"Kalau saja bukan karena rasa cinta pada suamiku, sudah lama kutinggalkan rumah ini", ucap Wina membathin dengan air mata yang menganak sungai di pipinya.

Wina berasal dari keluarga pas pasan, menikah dengan suaminya Rama yang berasal dari keluarga berkecukupan.

"Mama meminta kita untuk tinggal dirumah, kamu setujukan?" ucap rama beberapa hari menjelang hari pernikahan mereka.

Awalnya Wina Ragu, tapi ia berusaha untuk berbaik sangka dan akhirnya mengangguk tanda setuju. Rama anak semata wayang, pastinya orangtuanya tidak ingin berjauhan dengannya, pikirnya.

Di awal pernikahan, sejak Wina datang kerumah ia sudah merasakan hal yang kurang enak dengan sikap ibu mertuanya itu. Ia dipandang sinis seolah ia adalah musuh.

Hari demi hari ada saja masalah yang bertimpa timpa, hal sepele diperbesar oleh ibu Rama. Wina hanya bisa menumpukan rasa sakit hatinya kepada suaminya dan Rama pun sudah tahu sikap mamanya itu. Tapi Rama berusaha untuk menenangkan dan meminta Wina untuk bersabar dan lebih banyak faham.

Bertubi pertanyaan muncul dibenak Wina, apa salahnya? kenapa ibu mertuanya tidak pernah senang kepadanya?

Wina sudah berusaha untuk tetap baik. Melayani suami Rama layaknya seorang istri bahkan ia selalu membantu bibik beres beres rumah dan masak.

***

Pagi itu Seperti biasa, Wina bantu bibik masak di dapur. Ia bercerita tentang asal mula ia kenal dengan Suaminya Rama hingga mereka menikah. Si bibik keceblosan lalu menceritakan hal yang tak pernah ia dengar dari Rama sebelumnya. Rupanya dulu, ibu mertuanya berusaha untuk menjodohkan Rama dengan anak gadis temannya yang berasal dari keluarga yang selevel dengan mereka. Rama menolak perjodohan itu dengan alasan tidak cocok dengan gadis pilihan mamanya dan memilih Wina untuk jadi Istrinya.

"Oh begitu ya bik?"

"Ya..win"

"Pantesan ibu bersikap dingin padaku, rupaya aku bukan menantu yang ia inginkan" ucap Wina dalam hati.

***

Beberapa bulan kemudian....

"Dasar......Kalau saja istri Rama bukan kamu, mungkin aku sudah punya cucu"

Wina terkejut bukan main, serasa petir disiang bolong ia mendengar kata kata ibu mertuanya itu, tulangnya seperti remuk dan hatinya seperti tersayat lalu diberi asam. pedih perih yang ia rasakan saat itu.

"Wanita mana yang tak ingin jadi ibu?" ucapnya membathin.

Hanya karena sebuah ketidaksengajaan, keramik yang diatas meja jatuh sewaktu Wina membersihkan debu diatas meja diruang tamu.

Wina membereskan serpihan keramik yang berserak diatas lantai. lalu masuk kekamar dengan air mata yang nayaris tupah.

Sesampai dikamar ia merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur, tanpa tertahan buliran yang menkristal disudut matanya jatuh berderai.

Tetiba seseorang membuka pintu kamar dan masuk, rupanya Rama suaminya sudah pulang.

"Kamu kenapa? kok nangis?" tanya Rama

Wina tak kuasa menahan tangis. Didekapnya Suaminya itu erat dan menceritakan kejadian yang baru saja menimpanya.

Rama mengelus Rambut Istrinya itu pelan sambil berusaha menenangkan.

"Sudah, tenang ya sayang... minggu depan kita pindah rumah ya" Ucap Rama sambil tersenyum kearah Istrinya.

Wina seperti tidak percaya dengan kata kata suaminya barusan dan itu terlihat dari wajahnya, hingga suaminya Rama mengulangi kata katanya tadi untuk yang kedua kalinya.

Wina lega dengan pernyataan suaminya barusan, karena sejak lama ia menginginkan itu. Ia bersyukur dengan keputusan suaminya sembari berdoa moga Ibu mertuanya itu sadar dengan sikapnya selama ini.

Panyabungan, 12 Juni 2020