Nur Arifah Rory

Nur Arifah Rory,S.Pd Lahir di Malang, 27 Maret 1968 Tempat Tugas : TK Bougenville Kab. Pohuwato Gorontalo...

Selengkapnya
Navigasi Web
SEJUTA ASA YANG KELABU

SEJUTA ASA YANG KELABU

TAGUR_74

SEJUTA ASA YANG KELABU

NUR ARIFAH RORY,S.Pd

Nathan melangkah diikuti Devina dengan kebisuannya. Tatapan tajam Nathan menghunjam dua sosok yang tampak bahagia menikmati makan malam.

Rahangnya mengeras, tangan mengepal, hatinya seakan disayat sembilu.

Devina terdiam, mengikuti tatapan lelaki itu, serasa ada yang mencubit hatinya, apakah kemarahan Nathan karena gadis itu?

“Ayo, kita pergi.” Devina tersentak, ajakan Nathan membuat perhatiannya pada gadis itu buyar. Tanpa kata Devina mengikuti ajakan Nathan yang seperti sebuah perintah baginya.

Alih-alih mau cari makan di tempat lain, Nathan mala mengantar Devina pulang.

Lelaki itu benar-benar tak berperasaan, sudah tahu Devina belum makan malam. Dia tak berniat protes apapun akan lakukannya, demi menyenangkan hati lelaki dingin itu.

Gadis berambut panjang itu hanya dapat memarahi dirinya sendiri, mengapa dia begitu bodoh? Dia memiliki segalanya, banyak lelaki di luar sana mengejarnya. Tapi kenapa dia harus mengejar lelaki yang tak berperasaan itu? Menyedihkan sekali.

Devina membalikan tubuhnya setelah mobil yang dikendarai Nathan benar-benar hilang dari pandangannya. Gadis itu berjalan seperti tentara kalah perang, dia harus kuat ini baru ujian kecil, dia takkan menyerah begitu saja.

“Sudah pulang? Mana Nathan?” Devina mencium kedua pipi mamanya, berusaha untuk tetap tersenyum.

“Iya, Ma. Nathan udah pergi, katanya ada urusan,” jawab Devina sebisa mungkin memperlihatkan rona bahagia walau dalam hati ingin menangis.

“Ma, Dev ke kamar dulu, ya,” pamit gadis itu yang tak ingin berlama-lama didekat sang mama, takut terbongkar kesedihannya.

“Iya, Mama juga mau tidur, Kok,” kata mama berjalan beriringan sampai di ujung tangga mereka berpisah karena kamar Devina berada ditingkat dua.

“Papa mana?” tanya Devina karena tidak melihat papa yang biasanya pada jam begini berada di ruang keluarga menonton berita.

“Sudah tidur, katanya udah ngantuk, mungkin cape,” jawab mama sambil menguap. Devina menaiki anak tangga tanpa semangat, berkali-kali menghela nafas.

Kamarnya yang lumayan besar menjadi tempat ternyaman, karena disinilah dia bisa melakukan sesuka hati, tertawa, marah, menangis, bersungut-sungut sampai sumpah serapah bisa dikeluarkannya.

Tak ada orang yang tahu, hanya dia dan Tuhan yang tahu segalanya, dia tersenyum kecut.

***

Setelah menurunkan Devina, Nathan melajukan mobilnya hingga perjalanan yang biasanya ditempuh sepuluh menit, kini hanya tinggal lima menit.

Pikirannya kacau balau, wajah dinginnya bertambah suram. Harapanya selama ini sudah hancur, gadis yang dicarinya sudah punya pacar. Sia-sia sudah selama ini dia menjaga hatinya, bersikap tak acuh pada gadis-gadis di luar sana.

“Sial!” Nathan memukul setir, melampiaskan kemarahan yang salah kaprah. Apa haknya marah pada gadis itu? Saudara bukan, pacar juga bukan.

Sejak dia kehilangan jejak gadis itu, haknya juga ikut hilang. Tapi kenapa Nathan tidak bisa terima kalau Lovina Ramayani memiliki kekasih? Apa ini yang dinamakan ego seorang lelaki?

Nathan membuka pintu mobil lalu membantingnya keras, Pak Juki yang baru saja menutup pintu gerbang, terkejut dan sedikit takut.

“Kenapa, Mas Nathan marah-marah?’ gumamnya sambil berlari menuju pos jaga, dirinya tak ingin terkena imbasnya.

Pak Juki mengintip dari balik pos jaga, apakah ada insiden selanjutnya? Tapi tak terlihat seorangpun di sana, berarti bos mudanya itu sudah masuk rumah.

Lega rasanya, berarti dia tak perlu khawatir, akhirnya dia menonton televisi yang memang disiapkan di pos jaga agar tidak kesepian.

Tanpa mengganti baju Nathan membanting dirinya kekasur king sizenya, lalu menutup matanya dengan lengan kirinya. Dia ingin menghilangkan bayang gadis itu dalam ingatannya, tapi suara ketus gadis itu terus terngiang-ngiang, “Maaf, pacar saya menunggu.”

Setiap kali dia menutup mata bayang itu terus datang, senyum manis, tawa ceria bahkan nada ketus gadis itu silih berganti mengganggunya. Berguling kesana kemari, kantuk tak juga datang. Nathan bangun mengambil air mineral dari kulkas lalu meneguknya, lalu botolnya ditempelkan didahinya agar otaknya ikut dingin, tak masuk akal tapi itu dilakukannya.

