Teman di Atas Kertas

Tidak pernah bermimpi apalagi minta untuk di mutase, karena saya sudah merasa nyaman di sekolah yang lama. Dua belas tahun enam bulan bukanlah waktu yang singkat untuk membangun sebuah hubungan kekeluargaan dengan sesame teman. Namun apa hendak dikata, saya harus patuh kepada peraturan dan atasan, tidak boleh menolak ketika harus dimutasi. Alasannya sangat simple, untuk penyegaran dan pemerataan.

Tanggal 4 Januari 2021 saya menerima SK mutasi. Meskipun berat hati, saya harus ikhlas menerima. Tempatku yang baru letaknya di tengah pesawahan dan menghadap tepat ke pemakaman umum. Jauh dari pusat keramaian, dan pusat pemerintahan. Seminggu setelah menerima SK Mutasi, saya mulai mengajar di sana. Doa saya, semoga ini adalah takdir terindah yang Allah berikan agar dapat menjadi guru yang lebih baik lagi, Aamiin.

Awal bergabung di tempat baru, saya sudah merasakan ada ganjalan dan ketidaknyamanan. Hal ini dikarenakan ada salah seorang guru yang merasa terusik sejak saya di sana. Hari-hari kami lalui tanpa tegur sapa apalagi canda tawa bersama. Kini sudah dua tahun saya disini, pertemanan kami hanya ada di kertas, bukan di dunia nyata. Setiap kali bertemu dengan saya dia selalu menghindar. Jika sedang kumpul bersama teman-teman tiba-tiba saya datang, maka dia langsung pergi, kecuali dalam suasana terdesak. Bila istirahat tiba, dia tidak pernah berada di ruang guru, tetapi sengaja mencari ruangan sendiri. Kondisi ini membuat saya merasa gerah dan tertekan. Teman-teman pun tahu situasi yang kami hadapi, namun mereka tidak berani memberikan solusi.

Meski berat, saya harus terus mejalankan kewajiban sebagai seorang guru tanpa harus merasa terusik dengan masalah ini. Saya berusaha tenang, sabar, dan tidak berbuat yang memancing konflik. Situasi ini saya jadikan sebagai cambuk untuk lebih professional dan membuat prestasi. Alhamdulillah, semua terbukti meskipun dia tidak mau peduli. Entah sampai kapan hubungan toxic ini, karena saya adalah sahabat baik mantan istrinya yang pernah tersakiti.