Nurfitriani

Nurfitriani Makkasau Ramli, lahir di Ujung Pandang yang sekarang lebih dikenal dengan nama Kota Makassar, Sulawesi Selatan, 19 Mei 1988. Saat ini mengajar di sa...

Selengkapnya
Navigasi Web

Bakso Mas Ochank (Tantangan Menulis Hari ke 19)

Perut selalu menggoda sepulang kami bekerja. Semua makanan yang disukai melayang layang di fikiran. Kemudian mengingat ingat isi dompet di sepanjang jalan semakin mempercepat putaran roda motor yang kami kendarai. Ayam Geprek Mas Gundul dan La Zuna pun berlalu begitu saja, seperti sekelebat bayangan di sebuah rumah kosong berhantu. Seperti ngeri sendiri dengan nominal yang ada di dompet.

Perjalanan pasutri yang bekerja di tempat yang sama, pastinya selalu indah. Tiap hari bisa sama-sama, tiap jam pasti bertatapan muka, bahkan di tanggal keramat seperti ini pun hidup kami tetap di indah indahkan. Momen tadi cukup lucu, saat squid pesanan kami datang beriringan dengan nasi. Nasi tinggal sepiring, milik Pak Haji Uding.

Kejadiannya baru kemarin. Tenda hijau itu sudah aku lihat dua hari yang lalu, saat menemani suamiku membeli ceker pedas andalannya, seketika pangsit Mas Eto tereliminasi. Pasutri itu melewati jalan pulang yang tak biasa, semua karena perut, yang tidak bisa diajak kompromi lagi. Berusaha mencari menu enak, berkuah dan murah. Kupaksa suamiku untuk mencari jejak tenda hijau, terbayang betapa banyak pelanggannya pada saat itu. Akhirnya dari kejauhan, "Bakso Mas Ochank", kami menemukanmu.

Peluh membanjiri wajah karena kepedisan, baksonya enak, gak salah milih tempat. Pas enaknya, pas duitnya juga. Suara Adzan Magrib mulai berkumandang, pasutri itu memutuskan pulang setelah menghabiskan dua mangkok bakso, tiga lontong, dua bungkus kacang goreng serta empat kerupuk.

Tepat di pinggir jalan kami memarkir si hijau, jalanan lagi ramai ramainya bahkan di samping motor ada odong-odong yang lagi stamplas, seorang anak perempuan duduk manis menikmati putaran odong-odong sembari diiringi lagu menanam jagung. Saat tengah serius memasang helm di kepala, suami menggoda, "Sssst... Sssttt... ", sambil menunjuk ke arah belakangku menggunakan alisnya. Seketika aku pun menoleh tanpa spasi, mataku tertuju pada sesuatu, "Astagfirullah Al Adziim", suara tak terkontrol, kaget.

Pastinya bukan nominal isi dompet, hanya Tuhan, aku, suami dan abang odong odong yang tahu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post