Nur Arifah Rory

Nur Arifah Rory,S.Pd Lahir di Malang, 27 Maret 1968 Tempat Tugas : TK Bougenville Kab. Pohuwato Gorontalo...

Selengkapnya
Navigasi Web
SEJUTA ASA YANG KELABU

SEJUTA ASA YANG KELABU

TAGUR_83

Sejuta asa yang kelabu

Nur Arifah Rory,S.Pd

BAG. 19

Di ruang tamu keluarga Rahardian Prawira, jam dua belas lewat sepuluh menit, tengah malam.

Mama duduk diam dengan wajah sedih, di sebelahnya Nia duduk terkantuk-kantuk dengan perasaan kesal.

Papa melarang mereka masuk ke kamar untuk beristirahat, sebelum Nathan tiba di rumah.

Lelaki setengah baya yang masih tampak gagah, mondar-mandir seperti setrikaan. Rahangnya mengeras menahan amarah, wajahnya suram hingga menampakkan keriput dibagian tertentu.

“Pa, aku ngantuk, nih,” rajuk Nia dengan mata sayu, seperti lampu neon lima watt.

Nia menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa, sambil memejamkan mata dalam hati merutuk kelakuan kakaknya, akibatnya mereka kena imbasnya.

Papa tak bereaksi dengan permohonan anak gadisnya, dia benar-benar marah, rasanya ada bara api yang ingin disemburkan.

Mama menepuk-nepuk tangan Nia agar bertahan sebentar lagi, tapi gadis itu tak kuat lagi matanya seperti ada lem, lengket.

Mama berharap anak sulungnya segera datang, sehingga siksaan ini segera berakhir. Suaminya memang orangnya keras, apa pendapatnya kadang tak bisa diubah. Seandainya dulu Nathan tidak mau dijodohkan mungkin mama bisa membantu membujuk papa.

Nathan hanya minta waktu tanpa menjelaskan kalau dia menolak perjodohan ini, mama menghela napas.

Pembicaraan terakhir di rumah keluarga Wadoyo, Nathan hanya mengatakan terserah papa, kenapa di malam pertunangannya dia berulah, itu yang membuat papa berang.

Papa menyibak tirai jendela saat terdengar suara mobil memasuki halaman rumah, tampak Nathan turun dari mobil sahabatnya.

“Terima kasih, Jon,” ucap Nathan sambil melambaikan tangan, Joni langsung pulang karena sudah larut, sebentar lagi dini hari.

Nathan melangkah penuh semangat dengan hati yang berbunga-bunga, diputarnya kenop pintu dan tanpa mengucap salam dia masuk. Dia tak menyadari bahwa keluarganya sedang menunggu, dia tadi tak sempat membawa ponsel.

“Masih berani pulang rupanya,” kata papa marah sambil memencet saklar lampu. Ruang tamu menjadi terang, Nathan tersentak, ada papa dengan wajah marah, mama yang sedih dan adiknya yang tertidur. Pemandangan ini membuat rasa sesalnya membuncah sebentar tapi kemudian menyusut dengan sendirinya.

“Pa, Ma, maafin Nathan, ya,” ucap Nathan pelan, sudah lama dia tak melihat papa marah, Nathan tahu betul kalau papa marah sebelum semuanya tuntas takkan dibiarkan semua istirahat.

Tangan papa mengepal, ingin rasanya dia lampiaskan kemarahannya dengan menampar anak lelakinya, untungnya Nathan baru datang kalau sejak tadi, habis dia dihajarnya.

“Kamu tidak mau menjelaskan?” tanya papa dengan nada tinggi, mama menatap dua lelaki kesayangannya dengan jantung berdebar.

Suaminya sudah lama tidak pernah memarahi anak sulungnya, dulu masih kecil karena Nathan bolos sekolah, itu membuat mama bergidik ketakutan. Apa kejadian itu akan terulang lagi?

“Pa, aku akan jelaskan semuanya, tapi tidak sekarang,” kata Nathan kalem, dia tak mau ambil risiko, saat ini papa dalam kondisi emosi tingkat tinggi.

Lagi pula semua dalam keadaan lelah, buktinya sang adik sudah terlelap, memang dasarnya tukang tidur.

Papa mencoba meredam amarahnya, dia seharusnya tidak menghukum istri dan anak bungsunya hanya karena kesalahan anak sulungnya.

“Baik, besok kamu harus jelaskan.” Papa mengajak istrinya beristirahat tapi mama ragu karena anak gadisnya masih tertidur di sofa.

“Biar Nathan aja, yang bawa Nia ke atas,” ujar Nathan agar mama segera beristirahat.

KokSebelum pergi, mama menghampiri anak lelalinya lalu menepuk-nepuk tangan Nathan memberi semangat.

Nathan menggendong Nia ke dalam kamarnya, dia elus kepala sang adik katanya: “Maafin Kakak, ya.”

Menyelimuti tubuh sang adik, mematikan lampu lalu menutup pintu perlahan agar suaranya tidakmengganggu.