Kembali teringat pertemuannya dengan gadis itu, entah siapa yang menabrak atau ditabrak? Ada penyesalan tersendiri dalam dirinya, mengapa dirinya tak bersikap ramah pada gadis itu? Siapa sangka kalau gadis itu adalah Lovina Ramayani yang dicarinya.

“Aku harus bagaimana?” tanyanya seperti orang bodoh.

“Aku benci gadis yang tak setia, aku benci kamu, Lovina!” teriak Nathan frustasi, untung suaranya tak mengganggu yang lainnya karena kamarnya berada diatas. Kamar adiknya juga berada dilantai yang sama, tapi Nathan tak perlu khawatir karena Nia kalau tidur seperti kerbau orang bilang kebo.

Nathan baru dapat memejamkan mata ketika jam menunjukkan angka tiga, sayup-sayup matanya mengatup dan akhirnya tertidur.

***

Dikamarnya Lovina sudah tidur dengan nyenyak, hatinya bahagia karena Fathan selalu penuh perhatian. Seperti tadi waktu mereka makan malam, lelaki itu memesan semua makanan kesukaannya. Bagi Lovina, Fathan seperti kakaknya sendiri, sudah lama dia merindukan kakak lelakinya yang sementara melanjutkan studi di luar negeri.

Perasaan Fathan berbanding terbalik dengan gadis itu, karena lelaki itu ingin tidak ingin hanya dianggap kakak tapi berharap menjadi kekasih. Fathan bertekad untuk mulai mengejar gadis itu.

Menjelang dini hari Lovina terbangun karena mimpi yang menakutkan, keningnya dipenuhi bulir-bulir keringat. Nafasnya memburu seperti habis berlari, Lovina mengedaran pandangannya takut jika dia masih berada dialam mimpi.

Lovina turun dari kasurnya, membuka pintu mengambil air hangat untuk meredakan rasa gatal ditengorokannya, akibat mimpi buruk. Dalam mimpinya dia seperti berada di air, dia berteriak minta tolong tapi tak ada satupun yang menolongnya, untung segera terbangun kalau tidak, entah apa yang terjadi?

Kembali ke kamar, Lovina hanya duduk saja tak berniat untuk tidur lagi. Masih trauma jangan sampai bermimpi lagi, dia bergidik.

Diraihnya ponsel yang dia letakan di atas tempat tidur, mengaktifkannya, membaca pesan-pesan dan video-video lucu yang dikirim di grup, senyum-senyum sendiri. Membuka pesan Serra, tadi malam tidak sempat dibacanya karena masih ada Kak Fathan.

[Gimana kencannya? Sukses?] ditambah dengan emot cinta, Lovina merengut saat melihatnya.

[Wei! Mentang-mentang sama gebetan, sombong!] Lovina masih merengut menanggapinya.

[Ya, udah, maaafin aku, ya. Gangguin kencan kalian] kali ini dengan emot sedih, Lovina tersenyum.

Ada-ada saja sahabatnya ini, sudah dibilang bahwa dia dengan Kak Fathan hanya teman, mala sengaja jodoh-jodohin. Dasar!

Lovina menguap, melirik jam dindingnya sudah hampir jam lima, kalau tidur lagi pasti bangun kesiangan, pagi ini Mister Killer masuk kelas.

Lovina menuju meja, membuka tasnya memeriksa apakah tugas dari dosen yang banyak ditakuti mahasiswa itu sudah dia masukkan atau belum.

Semua sudah siap, ditaruhnya tasnya di atas meja lalu memilih baju yang akan digunakannya sebentar. Lovina masuk kamar mandi menggosok gigi dan melakukan rutinitas pagi.

Ketika dia keluar dari kamar mandi sudah jam setengah enam, tumben mandinya kali ini cukup lama. Setelah dandan alakadarnya, Lovina bergegas sarapan agar sampai di kampus tidak lagi mampir ke kantin.

“Tumben, pagi-pagi udah siap,” kata mama melirik anak gadisnya.

“Ini pujian atau ejekan?” Lovina mala bertanya, membuat sang mama tertawa lucu.

Pohuwato, 28 Mei 2021

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Menarik sekali ceritanya Bunda. Semoga sehat dan sukses selalu

29 May
Balas

Terima kasih hadirnya Bu, salam literasi

29 May

Wauw...bgmn ya kl Fathan tau cm dianggap kakak? Keren say...lanjut...

29 May
Balas

Terima kasih sudah berkunjung say...

29 May

Hati-hati Lovina, mula-mula dianggap kakak, lama-lama pengin jadi bapaknya anak-anak loh. Keren Bu Nur ceritanya. Semoga sehat selalu.

29 May
Balas

Hehehehe... biasanya begitu, terima kasih pak hadirnya

29 May

Keren menewen. Salut dengan alur crita yang apik serasa baca novel best seller. Mantap Ibu. Salam literasi

29 May
Balas

Terima kasih pak, jadi tersanjung...salam sehat dan sukses selalu

29 May

Izin saya follow

29 May
Balas

Baik nanti follback

29 May



search

New Post