Novia Elga Rizqiya

Guru muda biasa yang senang menulis dan membaca....

Selengkapnya
Navigasi Web
Egois
Pixhl.com

Egois

Lia menatap jalanan dengan kosong. Kereta terus melaju, namun hatinya tidak. Ia sudah menetap pada Dika. Pemandangan indah di sekitarnya pun tak menjadi perhatiannya, awan cerah pun menjadi muram baginya. Hanya hati yang remuk dan lebur yang tersisa. Pasi, wajahnya sudah tak bergairah lagi. Seakan dunianya telah padam. "Aku nggak bisa tidur." Pesan singkat yang dibaca Lia pagi tadi. Sebenarnya pesan itu telah masuk sejak pukul 02.30 dini hari. Hanya saja, ia sudah terlelap pada waktu itu. "Kenapa sayang ?" Balas Lia. Centang dua dengan warna biru pun dilihatnya. Ternyata Dika langsung membalas pesan Lia. "Aku ingin tunangan kita diundur, sampai waktu yang tidak ditentukan." Kata Dika. "Hah? Tapi" Lia tidak terima. "Aku tidak bisa Lia." Dika membela dirinya. "Apanya yang tidak bisa ?" Lia kaget terhadap Dika yang selalu berkata dengan tiba-tiba terhadap apapun. "Aku ingin menyelesaikan satu persatu. Aku ingin fokus ke karir dulu." Dika berkata dengan mudahnya. Pesan singkat itu dienyahkan oleh Lia. Mencintai sesuatu memang tidak seharusnya begini. Sudah terlalu dalam, sehingga akan pula terlalu sakit. Lia salah, telah terlalu percaya pada Dika. Akhirnya mereka berdua pun bertemu pada sebuah tempat yang paling romantis di kotanya. Bale bebakaran, seperti hati Lia yang terbakar. Keduanya diam. Lia pun memutuskan untuk memulai pembicaraan. "Kenapa kamu nggak bilang dari kemarin ? Persiapan acara kita sudah 95 persen Dika." Lia mencoba mengemis pada Dika yang terlalu jahat perihal mencintai pasangannya. "Maaf Lia." Kata Dika "Aku tidak perlu kata maaf dari kamu Dika. Aku butuh penjelasan. Kamu tahu semua persiapan sudah kita pesan. Kamu sendiri yang bilang, kita tunangan bulan ini. Kamu sendiri yang memilih, dekorasi kita di tunangan nanti. Kamu sendiri Dika. Kamu.." Lia masih belum percaya terhadap semuanya. Perubahan memang akan terus terjadi kepada siapa saja. Begitupula Dika. Tapi tidak perubahan ini yang Lia inginkan. "Lia." Dika menatap wajah Lia yang sudah tak lagi se ceria dulu. "Dika, tolong pikirkan semua ini kembali." Lia memcoba untuk mencerahkan suasana yang sudah terlalu gelap untuk menjadi perbincangan. "Aku sudah memikirkannya Lia." Dika mencoba untuk menjelaskan. "Memikirkan dirimu sendiri? Tanpa aku? Tanpa keluargaku atau keluargamu?" Lia mengejar alasan Dika. Berhubungan dengan seseorang memang tidak bisa semuanya soal diri sendiri. Ada orang lain yang masuk pada ruang yang ada. Sehingga menjadi dua yang menyatu. Bukan masalah suka atau tidak suka, nyaman atau tidak nyaman, mengawali atau mengakhiri. Menjalin hubungan adalah berusaha saling pengertian, saling terbuka, dan memberikan ruang untuk saling memberikan rasa nyaman. Sepertinya Dika masih belum memahami itu, Lia pun masih lugu. Entahlah, dimana salahnya. Yang jelas, egois bukan hal yang diinginkan Lia. "Mama lagi mau arisan ini." Pesan singkat masuk pada ponsel Lia dengan kontak yang bertuliskan Mama. Ibu Dika, yang sekarang berada di hadapannya. Lia sudah tak mampu menjawab pesan itu. Dia hanya diam, menatap apapun yang berada di depannya. Ia bingung harus berkata apa pada keluarganya, pada pihak catering, pada pihak make up, pada pihak dekorasi, pada pihak dokumentasi, yang semuanya itu adalah temannya sendiri. "Kamu gila ya Dika." Lia tak mampu pula menahan. "Maaf Lia." Dika beralih pada kata maafnya kembali. "Sudah cukup belum Dika? Sudah cukup kamu menyakiti dan menghancurkan semuanya?" Begitu kata Lia. "Tidak Lia, maaf. Bukan. Bukan seperti itu. Lia. Ehm. Aku sudah memikirkannya dalam-dalam." Dika masih tetap berpegang teguh pada pendiriannya. Pemikirannya yang tidak menghiraukan orang lain selain dirinya. Iya, Lia terlalu bodoh untuk mempercayai laki-laki seperti Dika. "Kamu benar tidak ingin melanjutkan?" Lia berkaca-kaca. "Maaf Lia." Dika masih saja tak jelas dan bersembunyi dalam kata maaf. Sebentar lagi, Kereta Api Gaya Baru Malam Selatan akan tiba di stasiun Pasar Senen. Lamunan Lia terpecah pada pemberitahuan petugas kereta api. Sangat kencang dan jelas. Dia akan turun sebentar lagi. Menuju kota yang sangat jauh dari Dika yang sudah setahun lalu tidak lagi bersamanya. Lia sadar, ini bukan masalah cinta saja. Melainkan pengalaman bagi Lia untuk terus belajar memahami hidupnya. Memahami bahwa berhubungan tidak akan berlanjut jika ada kata "EGOIS". Selesai.~

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post