Nunik Admawati

Alumni Undiksha Singaraja-Bali saat ini mengajar di MTsN 1 Kota Blitar Jatim.....

Selengkapnya
Navigasi Web

Sate Gurita (cerpen) Tantangan menulis hari ke-120 Tagursiana

Sate Gurita

(cerpen)

Hamil adalah moment paling berharga yang dihadapi oleh seorang istri. Karena pada saat ini perubahan fisik dan psikologis akan terjadi. Apalagi saat kehamilan anak pertama, calon ibu mengalami pengalaman pertamanya. Saat hamil inilah kadang calon ibu menginginkan sesuatu yang menggebu-gebu, atau biasa disebut ngidam.

Ngidam ini juga sedang dialami oleh Nina. Nina adalah calon ibu muda. Dikatakan muda karena usianya baru 21 tahun. Dia bersama suaminya berkomitmen untuk menikah muda. Kebetulan orang tuanya pun mendukung, meski Nina belum lulus kuliah.

Nina harus berjuang sendirian dalam menghadapi masa kemamilannya di perantauan, jauh dari suami dan orang tuanya. Untungnya sahabat-sahabat Nina di perantauan perhatian padanya. Apalagi sahabat yang bernama Sinta, dia seperti saudara, bahkan dengan seluruh anggota keluargany juga.

Nina tidak merasa ada masalah dengan kesehatannya. Dia tidak mengalami lemes atau mual-mual hebat. Dia hanya mengalami muntah setiap selesai makan mie instant. Maklumlah, anak kost menu andalannya adalah mie instant.

“Kamu kenapa Nin? Perutmu sakit?” tanya Sinta yang kebetulan bertandang di tempat kost Nina

Enggak kok, aku tadi makan mie instant, namun setelah makan aku langsung mual dan muntah. Sekarang sudah nggak terasa apa-apa kok, sudah baikan” jawab Nina sambal nyengir.

“Waaah, pinter banget calon bayi kamu, Nin, ndak mau dikasih mie instant,” sahut Sinta sambal senyum. “Makanya nggak usah makan makanan yang nggak sehat lagi, kemarin kan sudah dibilangi mamaku, kamu masih ngeyel aja.” lanjut Sinta

“Iya, iya. Aku nggak akan makan mie instant lagi. Sekarang anterin ke pasar yook, beli apel. Kata mas Hamdan aku disuruh konsumsi apel tiap hari biar anakku cerdas,” ajak Nina sambal mengeluarkan sepeda motornya dari tempat parkir.

Begitulah, persahabatan antara Nina dam Sinta. Sinta juga selalu setia mengantarkan Nina untuk periksa ke bidan. Dan anehnya, kalau mereka pergi berdua yang membonceng malah Nina, bukannya Sinta. Sinta bilang nggak berani membonceng orang hamil. Nina yang sedikit tomboy tak masalah kalau harus membonceng Sinta dengan motor kemana-mana.

Teman-teman kost Nina pun sangat kompak. Saat Nina pengin makan sesuatu mereka pasti menemani untuk membelinya. Sate kambing adalah favorit Nina setiap makan malam. Teman-teman Nina heran melihat Nina tak bosen makan sate kambing tiap malam.

“Nin, kamu itu ngidam atau rakus siih, tiap malam sate kambing melulu? Nggak bosan kamu?” goda Rosy sambal berkelakar.

Enggak tuh, lha tiap malam penginnya sate kambing,” jawab Nina sambal nyengir. “Aku kok penasaran ingin makan sate gurita ya. Di sini di mana ada sate gurita?” tanya Nina tiba-tiba.

“Waaah, kamu ini ada-ada saja. Di sini mana ada sate gurita, aku belum pernah dengar,” jawab Rosy.

Sudah tiga hari Nina memendam keinginannya. Nina juga heran, kenapa tiba-tiba ia ingin makan makanan aneh itu. Membayangkannya pun tidak pernah, ini malah ingin makan sate hewan laut yang menggelikan itu. Karena tidak tahan dengan keinginannya, Nina pun menelepon suaminya.

“Mas, aku pengin sate gurita. Di sini nggak ada,” rengek Nina sambil meneteskan air mata. Jiwa mandirinya tiba-tiba melemah. Dia berubah manja dan kekanak-kanakan. “Ayok dong mas, belikan sate gurita, bawa ke sini,” rayu Nina lagi.

“Sate gurita?” jawab mas Hamdan terkejut dari seberang. “Kamu ini kok aneh-aneh aja yang diminta. Di mana belinya?” sahut mas Hamdan kebingungan.

Mas Hamdan tidak bisa membayangkan bagaimana Nina bisa makan gurita. Hewan laut yang menggelikan itu. Hewan yang sering dilihatnya di kartun spongebob itu dijadikan sate. Baru kali ini mas Hamdan mendengar sate gurita.