Nathan masuk kamar mandi, dibukanya keran air hangat lalu berendam. Baju ditubuhnya yang tadi basah, sudah hampir kering. Setelah mandi dan berganti, Nathan turun mengambil air hangat untuk diminumnya. Tubuhnya sudah segar, aroma lavender dari sabun mandinya memenuhi ruang tidurnya.

Nathan merebahkan tubuh lelahnya, tapi tak dapat memejamkan mata, kamarnya yang biasanya sebagai tempat ternyaman dan selalu menjadi tempat melabuhkan mimpi, kini jadi seperti tahanan.

Rasa takut, cemas, gelisah bercampur dengan bahagia yang menggelitik, membuat dia tak mampu memejamkan mata, takut saat terbangun bahagia itu hilang darinya.

Tapi karena lelah dan kedinginan membuat dirinya terlelap juga.

***

Di ruang perawatan, mamanya Lovina menunggu masih terlihat sisa-sisa air mata yang mulai mengering diwajah sedihnya.

Papanya, juga kedua kakaknya ada di sana, tapi yang ditunggu belum juga siuman.

“Dok, gimana keadaannya?” tanya Louis saat dokter jaga datang memeriksa.

“Keadaannya mulai membaik,” jawab dokter berkacamata itu sambil menyimpan stetoskopnya.

“Tapi, kenapa dia belum sadar, Dok?” Papa ikut bertanya dengan perasaan cemas.

“Tenang saja, Ibu, Bapak, ini hanya pengaruh obat saja, kami sementara observasi, takutnya ada trauma pasca kejadian tadi.” Dokter berkacamata yang bernama Utomo itu menjelaskan.

“Terima kasih, Dok,” jawab papa sedikit lega.

“Nanti kalau ada apa-apa, silahkan hubungi dokter jaga atau petugas kami di tempat piket,” kata dokter Utomo mengingatkan lalu pergi meninggalkan ruangan.

“Ma, istirahat dulu,” kata papa, tapi istrinya jelas tidak mau sebelum anak bungsunya sadar.

“Iya, Ma, istirahat dulu.” Rita membenarkan perkataan papanya, mama hanya menggeleng, air mata diam-diam mengalir tanpa disadarinya.

“Kak...Kak Athan,” igau Lovina.

“Vin, kamu udah sadar?” Mama mengelus pipi Lovina tapi gadis itu kembali diam.

“Bangun Vin, Mama di sini menunggumu,” bisik mama sedih.

Air mata mama kembali menetes, Rita yang kebetulan terbangun melihatnya lalu menghampiri wanita yang melahirkannya.

“Ma, sudah jangan nangis terus, Vina baik-baik saja, dia hanya tertidur,” kata Rita sambil mengusap punggung mama.

“Tadi dia manggil nama orang, kak siapa tapi gak jelas,” kata mama disela isakannya.

“Kalau Mama gak istirahat, nanti malah sakit,” bujuk Rita meminta mamanya tidur dulu, tapi mama keras kepala tak mau mendengarkan.

Dengan berbagai cara Rita membujuk sampai mama akhirnya menyetujui dan beristirahat.

Lovina melihat seorang remaja yang tampan dan baik hati memegang tangannya yang dingin, mereka menyusuri lembah berbunga. Tapi kenapa dia menjadi anak kecil? Apa dia sedang bermimpi, rasa bahagia dalam hati. Kalau ini hanya mimpi biarkan dia terus tertidur agar mimpi itu tidak cepat berlalu.

Perasaan takut tiba-tiba menyerang, hawa dingin menyelimutinya, kemana kakak yang tadi memegang tangannya?

“Tolong...tolong...!” teriaknya sambil menggapai-gapai, dia tak ingin mati tenggelam atau hanyut dan tak ditemukan.

Bukankah tadi malam dia hanya jatuh di kolam, mengapa sekarang dia berada di sungai yang airnya deras?

Dia semakin panik, suaranya tercekat di tenggorokan, tak dilihatnya seorangpun di sana, Lovina ketakutan dia terus berteriak tapi suaranya tak kedengaran.

“Kak Athan, tolong!”

Rita panik sambil menggoyang tubuh adiknya, “Vin, ini Kakak!”

Mama, papa dan Louis terbangun, menghambur ke brangkar tempat Lovina terbaring.

“Kenapa? Ada apa?” Rita hanya menggeleng sambil terus menggoyang yg tubuh Lovina agar sang adik tersadar.

Mama mulai menangis dalam pelukan papa, Louis memanggil dokter, semua panik dan ketakutan melihat Lovina tampak gelisah dalam tidurnya, keringat membasahi kening dan wajahnya yang pucat.

“Vin!”

Pohuwato, 06 Juni 2021

Bersambung.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Waduh...Selamatkah Lovina? Sehat kembalikah dia? Keren say...lanjut...

06 Jun
Balas

Terima kasih say....

06 Jun

Cerpen apik keren menawan. Sukses dan sehat selalu untuk Ibu. Aamiin

06 Jun
Balas

Terima kasih Pak supportnya, sukses juga, Tuhan memberkati

06 Jun



search

New Post