NUR HAMIDAH

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
TUHAN LEBIH MENYAYANGIMU

TUHAN LEBIH MENYAYANGIMU

“Hasil swabku positif, tapi jangan hawatir aku yakin akan baik-baik saja”. Kalimat pertama yang bisa aku lontarkan pada kakak, adik dan temanku setelah hasil swabkku dinyatakan positif hari Sabtu tanggal 17 Juli 2021. Setelah semalaman aku tak bisa tidur karena merasa panas badan yang cukup tinggi disertai dengan batuk, sakit tenggorokan dan ruas-ruas persendian terasa pegal dan sekujur tubuh ini menahan sakit luar biasa.

Sekitar lima puluh orang lebih menampakkan kecemasannaya seperti halnya aku, menunggu hasil positif atau negatif dari paparan virus yang sangat ditakuti. Nampak dua garis merah pada alat tes yang bertuliskan namaku. Aku siap dinyatakan positif dengan kondisi tubuhku waktu itu. “Hasil swab ibu positif, apa ibu merasakan badan panas?” tanya perawat waktu itu. “Saya merasakan semua mbak, panas, batuk dan badan terasa sakit semua”. Hampir semua Rumah Sakit penuh pasien covid 19 jadi perawat menyarankan untuk melakukan isolasi mandiri, namun tetap berjaga-jaga jika sewaktu-waktu kondisiku semakin memburuk.

Sekilas terlihat kepanikan di wajah suamiku kaget tentu saja takut. Aku tetap berusaha tenang meyakinkannya kalau semua baik-baik saja. Aku hanya butuh istirahat, makan yang banyak, dan minum obat. “makan...makan...makan...”. Kondisi ini menimbulkan kepanikan keluarga, terutama adikku. “Jangan sakit neng, aku gak mau sampean sakit, aku belum bisa pulang karena aku juga lagi batuk pilek”, Suara adikku sambil merengek menahan tangis. Tiga hari yang lalu kami berkumpul di acara makan-makan keluarga. Sekarang dia dan suaminya sedang batuk pilek juga.

Sehari dua hari badan ini masih terasa kuat meski mulai kehilangan indra perasa dan penciuman. Obat pereda panas, anti virus dan segala ramuan sudah kuminum. Rutinitas berjemur, olah raga ringan tak kutinggalkan. Berdiam di rumah dan membatasi interaksi dengan orang lain. Suami dan kakakku adalah dokter dan perawatku saat itu. Interaksi dengan adik hanya lewat wa dan video call, saling memberi kabar bertukar keluhan yang kami rasa. Hari ke lima kondisiku semakin lemah, saturasi oksigen menurun hingga 75, batuk dengan rasa mencekik dada dan tenggorokan terasa semakin menyiksa. Tubuh ini semakin lemah, untuk berjalan ke belakang saja sudah gemetar ngos-ngosan, dua hari aku memilih sholat dengan duduk. Berita kenaikan kasus covid di berbagai media semakin mengguncang jiwa. Anganku melambung antara sembuh atau berakhir dengan kematian.

Kondisi yang sama dialami oleh adikku, hasil tes menunjukkan ia positif juga. keadaannya ternyata lebih parah, menahan sesak dan batuk berat. Komorbid kanker kelenjar tiroid membuat kondisinya semakin buruk. Secara medis tubuhnya sudah tidak bisa memproduksi hormon tiroid, auto imun melarangnya untuk melakukan vaksin.

Kupasrahkan semua padamu ya Allah. Aku merasakan ketakutannya melewati semua. Tiap kali mendengar keluhannya hati ini tercabik-cabik hingga lupa akan sakitku sendiri, selalu kuyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. “Ayo dek kita berjuang bersama melawan virus ini, kamu tidak sendiri ayo semangat lawan penyakit ini”.

Hari itu saturasinya menurun menjadi 45 nafasnya tersengal, tepaksa harus dilarikan ke rumah sakit. “Neng sudah sembuh, sekarang sampean harus berjuang sendiri disana, yakin sembuh jangan khawatir kita pasti bisa melawannya” bisikku perlahan, kuamati sorot matanya menatapku begitu tajam. Kamu perempuan muda yang kuat sudah sanggup melewati dua kali operasi kanker, kali ini pasti bisa. Semalam di UGD kondisinya membaik namun tetap harus melakukan isolasi. Degan berat hati kami percayakan semua pada dokter, selalu yakin dia akan mendapat pertolongan yang terbaik.

Isolasi mandiriku belum berakhir namun harus menerima kenyataan menyakitkan saat perawat RS mengabarkan bahwa segala upaya telah dilakukan, namun saturasi adik menurun di angka 43 dan tak tertolong lagi. Tangisan histeris ibuku membuat tubuh ini lunglai tak berdaya. Penyesalan yang begitu dalam membiarkan dia berjuang sendiri melawan sakit, sorot mata itu untuk terakhir kalinya tak pernah terlupakan. Hanya 32 tahun kita bersama. “Meskipun terasa sakit, neng ikhlas karena Allah lebih sayang padamu”.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Perjuangan luar biasa! Melawan sakit. Turut berduka. Moga skrg pada sehat Bu!

02 Sep
Balas

Perjuangan luar biasa! Melawan sakit. Turut berduka. Moga skrg pada sehat Bu!

02 Sep
Balas

Semoga semuanya kembali sehat bunda. Tulisan yang keren. Salam kenal, salam literasi. Izin follow ya

22 Dec
Balas

Alhamdulillah karya yang luar biasa, Barokallah Bu Nur Hamidah

26 Jul
Balas

Mantap cerpennya bun. Salam.

07 Sep
Balas

semoga selalu sehat. dan Ikut berduka cita

01 Sep
Balas

Cerpen yang indah. Sukses selalu sahabat Mari SKSS

06 Sep
Balas

Kepanikan terjadi saat covid awal melanda. Smoga baik-baik ya Bund. Slam sehat dan salam literais

17 Nov
Balas

Kepanikan terjadi saat covid awal melanda. Smoga baik-baik ya Bund. Slam sehat dan salam literais

17 Nov
Balas

mantap keren cadas... kisah keren menewen... salam literasi sehat sukses selalu bunda Nur Hamidah bersama keluarga tercinta

06 Sep
Balas



search

New Post