Tantangan Hari ke Mbuh#TantanganGurusiana#Remidi10#BolongdiHari46Dee …,

Aku tenggelam, oleh deburan ombak yang menghantamku hingga ke palung hati. Batu-batu karang tak mampu lagi untukku berpijak. Daun-daun sembab tak dapat menopangku dalam hujan gerimis. Hingga siang menanak sore menjadi senja.

Dee …,

Kautawarkan secangkir cappuccino hangat saat raga menggigil oleh derasnya badai. Satu tembang kenangan nan syahdu seperti berlari memanggil air mata. “Sepanjang jalan kenangan kita selalu bergandeng tangan,” seperti mengaduk-ngaduk hati yang telah lama dipinang oleh elegi bisu.

Dee …,

Betapa sulit menuliskan perjalanan rinduku, untukmu, sebiru langit yang kulukis bersama pelangi. Di sini, hanya liang-liang imaji yang menggelayutiku dalam semedi. Merajut mimpi bersama helai-helai sunyi, tanpa tepi.

Dee …,

Maka pada angin saja kukabarkan gelisah sukma, melumuri malam-malam panjang tanpa purnama. Di sini, aku masih menggigil sendirian, mengeja aksara mewangi yang kau cipta dengan senyuman.. Ah, haruskah setiap rindu selalu menyesakkan dada?

Dee …,

Musim-musim telah berubah dengan cepat, membentangkan jalan-jalan lain di atas langit, akupun kerap bermimpi berjalan di situ dan diam-diam memanggil namamu : “Jangan pernah lepaskan tanganku, jalan ini begitu samar, aku bisa terjatuh kapan saja tanpa pernah sampai di perhentian yang kau janjikan.” Di waktu-waktu tertentu aku ingin segera tahu, apakah kau pernah benar-benar menungguku?

Dee …,

Perjalanan menyusuri pematang sawah belakang sekolah kita, menyisakan kisah yang membiru. Remah-remah rindu sisa kemarin, kupungut dan kukemas, lalu kusimpan rapi di sudut teluk kalbuku. Karena kisah kita telah usai.

Kotaku, 10 Maret 2020