Bu Jarwo Batal Kondangan
Hari Kamis Pahing, Bu Jarwo mendapat undangan dari kerabatnya yang sedang punya hajatan ngundhuh mantu (membawa pengantin wanita ke rumah pengantin pria setelah acara ijab qobul). Pahing, adalah salah satu nama pasaran. Di daerah Jawa, hari-hari dibagi menjadi 5 pasaran yaitu Pon, Wage, Kliwon, Legi dan Pahing.
Setiap pasar memiliki hari pasarannya masing-masing. Pada hari pasaran tersebut, biasanya pasar lebih ramai dari hari-hari biasa. Pada hari itu, biasanya dijual hewan-hewan ternak dan juga sepeda bekas yang tidak dijual pada hari-hari biasa.
Sejak pagi, Bu Jarwo sudah duduk di depan cermin. Mulai merias wajah dengan make up yang dimilikinya. Sambil duduk di bibir ranjang, Pak Jarwo terus memperhatikan gerak-gerik istrinya. Mulai dari memakai pelembab, alas bedak, bedak, menggambar alis, memakai pemerah pipi dan memakai lipstick. Setelah selesai memakai make up, Bu Jarwo mengambil bulu mata palsu dalam kotak riasnya.
"Mau dipasang apa lagi to Bune?" tanya Pak Jarwo sambil mendekati istrinya.
"Ini lho Pak. Mau tak pasang bulu mata palsu," jawab Bu Jarwo sambil menunjukkan bulu mata palsu yang dipegangnya.
"Ealaaah. Lha terus ben opo to Bune, kok pakai bulu mata palsu segala?" tanya Pak Jarwo sambil menatap istrinya lewat cermin.
"Weee... yo biar tambah cuantik to Pak," jawab Bu Jarwo sambil membuka bungkus bulu mata palsunya.
"Nggak pakai bulu mata palsu juga sudah cantik kok Bune," kata Pak Jarwo sambil menyentil dagu istrinya mesra.
"Ya kurang to Pak. Nanti kalau diminta foto sama pengantin, biar ndak kalah cantik," jawab Bu Jarwo sambil tersenyum manja.
"Yo wes. Ndang cepet. Bapak tunggu di luar ya," kata Pak Jarwo kemudian meninggalkan istrinya.
"Iya Pak. Sebentar lagi Ibuk selesai," jawab Bu Jarwo sambil memasang bulu mata palsu di matanya.
Sembari menunggu istrinya berdandan, Pak Jarwo duduk di tepi kolam sambil melihat ikan-ikan kesayangannya.
"Ayo Pak, kita berangkat," kata Bu Jarwo sambil mengenakan sandal yang diletakkannya di depan pintu.
"MasyaAllah. Cantiknya istriku," jawab Pak Jarwo sambil mengamati istrinya dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Bu Jarwo memakai kebaya berwarna kuning keemasan dengan bawahan kain sarung berwarna coklat muda. Tak lupa sanggul besar menghiasi bagian kepala.
"Wes lah Pak. Gak usah ngrayu-ngrayu. Ayo kita berangkat, nanti keburu siang," kata Bu Jarwo sambil berjalan ke halaman.
Pak Jarwo mengambil helm, memakainya lalu naik ke motor dan menyalakannya.
"Ayo Bune," ajaknya.
Bu Jarwo segera naik ke boncengan, berpegangan pada pinggang suaminya, siap untuk berangkat.
"Sebentar Bune," kata Pak Jarwo.
"Ada apa lagi to Paaak?" tanya Bu Jarwo.
"Lha itu. Ibuk belum pakai helm. Nanti disemprit sama Pak Polisi lho," kata Pak Jarwo sambil tersenyum menggoda.
"Wealaaah, Bapak iki piye to? Lha wong Ibuk pakai konde kayak gini kok. Trus pakai helmnya bagaimana?" jawab Bu Jarwo dengan suara nyaring.
"O iya, ya," kata Pak Jarwo sambil tertawa.
"O iya, o iya. Wes ayo berangkat. Selak awan iki lho," ajak Bu Jarwo sambil memanyunkan bibirnya.
"Lha nanti kalau disemprit Pak Polisi bagaimana?" tanya Pak Jarwo.
"Nggak akan ada polisi suamiku sayaaang. Hari ini kan tanggal merah," jawab Bu Jarwo mulai kesal.
Pak Jarwo hanya terkekeh menanggapi kemarahan istrinya. Lalu menyalakan motor dan menjalankannya pelan menuju ke tempat kerabatnya.
Hari ini, jalanan sangat ramai karena bertepatan dengan hari pasaran di pasar dekat rumah Bu Jarwo. Beberapa truk bermuatan sapi menyalip Pak Jarwo. Tepat di perempatan jalan, lampu menyala merah. Truk itu berhenti. Pak Jarwo juga berhenti tepat di samping truk bermuatan sapi yang tadi menyalipnya. Tiba-tiba saja...
"Kracak.....kracak....kracak.....".
"Astaghfirullohal 'adziim. Piye to iki Paaak?" Bu Jarwo berteriak histeris lalu turun dari boncengan.
Beberapa pengendara yang ada di belakang Bu Jarwo menahan tawa. Ingin tertawa tapi takut dosa. Salah satu sapi yang berada di atas truk tiba-tiba saja mengeluarkan cairan dengan aroma spesial. Tanpa bisa menghindar, tubuh Bu Jarwo basah oleh cairan spesial itu.
"Dasar sapi nggak tau diri. Pipis sembarangan," umpatnya dengan nada marah.
"Trus piye iki Bune?" tanya Pak Jarwo sambil memandang istrinya yang basah kuyup.
"Piye apane? Ya pulang. Masak mau kondangan dengan aroma menyengat kayak gini," jawab Bu Jarwo marah sambil naik ke boncengan suaminya.
"Yowes. ayo kita pulang," kata Pak Jarwo lalu memutar motornya dan kembali pulang ke rumah.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi
Terimakasih Bapak. salam literasi