NUR HAMIDAH

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
SANG KOMANDAN GOKIL

SANG KOMANDAN GOKIL

Pelatihan literasi guru dikdas yang diselenggarakan oleh Dirjen GTK kemendikbud tanggal 3 sampai 7 April 2017 yang lalu menyisakan makna yang mendalam. Pelatihan ini diikuti oleh sekitar 200 peserta dari seluruh wilayah Indonesia. Mayoritas peserta adalah para guru berprestasi dalam berbagai bidang dan pada tahun yang berbeda pula. Beruntung sekali saya berkesempatan mengikuti pelatihan ini. Di awal pemanggilan peserta dari dirjen GTK melalui email masing-masing saya tahu bahwa ini adalah bagian dari program kemdikbud yang bekerjasama dengan Media Guru di bawah komando pak Mohammad Ihsan dan penulis kondang adik kelas saya di UNESA yaitu Eko Prasetyo. Dari seluruh peserta sekitar 25 % adalah alumni media guru termasuk saya dan empat orang lainnya, bu Rita Erwiyah, Khorun Nisa, Widyawati, dan Nur Sofia.

Dari keempat orang tersebut satu-satunya yang saya kenal adalah khoirun Nisa’. Adik kelas saya di UNESA ini adalah alumni kelas menulis opini media guru angkatan pertama. Yang lainnya saya hanya mengetahui namanya di group WA alumni kelas menulis. Sesuatu yang luar biasa meski tak mengenal mereka namun kami merasa dekat satu sama lainnya. Bu Rita Erwiyah sang kepala sekolah ini yang mengawali kebersamaan oerjalanan kami ke kota Solo. Segera setelah mendapat panggilan dengan sigap Nisa’ membuat group koordinasi keberangkatan kami. “Mbakyu aku bareng, aku belum pernah naik pesawat” kalimat pertama dari adik saya yang satu ini. Di awal diskusi kami sepakat naik pesawat. Sedangkan bu Sofi mengusulkan naik kereta api. Dalam hati saya berkata meskipun tidak pernah naik kereta api, saya kok tidak ingin karena membayangkan pasti akan lama dan menyita waktu. Belum lagi jarak stasiun kereta api gubeng sangat jauh dari rumah saya. Untungnya ada bu Rita Erwiyah, beliau langsung mengusulkan naik pesawat saja, nanti saya yang belikan tiketnya dulu. Gayung bersambut tentu saja kami langsung setuju. Setelah itu komunikasi kami di WA semakin intens meski kami belum pernah bersua.

Diantara kami berlima, bu Rita yang paling tua sehingga beliaulah yang kami anggap sebagai komandan. Saya pernah bertemu sekali dengan beliau, tapi wajahnya tentu saja sudah lupa. Di profile WA juga tidak ada foto beliau. Pagi sekali sekitar jam 03.00 saya berangkat menuju bandara, kami mengambil penerbangan pertama dari bandara Juanda Surabaya menuju bandara Adi Sumarmo Solo. Di tengah perjalanan suami saya bertanya “Apa sudah pernah tahu teman yang mau berangkat bersama?” saya pun menjawab tidak. Lha terus bagaimana? Saya pun menjawab pakai feeling saja nanti pasti ketemu. Sekitar 45 menit saya sampai di Bandara. Nisa’ yang sudah sampai terlebih dahulu ternyata sudah masuk dan melakukan chek in untuk kami. Tiba di terminal 1 B yang sudah sesak saya pun hanya berdiri melihat sekeliling. Benar-benar hanya mengandalkan feeling nampak dari kejauhan wanita berbaju merah dengan satu lagi wanita di belakangnya. Spontan saya melambaikan tangan sambil memanggil bu Rita. Ternyata betul beliau bu Rita bersama wanita yang awalnya saya kira bu Sofi, karena rencana keberangkatan kami memang ber empat dengan bu sofi dan bu Nisa.

Beberapa insiden mewarnai awal perjalanan kami, yang paling membuat pusing adalah bau sofi yang terlambat datang hingga final call menjelang keberangkatan. Bisa dikatakan ini adalah penerbangan terburuk bagi saya. Kami tidak mengalami kendala dalam chek in karena semua sudah diurus Nisa’ yang kebetulan punya adik di sana. Namun di sisi lain ada beberapa hal yang aneh buat saya. Mulai dari telat sampai di Bandara, gunting di tas bu Wida, sampai dimarahi petugas pengecek boarding pass. Awalnya saya berfikir ini hal yang wajar karena beberapa orang diantara kami baru pertama kali naik pesawat. Saya pun berfikir ini hal yang paling lucu yang pernah saya temui. Namun akhirnya lega rasanya kami bisa masuk di pesawat dengan berbagai peristiwa yang mewarnai.

Tak cukup sampai di situ, kebetulan saya duduk sebangku dengan Nisa. Lagi-lagi dia berbisik, aku sek katrok mbakyu. Saya hanya membalas kata-katanya dengan senyuman. Ternyata benar dia menunjukkan tingkah katroknya yang tidak bisa memasang dan melepas sabuk pengaman. Bisa dimaklumi bukan katrok sih “its the first time” siapa pun bisa seperti itu. Saya melihat wajahnya yang semringah menggambarkan pengalaman pertamanya naik pesawat. Dan saya pun berfikir pasti dia akan menjadikan itu sebagsi bahan tulisan. Sepanjang perjalanan kami ngobrol tentang perkembangan tulisan kami. Tak lupa kami pun ngobrol dengan bu rita dan bu sofi yang berada di posisi sederet dengan tempat duduk kami. Waktu itu hanya bu Wida yang duduknya berjauhan dengan kami.

Sekitar satu jam kami pun sampai di Solo. Hal aneh berikutnya adalah ketika bu Rita memberi komando. “Jangan turun dulu ya, kita tunggu sang pilot”. Oh my God, apa lagi ini, batinku dalam hati. Ternyata bu Rita merencanakan pembajakan terhadap pilot pesawat yang kami tumpangi. Bu Rita berniat mengajak foto dan sang pilot terlihat bahagia mengiyakan permintaan kami. Sayangnya kami agak malu dan jengkel ketika sang Pramugari dengan jaim menolak permintaan kita untuk ber wefie. Belum puas foto dengan sang pilot di dalam, kami pun melanjutkan foto dengan latar pesawat. Hal yang tak pernah saya lakukan sebelumnya, karena meski berkali-kali naik pesawat tak sedikitpun berfikir melakukan itu. Tapi bersama ibu-ibu ini saya sangat menikmati tingkah yang mungkin bagi banyak orang terlihat katrok. Namun itulah gaya gokil kami. Untungnya waktu itu bunda Rita tidak mengajak kami berteriak “Solo we are coming”. Bisa jadi itu akan menghebohkan seluruh bandara.

Kami melanjutkan perjalanan menuju hotel. Karena masih terlalu pagi kami pun memutuskan untuk naik bus sambil berkenalan dengan nuansa kota Solo. Saya merasa kali ini tidak begitu beruntung karena memilih duduk di kursi bus paking belakang. Dengan kondisi bus yang tidak terlalu bagus saya merasakan ketidak nyamanan, guncangan jalan yang kami lewati terasa mengaduk isi perut hingga terasa pusing dan mau muntah. Sekitar lima belas menit kami pun sampai di hotel. Chek in hotel baru mulai jam 10.00, sementara kami menitipkan tas dan barang yang kami bawa, tak lupa bunda Rita selalu mengomando untuk berwefie pada setiap kesempatan. Bahkan pada saat kami menyeberang jalan. Bisa dibayangkan tukang becak pun sampai tertawa melihat tingkah kami.

Kami melanjutkan perjalanan menuju hotel. Karena masih terlalu pagi kami pun memutuskan untuk naik bus sambil berkenalan dengan nuansa kota Solo. Saya merasa kali ini tidak begitu beruntung karena memilih duduk di kursi bus paking belakang. Dengan kondisi bus yang tidak terlalu bagus saya merasakan ketidak nyamanan, guncangan jalan yang kami lewati terasa mengaduk isi perut hingga terasa pusing dan mau muntah. Sekitar lima belas menit kami pun sampai di hotel. Chek in

Kami melewatkan beberapa waktu di pagi itu dengan berbelanja. Ini kali pertama saya berkunjung ke suatu tempat belum selesai kegiatan sudah berbelanja ria. Setiap waktu hampir tidak pernah terlewati dengan berfoto pose gokil. Bahkan selama mengikuti pelatihan. Kami tidak pernah mengabadikan moment pelatihan yang serius dan membosankan. Yang ada hanya moment semangat dan gokil. Sepanjang waktu yang kami habiskan hanya untuk bergokil ria. Seolah tak memperhatikan kondisi sekitar. Beberapa diantara kami termasuk bu wida dengan logat Madura yang keras kental seringkali menarik perhatian dari beberapa orang di Bandara. Entah bagaimana anggapan mereka, kami katrok ataukah gokil.

Hingga saya pun menguploud foto-foto itu di akun facebook saya. Serentak suami saya tertawa kaget. Dengan segala komentarnya karena foto-foto saya hampir menyerupai foto-foto siswa saya di facebook. Karena selama ini dia selalu menganggap hal-hal seperti itu sebagai kebiasaan aneh yang tidak mungkin saya lakukan. Saya pun berfikir itulah bagian dari keceriaan teman-teman yang juga sangat saya nikmati. Bukannya katrok, tapi gokil. Sangat jarang saya bertemu dengan orang-orang seperti ini. Kami bukan orang udik, kami berpendidikan tinggi dan terhormat. Yang terpenting adalah berani untuk gokil untuk membuat suasana menjadi penuh canda tawa. Bu Rita sang kepala sekolah ini telah menjadi komandan gokil bagi kami.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Waduh.... Aku jadi kpmandan gokil...... Ha..ha... Iya tak terima deh dgn senang hati

17 Apr
Balas

Andai banyak kasek gokil sprt bunda Rita, alangkah senengnya jadi anak buahnya

17 Apr

Wow....bu Midah oh bu midah. Pengalaman pertama ya bu....gokilnya

17 Apr
Balas

Pertama trasa aneh....

17 Apr

kok gak ada fotoku ya? apa karena aku kurang gokil?

17 Apr
Balas

Next episode paklek, jng khawatir....

17 Apr

Next episode paklek, jng khawatir....

17 Apr

Fotografer e Hiiiii

17 Apr
Balas

Hehe...mksih dek, fotomu jg ada di situ

17 Apr

Huwaaaa.Katrok e mettuuu.kepingkel pingkel baca sambil teringat lagi moment2 itu. Khusunya ketegangan seblm keberangkatan. Sofi...ooooh Sofi...

17 Apr
Balas

Harusnya bs makan enak, krn sofi....eh....sofi...

17 Apr

Nahh ini dia aku suka komandan gokil..aku suka fotonya..suka bingitss..ceritanyapun jadi lucu...dan seruu

17 Apr
Balas

Hhhh....aku ja ngakak bu Dati

17 Apr

Hmmm...pasti ketularan gokil deh saya nanti....

17 Apr
Balas

Di MG gak boleh takut jd gokil bunda. CEO sdh mengijinkan

17 Apr

Gayaku dulu tak begitu. Hhhh

17 Apr
Balas

Mbk Wida...fotomu sm mbk sofi itu konyol abis....

17 Apr

menulis bagi guru, terutama jika ditampilkan bersama di MADING akan memberi tauladan kongkrit budaya baca tulis pada siswa. Selama ini terkesan guru cenderung malas baca dan menulis , kecuali nulis raport... tiada lagi....

17 Apr
Balas

Betul....untung ada gurusiana bisa mewakili mading sekolah. Guru bisa berbagi lebih luas lagi

17 Apr

menulis bagi guru, terutama jika ditampilkan bersama di MADING akan memberi tauladan kongkrit budaya baca tulis pada siswa. Selama ini terkesan guru cenderung malas baca dan menulis , kecuali nulis raport... tiada lagi....

17 Apr
Balas



search

New Post