POTRET KEJUJURAN
POTRET KEJUJURAN
Oleh: Nur Abdillah
Setiap Senin pagi sekolah kami melaksanakan upacara bendera. Upacara diikuti oleh guru, siswa. staf TU, dan karyawan lainnya. Upacara dilakukan dengan khidmat. Semua petugas upacara adalah siswa. Setiap kelas mendapat giliran masing-masing pada waktu dan jadwal yang telah ditentukan. Mereka sudah dipersiapkan dan dilatih oleh OSIS seminggu sebelum pelaksanaan. Pembina upacara adalah wali kelas dari siswa yang menjadi petugas upacara.
Selain teks pancasila dan undang-undang dasar 45, ada satu teks lagi, yaitu 7 pilar budaya sekolah. Tujuh pilar budaya tersebut, yaitu: jujur, santun, disiplin, peduli, tanggung jawab, mandiri, dan kerjasama. Ini selalu dibacakan pada
setiap upacara dan diikuti oleh seluruh upacara. Ketujuh pilar budaya ini sebagai indikator keberhasilan pendidikan karakter anak didik. Ternyata metode ini belum memberikan efek besar sesuai dengan harapan. Satu peristiwa menarik yang patut menjadi renungan bagi kita, terutama para pendidik dan pemuka agama. Saya coba menelisik peristiwa yang terjadi di sekolah tempat aku mengajar. Suatu ketika selepas sholat Dzuhur berjamaah, seketika pandanganku terperangkap suatu pemandangan yang menurut saya tidak biasa, sedikit aneh, unik, dan menarik. Ada sepasang sandal jepit berwarna putih digembok rapat pada kedua talinya. Momen itu tak kulewatkan begitu saja. Langsung kuabadikan lewat foto handphonku dan tersimpan di galeri foto. Sementara yang lain hanya tertawa melihat kejadian tersebut. Di sandal tersebut tertulis nama Nufail, dan angka 7.3. dengan spidol warna hitam. Oh, berarti sandal ini milik Nufail kelas tujuh tiga. Lengkapnya ' Muhammad Nufail Arinda Fattahillah', siswa kelas 7.3 di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Tangsel. Di hari berikutnya kupanggil Nufail dan kucoba mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa tersebut.
"Assalamualaikum, Nak!" sapaku pada anak itu.
"Waalaikumsalam, Pak! jawabnya ( merunduk mencium tanganku dengan tawaddunya).
Lalu aku membuka handphon dan memperlihatkan sebuah foto sandal yang digembok padanya.
" Benarkah difoto ini sandalmu, Nak?" tanyaku. Dia pun tertegun sejenak dan tersungging senyum di sudut bibirnya yang mungil. Ada lesung pipit dan gigi gingsulnya di sudut atas sebelah kiri.
" Betul, Pak!, itu sandal saya." Jawabnya sambil tersenyum.
" Coba, Bapak ingin dengar penjelasan kamu, kenapa sandal kamu gembok seperti itu?" Tanyaku selanjutnya.
" Ya, Pak!"
" Sudah empat kali saya kehilangan sandal, Pak." Jawabnya singkat.
Aku terperanjat mendengar jawabannya. Kejadian ini sebenarnya juga sering dialami oleh yang lain termasuk aku. Namu, tidak separah yang dialami Nufail.
" Di mana saja kamu kehilangan sandal itu?" aku semakin terpancing untuk mengetahui masalahnya lebih dalam.
" Pertama, di Aula Perpustakaan sekolah pada saat mengikuti MATSAMA( Masa Ta' ruf Siswa Madrasah), kedua, di Masjid sekolah, ketiga, di loker penyimpanan sandal dan sepatu siswa di samping kelas, dan yang keempat kalinya di Masjid sekolah lagi." Dia sebutkan dengan jelas.
" Maaf, kalau boleh tahu darimana ide menggembok sandal, dari orang tuakah atau dari teman?" Tanyaku selanjutnya.
" Ya, itu ide saya sendiri, Pak!" jawabnya.
" Bagaimana tanggapan orang tuamu atas kejadian ini, Nak?"
" Agak heran sih, tapi bapak.setuju dengan keputusan saya untuk membeli gembok tersebut."
" Berapa harga gembok yang kamu beli?"tanyaku selanjutnya.
" Rp. 30.000, Pak!" jawabnya singkat.
"Tiga puluh ribu rupiah, nggk salah tuh??" heranku.
" Betul pak memang segitu harganya. Soalnya itu dari besi yang tidak mudah berkarat dan rusak." Kilahnya.
" Oh, gitu yah." Aku coba menerima alasannya. Padahal tidak perlu yang mahal kalau hanya untuk mengamankan sebuah sandal yang harganya justru lebih murah.
" Setelah ini, apakah pernah hilang?"selidikku.
" Tidak, Pak!, ini sandalnya." ( Sambil memperlihatkan sandal yang sedang dikenakannya).
Selain itu ada kasus-kasus lainya, seperti kehilangan sepatu sebelah, kehilangan uang jajan juga pernah, dan banyak kejadian lain yang masih kita anggap suatu yang biasa dan sepele. Padahal ini merupakan akar permasalahan karakter bangsa yang perlu disikapi dengan serius.
Ibarat sebuah tubuh, kalau dibiarkan kasus ini menjadi bibit- bibit penyakit yang menjalar ke seluruh tubuh dan merusak sendi-sendi tubuh.
"Gembok sebagai upaya terakhir yang dilakukan oleh Nufail. Apakah harus kita ikuti cara semacam itu? Kan tidak mungkin kalau semua siswa kita anjurkan membawa gembok ke sekolah? Apa kata dunia??" Maka marilah kita coba mencermati persoalan ini. Bagaimana cara jitu untuk menanamkan tujuh pilar budaya agar bisa tertanam kuat pada diri siswa-siswi kita di sekolah. Strategi yang bagaimana yang tepat dan bisa dipertanggungjawabkan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Di sekokah saya, kami beli kamera kecil cctv,tapii sebenarnya hanya alatnya saja, tapi di tulis di dinding musalla. Bunyinya"Musalla ini di pasang cctv.Sejak itu tak ada yang kehilangan lagi,baik sendal,sepatu ,buku dll.