Nurhayati, S.Ag.

NURHAYATI. Nama tanpa spasi yang ayahku berikan saat kelahiranku di sebuah desa Kabupaten Magelang tahun 1975 silam. sebuah nama yang mengantarku menjadi salah ...

Selengkapnya
Navigasi Web
SEPEDA ONTEL AYAH

SEPEDA ONTEL AYAH

SEPEDA ONTEL AYAH

===================

“Jangan bawa sepeda ayahku!” jerit adiku melengking.

“Pak De pinjam sebentar ya Nang, nanti Pak De belikan permen pelangi ya, cah ganteng,” ujar Pak De merayu.

Seketika dahi adiku mengernyit dan terdiam sesaat, kedua lengan mungilnya masih kokoh memegang sepeda ontel ayahku, posesive.

“Tapi tidak boleh lama-lama, permennya dua!” masih dengan suara sedikit melengking.

“Iya, Pak De janji ngga lama-lama, bahkan Pak De akan belikan permenya lebih supaya nanti Danang bisa bagi-bagi sama Dek Fara,” Pak De tersenyum dan mengacak rambut adiku gemas.

Pak De Sam memang sering meminjam sepeda ontel ayahku untuk mengantar keranjang buatanya untuk disetor ke pengepul. Keadaan ekonomi yang sedikit sulit tidak memungkinkan Pak De Sam membeli sendiri sepeda ontel. Padahal sepeda ontel ayah juga hanya seminggu sekali berada dirumah, karena setiap senin pagi hingga jum’at petang sepeda ontel itu selalu dibawa ayah ke tempat tugasnya sebagai guru tetap di sebuah sekolah dasar yang letaknya cukup jauh jika ditempuh dari tempat tinggal kami. Ayah hanya pulang setiap Jum’at petang dan menginap tiga malam, kemudian pada senin pagi akan berangkat kembali menuju sekolah tempatnya bertugas.

Menjelang aku masuk Sekolah Menengah Pertama, ayah dan ibuku sedikit gusar memikirkan kelanjutan sekolahku. Letak desa tempat tinggalku yang jauh dari sekolah lanjutan menjadi kendalanya. Akhirnya dengan berat hati ayah dan ibuku merelakan aku melanjutkan sekolah ke sekolah lanjutan swasta yang dikeloloa oleh salah satu teman ayah, namanya Pak Mali. Sekaligus menitipkan aku untuk bisa tinggal dirumahnya selama menempuh masa sekolah menengah.

Tiba saat waktu masuk sekolah tahun pelajaran baru, ayah mengantarku ke tempat tinggal Pak Mali, sekalian untuk mendaftar masuk sekolah lanjutan di sekolahnya. Ayah mengantarku dengan sepeda ontelnya, didudukan aku diboncengan dengan sebuah tas ukuran sedang berisi pakaianku yang tidak seberapa. Perjalanan dari desaku menuju rumah pak Mali memakan waktu kurang lebih dua setengah jam. Sepanjang jalan bunyi derit rantai sepeda seperti bersahutan dengan obrolan ayah disepanjang perjalanan.

“Nanti suatu saat kamu akan mengingat perjalanan kita ini mbak, sepeda ini juga pasti akan selalu kamu ingat, hehe,” ujar ayah diselingi sedikit tawa kecil. Ayah memang selalu memanggilku dengan sebutan mbak untuk mengajari adik-adiku memanggil dengan sebutan yang sama. Kupandangi punggung ayah yang tertutup kaus sudah basah oleh keringat, terus mengayuh sepeda ontelnya tanpa lelah.

Sejak saat itu, setiap dua minggu sekali ayah akan pulang pergi menjemput dan mengantarku pulang kerumah dan kembali lagi ke rumah Pak Mali. Selama tiga tahun melanjutkan sekolah di sekolah lanjutan, sepeda ontel ayah terus setia menemani ayah menuju tempatnya mengajar dan menjemputku pulang. Benar kata ayah, aku akan selalu mengingat sepeda ontel itu. Kendaraan sederhana tanpa polusi, penuh arti bagi kami yang sedikit kesulitan ekonomi.

Penulis Nurhayati

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ayo terus tambah tulisannya say

18 Jun
Balas



search

New Post