Nurhayati

Lahir di Desa Buniseuri kecamatan Cipaku Kab.Ciamis Sekolah SDN SUKAMAJU Cijoho MTsN Buniseuri SPGN Probolinggo IKIP PGRI UT PGSD Menulis untu...

Selengkapnya
Navigasi Web
Merajut Asa di Ujung Senja

Merajut Asa di Ujung Senja

Bismillahirrahmanirrahim,

#Hari ke-37

#cerpen

Merajut Asa di Ujung Senja ( 14 )

Baik Kemal maupun May seakan mendapatkan petnjuk dari sang Maha Kuasa. Setelah berbulan-bulan bermunajat kepada Allah memohon petunjuk. Kemal merasa mantap untuk meminang May. Sementara May pun demikian. Dia merasa tak memiliki pilihan lain. Terlebih Bu Panti terus menerus memberinya motivasi, harapan dan dorongan. Meyakinkannya bahwa Kemal pria terbaik dan lain-lain. Akhirnya May luluh dia menyetujui perjodohannya dengan Kemal.

Tak seperti biasanya, udara terasa gerah. Langit malam itu begitu cerah. Bintang gemintang bertaburan bak hamparan mutiara yang indah. Sementara bulan sabit tersenyum manis di awal Zulhijjah. Setelah menidurkan Adel, May beranjak menuju ke biliknya. Berniat menutup tirai, dia tertegun menatap langit dari jendela panti. "Subhanallah, indahnya langit malam ini..." gumamnya.

"Lebih indah jika orang yang mencintai ada disisimu, Nak", tetiba saja Bu Panti sudah berdiri di belakangnya sambil tersenyum lembut.

"Haruskah Bunda?" Ucap May datar.

Bu Panti memegang tangan May, "Nak, Bunda cuma mau mengingatkan, lusa keluarga Nak Kemal akan datang meminang, Bunda harap kamu telah bersiap-siap", Bu Panti memandang lembut.

"Sinih, ini belum begitu larut, Bunda ingin berbicara sebentar", Bu Panti mengajak May duduk di sisi tempat tidur sederhana di bilik itu. May tak membantah, diapun duduk di sebelah Bu Panti. May berkata,

"Bunda, sekarang masuk bulan Zulhijjah, saya akan puasa sampai Idul Adha". Bu Panti tersenyum menghadap ke arah May, " Nak, kamu sering sekali berpuasa sunnah, lihat tubuhmu kurus kering begini" Bu Panti memegang tangan May.

" Boleh kan Bun?" May tak menghiraukan perkataan Bu Panti. "Iyaaa silahkan saja, tapi kalau sudah bersuami harus seijin suami kalau mau puasa sunnah".

"Oh ya? Kalau gitu, kita jadi tidak bebas untuk beribadahnya Bun?" Bu Panti kembali tersenyum,

"Nak, apapun yang dilakukan seorang istri untuk suaminya bernilai ibadah...

Dari mulai bangun tidur, memasak, mencuci, membuatkan minuman untuk suami tanpa diminta semuanya bernilai pahala. Kamu tersenyum saja buat suamimu itu ibadah, apalagi kamu bersolek untuknya".

"Benarkah Bun?"

"Apalagi jika seorang istri mengandung anak suaminya, para malaikat selalu menjaganya, bahkan saat melahirkan dan menyusui itu setara dengan jihad. Jangan kaukira dengan menikah tak ada kesempatan untuk beribadah..", Bu Panti menghela napas. "Tapi semua itu harus dilakukan dengan penuh keikhlasan, tanpa mengeluh, InsyaAllah surga menantimu". Bu Panti memberikan nasihat. Tiba-tiba May memeluk Bu Panti. " Tapi Bun, saya tidak ingin meninggalkan Bunda..."

"Tidak Nak, kamu berhak bahagia, kamu masih begitu muda, ustadz Kemal berpendidikan tinggi, dia akan membimbingmu dalam urusan agama, percayalah, Nak" Tangan Bu Panti membelai lembut. Dia melepaskan pelukan May dengan lembut, "Jadi persiapkan dirimu Nak, besok siang kita belanja untuk keperluan pernikahanmu ya?" May tak segera menjawab, Bu Panti gusar.

"Bunda, saya tidak butuh apa-apa, cukup busana yang ada saja..."

" Nak, semua baju dan jilbabmu warnanya hitam belilah warna yang cerah ..."

