“Aku tak peduli apapun yang penting uang,” kalimat yang selalu diucapkan Neni setiap kali kawannya menegurnya untuk lebih memperhatikan anak dan suaminya Dodi. Hidupnya sudah sangat mapan tapi entah mengapa dia selalu merasa kurang. Setiap hari dia sibuk dengan berbagai macam usaha termasuk jual beli berlian. Suaminya sudah lelah menasehatinya. Tak tahu lagi harus dengan cara apa menasehatinya.

Jarum jam menunjukkan pukul 12 malam tapi Neni masih sibuk dengan telepon genggamnya. Wajahnya menunjukkan amarah dan kebingungan. Teman dekatnya telah membawa sebuah cincin berlian yang belum dia bayar senilai hampir seratus juta rupiah. Bukan hanya itu, salah satu karyawannya juga melarikan mobil yang dia sewakan di usaha rentalnya. Pening kepalanya memikirkan kerugiannya.

Sore itu Neni duduk sendirian di lobi sebuah mall ternama menunggu rekan usahanya datang. Matanya memandang lurus ke arah sepasang pemulung renta. Sang kakek sedang membagi sebuah roti untuk istrinya dan dirinya lalu sang nenek menyuapkan sebagian rotinya ke mulut suaminya. Mereka tertawa bahagia. Neni terhenyak. Entah berapa tahun dia tak benar-benar merasakan bahagia. Tak ada lagi tatapan cinta antara dia dan suaminya. Tak ada lagi panggilan dan pelukan dari buah hatinya. Dodi tersenyum bahagia ketika malam itu dilihatnya Neni sedang membacakan cerita untuk buah hatinya lalu menemaninya makan berdua dengan tatapan penuh cinta.