Nur Arifah Rory

Nur Arifah Rory,S.Pd Lahir di Malang, 27 Maret 1968 Tempat Tugas : TK Bougenville Kab. Pohuwato Gorontalo...

Selengkapnya
Navigasi Web

Sejuta Asa yang kelabu

TAGUR_67

Judul : Sejuta Asa yang kelabu

Penulis: Nur Arifah Rory,S.Pd

Genre : Romance

Bag. 5

Serra penasaran dengan lelaki ganteng yang mengejar Lovina, bahkan dia membujuk sahabatnya itu menceritakan tentang lelaki.

“Sumpah! Aku gak kenal siapa dia, ketemu aja baru sekali.” Lovina menjelaskan.

“Aku gak percaya, pasti ada yang kamu sembunyikan dariku,” ujar Serra memaksa.

“Terserah deh, yang jelas aku sudah jelasin, titik.” Lovina kesal dengan ulah sahabatnya.

“Oke deh, aku percaya,” kata Serra akhirnya mengalah.

“Eh, tapi kalau dia nembak, terima aja,” sambung Serra menggoda.

“Terima aja sendiri,” jawab Lovina kesal, siapa juga yang mau dengan lelaki sombong itu.

“Ganteng Lo, kalau aku belum punya Sapta, aku tembak duluan,” canda Serra lalu tertawa.

“Nanti kubilang Bang Sapta, baru tau rasa,” ancam Lovina.

“Eh-eh jangan dong, bisa gaswat,” ujar Serra cemas, kalau benar Lovina mengadu bisa pecah perang dunia.

“Vin, aku ingin kamu punya pacar.” Serra merasa kasihan pada sahabatnya ini.

Cantik, cerdas, kaya pula tapi kenapa tak pernah punya kekasih,vanak SD zaman sekarang saja sudah ada yang pacaran. Lovina sudah mahasiswa belum merasakan punya pacar, jomblowati.

“Udah ah, gak usah bahas pacar melulu,” kata Lovina malas.

“Sebentar lagi kelas, ayo masuk kalau keduluan dosen bisa-bisa gak dianggap hadir, rugi ‘kan?” cerocos Lovina sambil menarik tangan sahabatnya.

Dosen yang satu ini disiplin sekali, terlambat berarti alpa, terlambat bikin tugas sama dengan tak bikin, pokoknya killer banget.

Benar saja, belum juga panas pantat mereka dosen killer itu masuk. Biar ganteng kalau aturannya seperti itu jadi ilfil.

“Kok ada ya, yang mau jadi pacarnya,” bisik Lovina hati-hati, takut ketahuan sang dosen.

“Ganteng, tajir, cewek mana yang gak mau,” balas Serra sambil pura-pura mengambil sesuatu dalam tasnya.

Semua diam tak berani bersuara ketika sang dosen memulai kelasnya, semua materi yang disajikan memang mudah dipahami tapi yang bikin jengkel kalau kasih tugas seperti orang kerja rodi, banyak banget waktunya sedikit.

“Kelas telah selesai, selamat siang. Jangan lupa tugas dikumpul besok.” Dosen yang dijuluki Mister Killer oleh mahasiswanya itu meninggalkan ruang kelas tanpa dosa.

Sumpah serapah berhamburan di ruangan itu bersama menghilangnya Mister Killer dari pandangan mereka.

“Gimana nih? Besok dikumpul.” Serra sangat kesal dengan kesewenangan Mister Killer.

“Udah kerja tugas aja dulu, kelas berikutnya masih satu jam lagi,” kata Lovina meredakan emosi sahabatnya.

“Ya, kamu enak, pinter,” kata Serra masih kesal, Lovina tertawa melihat bibir sahabatnya serupa dengan paruh bebek.

“Tenang, entar Kinanti,” ucap Lovina, membuat bibir Serra berubah dratis dari paruh bebek terangkat seperti model iklan pasta gigi.

“Bener ya, bantuin aku,” rayu Serra, Lovina melentingkan ibu jari dan telunjuknya.

“Thankyu, kamu emang the best,” puji Serra sambil memeluk sahabatnya.

“Udah, cepat kita kerja tugas,” ajak Lovina.

Mereka berdua sibuk dengan tugas yang diberikan Mister Killer.

Apapun pekerjaan kalau langsung dikerjakan hasilnya sangat memuaskan, menunda pekerjaan berarti menumpuk kelelahan.

Sebelum kelas kedua dimulai, Serra dan Lovina sudah menyelesaikan tugas dari Mister Killer.

“Akhirnya kelar juga,” kata Lovina sambil meregangkan tubuhnya hingga terdengar gemerutuk.

Kali ini dosen yang masuk adalah dosen yang baik hati dan tidak sombong, tapi materinya seperti cerita bersambung, panjang banget. Kadang kala bikin ngantuk bahkan ada tertidur.

Benar-benar materinya mengalahkan lagu ninabobo.

Saking baiknya sampai mahasiswa banyak yang berlomba-lomba tidur dalam kelas dan dibiarkan, asal tugas tetap masuk.

Diakhir kelas selalu saja tugas dan tugas, tapi memang begitulah seninya menjadi mahasiswa.

Lovina dan Serra merapikan barang-barangnya, tugas yang diberikan dosen yang baik hati dan tidak sombong itu dikumpul minggu depan.

“Asyik!” teriak mereka ramai-ramai.

Lovina dan Sera keluar, jam menunjukkan pukul setengah satu. Perut mulai berbunyi, cacing-cacing didalam sana berdendang riang menagih jatah.

Keduanya pergi ke kantin langganan mereka, memesan makanan favorit nasi goreng spesial dengan teur mata sapi, segelas es teh manis.

“Kalau kurang manis, minumnya sambil lihat saya aja,” kata Mbak Yuni pelayan kantin percaya diri. Pelanggan memberi hadiah senyum, tawa, tepuk tangan bahkan cibiran tapi Mbak Yuni sudah biasa tak pernah diambil hati.

Kalau diperhatikan Mbak Yuni manis juga, walau usianya hampir tiga puluh tahun tapi masih terlihat seperti gadis belia. Nasibnya tak semanis wajahnya diusia muda sudah jadi janda, suaminya selingkuh dia memilih bercerai dari pada dimadu, kasihan.

Untung belum memiliki anak, kalau tidak akan berdampak buruk pada masa depan sang anak.

Lovina dan Sera yang mendengar curhatan si janda kembang itu ikut prihatin, bahkan Lovina bilang, “ Mending jomblo aja dari pada diduain.”

Pohuwato, 21 Mei 2021

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post