"Gak apa-apa Bun May lebih nyaman pakainya. May gak pede kalau pakai warna cerah"

"Masya Allah Nak ..." Bu Panti hanya geleng-geleng kepala.

" Nak, Kamu begitu cantik, begitu sempurna sebagai seorang gadis, begitu shalihah... sungguh beruntung lelaki yang mempersuntingmu"

" Bun, yang ada lelaki malang yang mau nikahin May."

"Sudah, cepat tidur biar besok seger bangunnya", Bu Panti berdiri.

" Yah Bun saya masih harus witir dulu sebentar"

"Baiklah..." Bu Panti beranjak ke luar.

Hari yang ditentukan pun tiba. Keluarga Pak Harun tiba di panti sekitar pukul sembilan pagi. Terkecuali Abdel suami Aisyah yang sedang ada tugas ke luar kota dari kampus tempatnya mengajar. Pak Harun mengenakan kemeja batik warna coklat tampak berwibawa, senada dengan kain yang dikenakan Bu Is dengan atasan coklat muda. Sedangkan Kemal tampak gagah dengan kemeja warna biru muda dengan celana panjang biru dongker. Dan Aisyah tampil manis dengan gamis biru kembang-kembang putih berbahan satin yang lembut dengan jilbab warna senada. Bu Hamidah menyambut mereka dengan senyum hangat didampingi Pak Mahmud dan dua orang asisten Bu Panti yang lain. Mata Kemal jelalatan mencari-cari. Tapi...ah lagi-lagi tak ditemukannya yang dia cari. Aisyah menjawil lengan kakaknya. Beberapa kotak hadiah dibagikan kepada anak-anak panti. Sedangkan beberapa kotak yang lain bingkisan lamaran khusus untuk May. Seluruh anak panti menyalami keluarga Pak Harun sambil mengucapkan terima kasih. Kemudian mereka diarahkan untuk bermain di halaman belakang. Setelah beramah tamah sebentar, perbincangan antar keluarga calon besan pun dimulai.

"Mbak, panggilkan May..." Ujar Bu Panti kepada Mbak Riska asistennya. Tanpa menjawab Mbak Riska masuk dan sebentar kemudian keluar lagi bersama May, yang tetap dengan gamis dan jilbab panjang serta niqab hitamnya. May segera menyalami kedua calon mertuanya dan memeluk Aisyah. Dan ketika sampai di hadapan Kemal yang tak lepas menatapnya, dia segera mengatupkan kedua tangannya tanda memberi salam. Kemal membalasnya dengan mengangguk dan tersenyum. Duuh ... debar di dada Kemal tak menentu. Lentik bulu mata May saja yang dilihatnya sekilas. Kemudian May duduk di samping Bu Panti.

Diawali dengan dehem kecil Pak Harun berkata, "Baiklah Bu Besan sekeluarga .... saya tidak akan berbasa-basi lagi, jadi kami datang kali ini dengan maksud meminang May untuk anak sulung kami Muhammad Kemal. Sudilah kiranya Ibu menerimanya." Kemudian perbincangan pun berlanjut, lancar. Bu Hamidah menerima dengan segala senang hati. Sementara May hanya menunduk dan sesekali mengangguk. Telah diputuskan pernikahan akan dilaksanakan tanggal dua puluh Zulhijjah. Kemal yang sesekali mencuri pandang ke arah May tak luput dari perhatian Aisyah adiknya. Dan itu mengundang senyum jahil Aisyah. Ketika dirasa semua sudah cukup Bu Panti mempersilakan tamunya untuk mencicipi hidangan. Saat itu kelucuan terjadi. Ternyata semua tamu dan tuan rumah sedang berpuasa sunnah tarwiyah tanggal delapan Zulhijjah. Masya Allah. Akhirnya semua hidangan dibungkus dipersilahkan dibawa pulang untuk berbuka di rumah.

Bersambung

Wringinagung,31 Juli 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

makin seru bu ceritanya... tetap semangat dan sukses selalu Bu

01 Aug
Balas

Terimakasih pak

01 Aug

bagus ceritanya bun, dtunggu lanjutannya slm literasi

31 Jul
Balas

Terimakasih bund salam

01 Aug

Keren bu. Tuan tuan rumahnya menyiapkan makanan ternyata tamunya berpuasa. Rejekinya tamu dgn nasi di bungkus lalu bw pulang.

01 Aug
Balas



search

New Post