Namaku Karima, aku sedang menjalani perkuliahan tingkat akhir. Sudah beberapa hari aku tidak ngampus karena pikiranku lagi kacau aku galau.

Pagi itu, kulihat  lembaran lembaran proposal dan pakaianku berserakan tak menentu  dan kamar kosanku sudah seperti kapal pecah. Kucoba untuk merapikan dan semangatku untuk ngampus pagi ini seketika muncul.

Aku berjalan memasuki gerbang kampus. Menyisir bangku  yang berderet panjang dipinggir jalanan kampus. Tanpa terasa beningan menganak sungai dipipi "Tega sekali dia" ucapku membathin. Aku belum bisa melupakan pengkhianatan Alif. Aku berhenti duduk di bangku panjang sambil menyeka air mata yang mengkristal disudut mataku. 

"Karima...kamu kenapa?", Suara seseorang menyapaku dari arah belakang. Rupanya Arif teman dekatku sejak Sekolah dasar. "Kamu kemana saja? Aku telphon tidak pernah diangkat?" Tanya Arif cemas. Aku tak menjawab sepatah katapun. Arif menatapku, tak pernah kulihat ia seserius itu. "Karena lelaki itu?" Tanya Arif, aku tetap diam. "Karima, ayolah jawab, kamu seperti ini karena lelaki itu kan?" Tanya Arif memintaku untuk menjawab. "Ya.. ia berkhianat padaku Rif" ucapku sambil menutup mulutku menahan Isak. "Sudahlah Karima, kamu jangan menangisi lelaki seperti itu, walaupun kau tak memilihku aku  tetap mencintaimu dan bersedia menghapus kesedihanmu dan mungkin aku ditakdirkan hanya sebatas teman dihatimu" ucap Arif sambil memberi sapu tangan miliknya.

Panyabungan, 21 Juni 2020