letaknya kanan jalan”. Ibu itu menunjuk kea rah depan yang tidak cukup jauh jaraknya.

“Baik terimakasih ya Bu.” Alma tersenyum.

“Kita lurus dikit Nis”. Alma menunjuk kea rah depan pada Denisa. “Oke Bos” Denisa langsung menyalakan motornya.

Akhirnya mereka berdua sampai di lokasi santunan. Ternyata sudah cukup banyak anak-anak yang di lokasi. Begitupula kawan-kawan organisasi yang sudah akan selesai dalam menyiapkan acara. Ada anak yang memasang banner, ada anak yang mengambil kotak nasi, ada yang sedang memasang sound system dan yang lain menata hadiah yang cukup banyak dipersiapkan untuk diberikan kepada anak yatim piatu di Yayasan tersebut.

“Al, Nis. Buruan.” Sapa Desty yang melihat Alma dan Denisa datang. “Eh iya kak, maaf ya telat. Macet tadi”. Denisa bersalaman dengan Desty.

“Iya santai aja, eh maaf ya aku ngajak saudaraku kesini, Soalnya Ayah sama Ibuku sedang ke luar kota. Dia di rumah sendirian, daripada di rumah sendiri kan mendingan ikut sama kita disini. Lagipula Johan nggak jadi datang kan hari ini.” Kata Desty pada Alma dan Denisa.

“Nggakpapa kak santai aja lagi”. Alma menjawab dengan super santai kepada

Desty.

Perlu diketahui bahwa Desty adalah ketua dari organisasi ini. Terkenal dengan kebijaksanaan dan kecerdasannya dalam hal bersosialisasi.

Setelah satu jam, semua persiapan sudah selesai. Banner sudah terpasang, sound system siap, hadiah berjejer rapi, makanan sudah siap dengan minuman dingin yang dipesan. Semua panitia juga sudah terkumpul dengan anak-anak yatim yang juga memakai baju yang sama dengan panitia yaitu warna putih.

Akhirnya acara pun dimulai. Pembukaan kemudian dongeng islami serta permainan seru membuat adik-adik Yayasan sangat bergembira. Mereka bisa tertawa lepas dengan tetap sopan terhadap panitia yang mengadakan acara. Walaupun hari sudah mulai gelap, lokasi itu tidak lagi menakutkan seperti yang dibayangkan. Banyak sekali motor yang berkeliaran dan orang-orang yang berkumpul serta bercanda seperti di pemukiman pada umumnya.

Saat itu Alma menjadi tukang potret karena kebetulan dia senang dengan hal yang berkaitan dengan dokumentasi dan desain.

“Hai, kenalin aku Wisnu”. Pria yang sangat asing dalam ingatan Alma menghampiri. Sebelumnya Alma belum pernah menemui lelaki ini.

“Iya, Saya Alma.” Dia menjawab sambil tersenyum.

Cukup manis memang wajah lelaki itu. Ditambah dengan penampilan kerennya serta kacamata yang memberikan kesan casual membuat siapapun yang memandang akan tertarik.

“Suka fotografi ?” Tanya Wisnu pada Alma.

“Iya suka.” Alma masih melanjutkan kegiatannya memotret. “Aku jurusan seni, tapi tidak di Surabaya”. Begitu jawab Wisnu.

Pertama memandang Wisnu, ada perasaan yang berbeda dari yang lain. Alma salah tingkah dan mulai berdebar. Entah karena apa, itu adalah pertama kalinya.

“Kuliah dimana ?” Alma menanyai Wisnu dengan penuh penasaran.

“Di Jakarta. Universitas Negeri Jakarta. Kebetulan disana sudah mulai liburan, jadi aku main ke Surabaya. Ke rumah kak desty.” Wisnu tersenyum dengan santun.

Seketika Alma sadar bahwa Wisnu adalah lelaki yang dibicarakan kak Desty tadi. Dia adalah saudaranya kak Desty. Pantas saja penampilannya tidak jauh dari Kak Desty yang keren dan cantik.

“Wah.. Keren dong ! Udah daritadi kamu disini ? Alma tambah senang dengan perbincangan kali ini.

“Biasa aja. Aku tadi cukup bosen sih disini. Trus aku lihat anak cewek pegang kamera, suka aja. Hobiku salah satunya adalah fotografi” Wisnu mulai membuat Alma nyaman. Ternyata hobi mereka berdua sama.

“Oh begitu..” Alma tersipu malu.

“Alma, aku disini aja ya. Kak Desty sibuk disana. Aku bantuin kamu motret aja. Daripada aku diem nggak berguna.” Sepertinya Wisnu sudah menemukan perannya di acara itu.

