Motivasi Menjadi Guru
Tagur 18
Motivasi Menjadi Guru
Saat ditanya apa motivasi menjadi guru?, awalnya aku bingung menjawabnya. Semoga jawabannya bisa ditemukan dalam goresan berikut ini. Selamat membaca! Semoga setiap susunan aksara di dalamnya meninggalkan jejak bermanfaat.
Menjadi guru bukanlah cita-cita utamaku. Sejak duduk di bangku SMA aku jatuh cinta pada dunia literasi. Motivasi awalnya karena berhasil meraih peringkat satu pada Lomba Menulis Cerita Rakyat tingkat SLTA se-Kabupaten Rokan Hulu.
“Kamu hebat nak! Kamu berbakat menjadi penulis. Asah terus bakat antum ya!”pesan Pak Abdul Rahim, guru bahasaku.
Kata pujian dari sang guru kala itu masih terus terngiang dan menjadi motivasi. Aku bertekad dalam hati akan mewujudkan impianku menjadi penulis. Tamat SMA, aku harus melanjutkan studi. Aku memilih kuliah di Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Padang. Berkat pertolongan dan kemudahan dari-Nya serta doa dari orang-orang tercinta, aku berhasil menyelesaikan studi Strata 1 dengan nilai memuaskan.
Keluar dari kampus, aku langsung mendapat tawaran bekerja di sebuah media massa yang berkembang di Pekanbaru sebagai Reporter. Baru setahun berpetualang menjadi seorang wartawan idealis, aku mulai ragu dengan profesi yang aku tekuni. Ternyata untuk menjadi seorang wartawan idealis seperti yang aku geluti saat di kampus, sungguh jauh berbeda. Manusia boleh berencana, namun rencana Allah lebih indah.
Hati kecilku memberontak. Sejujurnya, aku mulai tidak nyaman dengan profesiku saat itu. Akhirnya aku memutuskan resign. Tak lama, aku mendapat tawaran dari seorang ustadz menjadi seorang pendidik di sebuah Sekolah Islam swasta yang terletak di Jalan Putra Panca Pekanbaru. Bunayya namanya.
Awalnya aku ragu dengan tawaran itu karena basicku bukanlah seorang tenaga pendidik. Namun sang ustadz yang baik hati itu meyakinkan bahwa aku bisa. Berbekal suara yang lantang, aku dinyatakan lulus tes micro teaching. Tibalah saatnya tes wawancara. Aku dipersilakan masuk ke sebuah ruangan yang di dalamnya sudah menunggu seorang ustadz paruh baya. Beliau menjabat sebagai Ketua Bidang Kurikulum Yayasan IMT.
Jujur, aku khawatir sebelum masuk ke ruangan ini. Cemas tak bisa menjawab pertanyaan yang nantinya dilontarkan kepadaku. Bismillah, aku beranikan diri tetap maju. (seperti mau maju ke medan perang aja, hehe).
“Siapa namanya?,” pertanyaan pertama berhasil kujawab dengan mantap.
“Di mana kampung?,” Tanya Ustadz lagi.
“Pasir Pengaraian ustadz, Rohul,” jawabku menenangkan gemuruh di dada.
“Masya Allah, kalau gitu sekampung kita. Ana juga orang Pasir,”jawab sang Ustad mulai ramah.
Singkat cerita, proses wawancara terus dilanjutkan. Namun rasa cemas di hati mulai sirna karena merasa sedikit aman ( hehe). Masih terekam jelas diingatan ini, ungkapan penuh makna dari sang ustadz.
“Ana dulu juga tidak pernah bercita-cita menjadi seorang guru. Tapi latar belakang keluarga ana banyak yang guru. Awalnya ana merasa terpaksa. Namun, ketika kaki ini sudah melangkah, pantang surut ke belakang. Tak ada kata terlambat untuk belajar. Mengajar dan terus belajar. Bagi yang merasa salah jurusan. Itu artinya ia tersesat. Namun, bersyukur tersesatnya di jalan yang benar.”jelas Sang Ustadz penuh semangat.
Sejak hari itu, Motivasiku menjadi guru mulai tumbuh dan terus tumbuh hingga hari ini. Aku bertekad akan selalu menjadi guru, mengajar dan terus belajar.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar