NUR HAMIDAH

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
TAK PERNAH MENGENAL SANG AYAH
http://diahfz.blogspot.co.id

TAK PERNAH MENGENAL SANG AYAH

Hari itu suasana kelas tidak seperti biasanya. Nampak tidak ada konsentrasi dan keseriusan pada saat mengerjakan tugas yang saya berikan. Terutama pada segerombolan anak-anak perempuan yang duduk di dua bangku terakhir dari belakang. Rupanya mereka sedang meributkan sesuatu. Begitu saya mendekat mereka langsung menyembunyikan sesuatu ke dalam kolong bangku. Beberapa ada yang memasukkan sesuatu sengaja menyembunyikannya di dalam tas. “Ada apa ini, apa yang sedang kalian ributkan?”. Tampak wajah ketakutan pada wajah mereka. Mungkin mereka berfikir kalau saya akan memarahinya karena tidak mengerjakan tugas. Padahal saya hanya ingin tahu apa yang mereka sembunyikan.

“Apa ada yang kalian sembunyikan dari ibu?”. Belum sempat anak-anak itu menjawab, tiba-tiba seorang anak laki-laki berkomentar keras. “Coklat bu, ada yang jualan coklat”. “Oh ya, siapa?” jawabku dengan suara ramah. Eka satu diantara empat siswa perempuan tadi menjawab, “saya bu, saya dititipi ibu saya untuk jual coklat buatan ibu saya”. Sambil mengeluarkan sekitar sepuluh bungkus coklat karakter yang beraneka warna. Saya melihat bentuk-bentuk coklat yang sangat lucu dan menarik. Satu siswa lagi mengatakan, “ayo bu beli coklatnya, ini kan hari valentine”. “Kalian itu sok kekinian, merayakan sesuatu yang tidak bermanfaat”. Komentarku berikutnya.

Saya pun membeli tiga bungkus coklat itu. Bukan untuk merayakan valentine tapi karena sangat menghargai usaha Eka anak didik saya yang tanpa rasa malu membawa dagangan coklatnya ke sekolah. Dari peristiwa itu saya tahu tahu bahwa ternyata Eka sering membawa makanan kecil atau gorengan untuk di jual kepada teman-temannya di kelas. Eka, seorang anak yang masih duduk di kelas tujuh sudah membantu orang tuanya. Dia tinggan di rumah kontrakan bersama dengan ibu dan kakeknya. Tiap hari ibunya yang membuat kue gorengan dan sang kakek yang menjajakannya keliling perumahan di sekitar tempat tinggalnya. Sebagian dari kue tersebut dibawa eka untuk di jual ke sekolah. Saya kagum pada mental anak seperti Eka. Umumnya anak-anak seusianya merasa malu dengan kondisi orang tuanya, namun anak ini justru dengan ikhlas membantu tanpa sedikitpun rasa malu. Saya mengamati kebiasaan itu selalu dia lakukan sampai di kelas delapan karena sesudah itu ibunya sudah beralih profesi sebagai buruh laundry dan sang kakek juga sudah meninggal dunia.

Suatu ketika kami di sekolah dikejutkan dengan seorang laki-laki yang hampir tiap hari datang ke sekolah untuk mencari Eka. Laki-laki itu bukanlah keluarganya melainkan orang yang menagih hutang yang menjadi tanggungan ibunya. Beberapa kali juga ada seorang polisi yang datang ke sekolah untuk mencari Eka. Pihak sekolah mencurigai adanya ketidak beresan tersebut dan memanggil Eka untuk mencari tahu masalah yang sebenarnya.

Menurut penjelasan Eka, bahwa laki-laki yang mencari dia itu adalah penagih hutang yang mencari ibunya. Dan pada saat itu Eka sendiri mengaku tidak mengetahui di mana ibunya. Menurutnya ibunya pergi menitipkan dia pada ayah tirinya. Sedangkan polisi yang datang ke sekolah tersebut berniat menangkap ayah tirinya karena kasus dengan istri pertamanya. Eka menceritakan tentang kasus di keluarganya secara jelas dan runtut, anak ini bercerita dengan wajah yang nampak tegar. Saya pun bertanya, lantas sekarang dengan siapa dan di mana kamu tinggal?. Dia pun menjelaskan bahwa dia tinggal di rumah orang tua ayah tirinya. Dalam hati saya berkata, sungguh pelik permasalahan yang dihadapi anak ini. Ayah tirinya berarti kan orang lain, sedangkan ayah tirinya sedang dicari-cari oleh polisi karena kasus dengan keluarga istrinya.

Kami pun pihak sekolah memikirkan hal itu, yang kami pikirkan adalah menyelamatkan Eka. Posisinya sekarang sudah kelas IX dan akan menghadapi ujian nasional. Akhirnya sekolah membebaskan segala urusan biaya. Namun kami masih memikirkan di mana anak ini harus tinggal. Pak Iqbal kepala sekolah kami menawarkan di forum rapat, barangkali diantara kami para guru ada yang bersedia menyelamatkan anak ini, bersedia menjadikan anak angkat meski hanya untuk sementara waktu saja sampai dia lulus sekolah. Jiwa kemanusiaan kami muncul, beberapa guru bersedia menawarkan diri. Oleh kepala sekolah kami ditawarkan pada Eka ia akan memilih siapa untuk tinggal. Akhirnya Eka pun memilih tinggal bersama saya.