Alma semakin tak karuan, dia yang sejak pertama kali memandang Wisnu sudah sangat tertarik. Ditambah dengan sikapnya yang ternyata sangat ramah serta hobi yang sama membuat Alma sangat bahagia sore itu.

“Iya Wisnu, kamu boleh kok pegang kamera ini. Nanti aku pindah bantuin konsumsi.

“Jangan Alma. Aku malah nggak enak sama yang lain.” Wisnu menjawab dengan khawatir. Sepertinya memang Wisnu pun juga menyukai Alma. Dibuktikan dengan sikap Wisnu yang berusaha untuk mendekati Alma.

“Baiklah, eh lima belas menit lagi buka puasa lo.” Tangannya masih mengotak- atik kamera canon yang dipegangnya.

“Iya.” Wisnu tersenyum.

“Kamu tadi naik apa ?” Tanya Alma.

“Tadi ? Motorlah. Kalau pas dari Jakarta ke Surabaya naik pesawat.” Wisnu menjawab sambil melihat hasil potretan Alma.

“Enak dong cepet.” Alma mulai asik dengan perbincangan yang dimulai secara tiba-tiba oleh Wisnu.

Keduanya saling mengobrol. Saling merasakan nyaman atas obrolan yang dilakukan. Hingga mereka berdua tidak menyadari bahwa Kak Desty memperhatikan sejak lama. Ada chatt masuk di smartphone Alma, tetapi tidak dibuka karena terlalu asik dengan perbincangannya dengan Wisnu.

Banyak pertanyaan yang diujarkan kepada Alma. Pun sebaliknya. Mereka saling mengenal dan bercerita. Ternyata ada hobi kedua yang sama yaitu mendaki. Hingga lima belas menit berlalu dan berbuka puasa.

“Selamat berbuka puasa Alma.” Ungkap Wisnu dengan senyumnya yang khas serta membuat semua wanita pasti menyukainya.

“Iya Wisnu kamu juga.” Alma tersenyum sangat manis.

Ada menu spesial pada buka puasa kali ini. Selain nasi kotak yang sangat enak, ternyata ada sponsor kebab kesukaan Alma. Senyum Wisnu yang menambahkan

kebahagiaan di sore itu sangat disyukuri Alma. Benar saja, ia merasa sangat beruntung telah menghadiri acara ini.

Setelah selesai makan nasi dan kebab, Alma bergegas untuk mengambil air wudhu ke mushola dekat lokasi acara.

Panitia sebagian membereskan alat-alat dan sampah bekas makanan dan acara kali ini berjalan sangat lancar. Kemudian Alma pun melihat jam tangan yang menunjukkan pukul enam tepat. Ia harus bergegas untuk sholat. Wisnu yang sejak tadi di luar mushola pun dihampiri oleh Alma.

“Wisnu, Ayo sholat..” Alma mengajak Wisnu dengan membawa mukena di tangannya.

“Aku Nasrani Al.” Jawaban Wisnu seketika membuat Alma kaget, kecewa, serta berbagai rasa yang campur aduk. Perasaan yang tumbuh sejak pertama kali bertemu hingga perbincangan yang cukup panjang berlalu serasa sia-sia tiada makna.

“Serius ?” Tanya Alma.

“Iya.” Wisnu hanya menjawab singkat dan sedikit lesu dari sebelumnya.

Kemudian Alma berpamit untuk pergi ke mushola membawa kekecewaan yang ada. Alma tau bahwa mencintai beda agama tidak dianjurkan. Seketika semuanya menjadi berbeda. Dengan cara apapun, Alma harus sadar bahwa ini bukan hal yang benar.

Alma harus sesegera mungkin menghilangkan perasaan yang salah itu. Atas alasan apapun, ia tidak boleh mencintai Wisnu. Entah bagaimana ke depannya. Itu menjadi urusan Allah. Setelah itu, ia pun sholat. Kemudian setelah berdoa cukup lama, ternyata Wisnu masih di luar menunggunya.

Dalam hati Alma hanya bergumam “Maaf Wisnu, aku harus mengubur perasaanku padamu dalam-dalam. Untuk, pertama kalinya aku mencintai lelaki sepertimu. Maaf Wisnu, kita beda agama”.

~SELESAI~

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren.. Sukses selalu

03 Jul
Balas

Terima kasih bu

03 Jul

Waw... mantap bun...moga sukses selalu

03 Jul
Balas

Hehe terima kasih bu..

03 Jul

Mantap mbk novi....

03 Jul
Balas

Hehehe terima kasih bapak yang lebih mantap.. eh

03 Jul



search

New Post