Mas Hamdan mencari tahu pada teman-temannya tentang keberadaan sate gurita. Ada teman kantornya yang bilang kalau di Pantai Serang atau Pantai Jolosutro daerah Blitar selatan ada yang menjualnya. Tanpa berpikir panjang mas Hamdan langsung meluncur ke Pantai Serang, yang jaraknya lebih dekat dan jalurnya lebih mudah ditempuh daripada Pantai Jolosutro.

Setelah satu setengah jam perjalanan dari kota, mas Hamdan tiba di pantai yang dituju. Ia pun tercengang. Pantai terlihat sepi dan tak ada sebuah warung pun yang buka. Mas Hamdan mencoba mengamati warung-warung itu. Dan benar, ada beberapa warung yang menyediakan kuliner sate gurita.

Mas Hamdan mencoba bertanya pada seorang penduduk yang kebetulan lewat di situ. Penduduk tersebut mengatakan bahwa warung hanya buka pada hari Sabtu dan Minggu saat pengunjung pantai ramai. Mas Hamdan baru sadar kalau hari itu adalah Selasa, makanya pantai sepi pengunjung.

“Oooh Tuhan.. Ninaaa, demi anak kita aku rela “blusukan” seperti ini.. Semangat calon ayah,” gumam mas Hamdan sambil menyetater motornya meninggalkan pantai.

“Mas Hamdan kapan antar sate guritanya?” suara Nina merengek manja pada ponsel mas Hamdan.

“Sabar, Dek, hari Sabtu atau Minggu tak belikan. Soalnya selain weekend warungnya nggak buka. Kasih tau dedek bayinya agar sabar, ya,” hibur mas Hamdan pada Nina.

Hari yang ditunggu pun tiba, Sabtu pagi mas Hamdan segera meluncur ke Pantai Serang untuk membeli sate gurita. Karena terlalu pagi sampai di lokasi, warung masih belum buka, dia harus menunggu 2 jam hingga warung siap. Perjuangan seorang calon ayah untuk calon buah hatinya sedang diuji. Setelah memperoleh sate yang dimaksud mas Hamdan segera meluncur ke kontrakan Nina di Kota Pahlawan yang jaraknya empat jam perjalanan ditempuh dengan sepeda motor. Mas Hamdan sengaja mengendarai sepeda motor agar cepat sampai dan tidak terjebak macet karena weekend biasanya padat kendaraan.

Menjelang sore, mas Hamdan sampai di kontrakan Nina. Nina menyambut kedatangan mas Hamdan dengan suka cita. Apalagi melihat suaminya itu menenteng tak plastik berisi sate gurita.

“Ini sate yang kau minta. Ayo, segera disantap. Aku tak ingin anak kita ngiler karena ngidammu tak keturutan. Untung cuma sate gurita, coba kalau hiu bakar, gimana coba,” celetuk mas Hamdan sambal tertawa. Nina hanya membalas dengan senyumannya.

Setelah membuka bungkusan itu, perut Nina menjadi mual ingin muntah. Ia pun lari ke kamar mandi dan melancarkan aksinya. Mas Hamdan menyusulnya dan memijit pundaknya. Setelah perutnya diolesi minyak kayu putih perutnya terasa membaik.

“Mas, sampean aja yang makan satenya ya. Aku geli kalau ingat kaki gurita itu mas. Sekarang aku ingin yang seger-seger aja mas. Habis ini belikan aku es tape, ya,” rengek Nina sambal menutup mulutnya dengan tangan.

Daripada mubazir mas Hamdan pun mulai menyantap sate itu. Geli juga kalau mengingat kaki gurita yang suka menari-nari itu. Mas Hamdan begitu menikmati sate itu.

“Waah, ternyata sate gurita rasanya mantab, nyus, empuk, lebih empuk daripada sate kelinci,” gumam mas Hamdan. “Dek, aku nggak ingin anak kita ngiler lho, kalau sampean nggak mau makan tak oleskan di perutmu aja ya satenya,” kata mas Hamdan sambil menyodorkan sate ke perit Nina. Nina pun menurut sambil merem geli saat sate itu mendarat di perutnya. Serasa kaki-kaki gurita menyentuh perutnya dan menari Bersama calon bayinya.

Mas Hamdan menikmati sate itu dengan lahap. Dia menghabiskan sate itu tanpa sisa, tanpa rasa geli lagi, seakan mas Hamdan lah yang mengalami ngidam ingin makan sate gurita.

NA_060920

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerita super keren Bu Nunik. Mantab. Semangat berliterasi, semoga sukses selalu. Amin.

06 Sep
Balas



search

New Post