Ketika anak ini pindah diantar oleh pakde dan budenya dari Surabaya. Dengan rasa terima kasih mereka menyerahkan keponakannya pada keluarga saya. Mulai saat itu tinggallah Eka di rumah saya. Masalah tidak selesai sampai di situ karena orang-orang yang mencari ibunya masih terus mengintai. Ketika saya tanya Eka sama sekali tidak tahu keberadaan ibunya, ayah tirinya pun tidak pernah menghubungi karena sudah masuk tahanan polisi. Namun tugas saya disini adalah melindunginya, menyelamatkannya dari ancaman putus sekolah.

Sehari-hari tinggal di rumah saya Eka pun nampak sangat bahagia. Hampir setiap hari teman-temannya main ke rumahuntuk belajar bersama. Tak nampaksedikitpun kesedihan di wajah Eka, untuk anak seusia dia, sangat pintar dan bersahaja dalam menghadapi setiap masalah. Yang sangat saya kagumi adalah dia mampu beradaptasi dengan lingkungan keluarga saya, mampu menyesuaikan diri seolah-olahkeluarga sendiri.

Saya pun bertindak sebagai ibunya, tak jarang memberi nasehat untuk bekal dia hidup kelak. Dia pun bercerita banyak hal tentang kehidupannya. “Saya sudah terbiasa dengan masalah sejak kecil bu, ibu saya mengajak saya pindah dari satu tempat ke tempat yang lain”. kata Eka. “Lalu bagaimana dengan ayahmu?” Tanya saya. Sambil mengambil sebuah kotak dia mengeluarkan sebuah foto, rupanya kotak itu berisi berbagai hal kecil tentang kenanganhidupnya. Ia pun mengambil sebuah foto dari dalam kotak. “ini ayah saya bu, tapi saya tidak pernah bertemu dengannya, saya dan ibu tidak tahu keberadaannya, ayah meninggalkanku sejak aku usia satu minggu” dengan tegar dia menceritakan itu. “meninggalkan kalian ke mana?” tanyaku heran. Sambil bercanda dia mengatakan “kalau tahu saya sudah ke sana mencarinya bu, dia orang luar jawa bu, ibu dulu mengenal di surabaya dan menikah lantas lahirlah Eka, setelah itu ditinggal”.

Cerita itu membuat saya berfikir, ternyata masalah-masalah itu yang membuat anak ini begit bersahaja. Di tengah lamunan saya Eka justru bercanda “bu kalau aku ikut acara mencari orang hilang di televisi apa aku bisa ya menemukan ayah?”. Memang kamu ingin mencari dengan cara itu? Sambil tersenyum aku menjawabnya. “dulu bu waktu masih kecil, kalau nonton tv sering berfikir seperti itu tapi ibu selalu menolak, bahkan ibu selalu marah jika saya menyimpan foto dan bertanya tentang ayah jadi sekarang sudah tidak ada keinginan seperti itu lagi”. Dia bercerita itu dengan senyuman dan tidak menunjukkan kesedihan sedikitpun. Dalam hati saya berdo’a semoga Tuhan memberikan yang terbaik untuk anak ini.

Beberapa bulan di rumah saya suasana nampak tenang, tidak ada orang yag mencari-cari Eka lagi. Hingga tibalah dia harus menempuh ujian nasioal. Inilah perjuangan yang harus dihadapi Eka harus belajar hingga menuntaskan masa-masanya di Sekolah Menengah Pertama. Kami bersyukur bahwa hasil yang diraih cukup memuaskan, sayaberfikir dia pasti bisa melanjutkan ke sekolah negeri di tempat kami. Namun pada saat terakhir acara pelepasan siswa di sekolah pakde dan budenya mohon ijin kepada saya untuk membawa pulang ke Surabaya dan melanjutkan sekolah Eka di Surabaya. Saya pun tak bisa menolak karena keluarganya yang lebih berhak atas dia. Saya pun berfikir kemungkinan besar ibunya sudah pulang dan ingin berkumpul kembali dengan putrinya.

Sekian tahun Eka tinggal bersama keluarganya, suatu ketika pada hari raya idul fitri dia berkunjung ke rumah bersama seorang wanita dan anak kecil sekitar empat tahun usianya. Wanita itu memperkenalkan diri sebagai ibu Eka dan anak kecil itu adalah adiknya. Wanita ini datang untuk berterima kasih terhadap apa yang telah saya lakukan empat tahun yang lalu terhadap putinya. Tak lupa mereka bercerita setelah melewati masalah beberapa tahun lalu ibunya resmi menikah dengan ayah tirinya yang dulu sempat bermasalah hingga lahirlah adik Eka.

Eka sudah seperti anak sendiri bagi saya, dia pun menganggap saya ibunya sendiri. sampai sekarang kami masih sering berhubungan lewat telepon dan media sosial. Hari raya berikutnya dia datang dengan seorang laki-laki yang mengaku pacarnya. Saya pun menasehati supaya Eka fokus membahagiakan orang tuanya dulu. Apalagi sekarang dia adalah tulang punggung keluarga, ayahnya kembali meninggalkan ibunya dengan istri pertamanya. Sekarang Eka pun harus bekerja menghidupi ibu dan adiknya yang masih kecil. Nasib atau apakah ini, gadis ini selalu jauh dengan kebahagiaan. Keluarganya selalu menghadapi berbagai permasalahan. Namun sebesar apapun permasalahan itu, seperti biasa Eka yang saya kenal dari kecil hingga sekarang selalu tegar dan bersahaja dalam menghadapi masalah hidupnya. Tuhan pasti menyembunyikan kebahagiaan itu hingga saat yang sangat tepat Tuhan akan memberikan hadiah itu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post