Nur Aisah

Nur Aisah Lahir di Cirebon, 28 Oktober 1973 Bekerja di Indramayu tinggal di Indramayu...

Selengkapnya
Navigasi Web
Perjalanan dengan Sang Imam

Perjalanan dengan Sang Imam

Bandung adalah kota yang sekarang ini sering dikunjungi oleh Bu Ita. Meskipun jauh namun perjalanan yang sangat melelahkan ini harus dijalani. Bu Ita selalu mendampingi suaminya untuk berbelanja ke Bandung untuk memenuhi kebutuhan konveksi yang sedang dijalankan oleh suaminya. Bagi Bu Ita perjalanan ini harus dinikmati demi kewajibanya mematuhi suami sebagai sang imam di dunia. Bu Ita selalu mengharapkan keridhoan sang suami untuk mendapatkan pahala dari Alloh SWT. Dua putri Bu Ita berada di luar kota jauh dengan tempat tinggal Bu Ita. Mereka sedang menjalankan aktivitas kuliah dan mengajar di suatu sekolah. Hal ini menuntut Bu Ita untuk selalu mendampingi suami ke manapun pergi. Bu Ita tidak menginginkan suami kesepian dalam sisa-sisa kehidupannya. 

Perjalanan berdua memang sangat menyenangkan, bercanda, bercerita dan sedikit gurauan dilontarkan oleh suami Bu Ita. Suami Bu Ita dulu memang pendiam dan tidak biasa bergurau, seringkali Bu Ita salah tingkah dan menangis menghadapi dan memahami sikap suami. Setelah banyak bergaul dengan teman-teman sekitar rumah dan mempunyai komunitas di mana-mana, sikapnya menjadi ramah dan sering bercanda. Tidak ada lagi tangisan dan sedihnya kesendirian dalam kehidupan Bu Ita. Empat jam perjalanan menuju Bandung tidak terasa meski sesekali berhenti di SPBU untuk buang air kecil atau melepas lelah. 

Perjalanan saat ini ada sedikit hambatan, suami Bu Ita merasa sakit perut dan sedikit diare, mungkin karena penyakit maag yang dulu kambuh lagi gara-gara pola makan tidak teratur. Sampai ditempat tujuan, mobil putih yang selalu setia menemani keluarga Bu Ita parkir di tempat parkir seperti biasanya. Kemudian dilanjutkan dengan berbelanja di toko-toko yang menyediakan keperluan konveksi. Sambil menunggu suami berbelanja, Bu Ita melihat-lihat orang yang berjualan di emperan toko yang biasa disebut pedagang kaki lima. Mata seorang perempuan tidak bisa luput dari pandangan ketika melihat barang-barang yang bagus dan sesuai dengan kantong Bu Ita.

" Berapa ini pak? " tanya Bu Ita kepada pedagang di sekitar toko. Bu Ita mulai melihat-lihat baju anak-anak yang bagus-bagus, " tiga puluh ribu Bu..." jawab pedagang kaos anak-anak. Bu Ita menawar harga walaupun memang Bu Ita sangat malu menawar karena tidak terbiasa dalam menawar. "Tidak bisa Bu... ini harga pas" kata pedagang, tanpa berpikir lama Bu Ita mengeluarkan uang yang dibutuhkan untuk membeli baju-baju tersebut. Selesai membeli baju, Bu Ita mencari barang lain yang dibutuhkan. Mata Bu Ita langsung tertuju ke kaos kaki dan mengambil sejumlah yang dibutuhkan. Payung dan rok jeans serta baju putih untuk keperluan pakaian dinas juga tidak ketinggalan. 

"Alhamdulillah...puas rasanya hari ini, aku sudah dapatkan semua yang dibutuhkan" kata Bu Ita. Bu Ita memang tipe seorang wanita dan ibu yang selalu membeli apa yang dibutuhkan saja dan sifatnya mendesak. Setelah selesai belanja, Bu Ita menghampiri suaminya yang juga sedang berbelanja keperluan konveksi. Suami Bu Ita yang sedang sedikit sakit tertidur di toko di atas tumpukan bahan-bahan konveksi. "Masyaa Alloh ... kasihan sekali, mungkin sangat lelah hingga ketiduran seperti itu." keluh Bu Ita dalam hati. Dalam hati Bu Ita berdoa agar diberikan kekuatan dan kesehatan untuk suaminya.

Setelah selesai berbelanja, suami Bu Ita mengajak untuk sholat dan makan siang yang tersedia di kawasan pasar modern tersebut. Barang-barang belanjaan dititipkan di toko untuk diambil oleh tukang beca langganan yang biasa di panggil Abah. " Abah, apa kabar?" sapa Bu Ita ke tukang beca langganan suami Bu Ita, "Alhamdulillah... Abah sehat makanya bisa narik beca ini" kata Abah sambil tertawa. Abah si tukang beca ini usianya sudah jelang pensiun tetapi masih kuat narik beca dengan muatan yang begitu banyak dan berat. Abah adalah seorang ayah dan kakek dari Garut, menghidupi anak-anaknya dengan menarik beca di Bandung. 

Barang-barang yang dibawa becanya Abah dimuat ke mobil dengan dibantu oleh seorang tukang parkir. Bu Ita sangat senang melihat orang-orang yang saling bantu, suami Bu Ita merasa bersyukur karena merasa ringan dengan kondisi yang agak lemas. Selesai dimuat di dalam mobil, suami Bu Ita mengeluarkan lembaran uang kertas untuk Abah dan tukang parkir. Setelah itu

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren

02 Dec
Balas

Alhamdulillah, terimakasih sukses untuk ibu juga

03 Dec



search

New Post