NUR IMAMAH DWIYANTI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Duka Kembali Menyapa

Duka Kembali Menyapa

Gendhis duduk di samping makam Prety. Tatapan matanya kosong. Memandang pada gundukan tanah yang masih basah, bertaburkan bunga mawar dan kenanga. Mungkin ia teringat masa-masa indah bersama Prety, kucing kesayangannya. Air mata berlinang membasahi pipinya. Gendhis memang sangat menyayangi Prety. Setiap hari mereka selalu bersama. Prety sering tertidur lelap dalam pelukan Gendhis. Gendhispun sering berbagi makanan dengan Pretty. Menyuapinya dengan makanan yang dibawanya. Kadang telur, roti atau bahkan pentol.

"Meooong.....meooong.....," terdengar suara Prety mengeong keras dari luar.

Bu Jarwo membuka pintu, mengeluarkan motor merahnya. Disusul Gendhis yang mengeluarkan sepeda mini karena akan berangkat mengaji. Gendhis belum menyadari apa yang sedang terjadi pada Pretty.

"Ibuk, lihat. Pretty lucu sekali," katanya sambil tertawa.

"Bukan lucu Nduk. Sepertinya Pretty sedang kesakitan," jawab Bu Jarwo sambil menjagang motornya lalu berjalan mendekati Pretty.

"Kamu kenapa?" tanya Bu Jarwo pada Pretty sambil mengelus tubuhnya.

"Meooong.....Meooong," suara Pretty sangat keras seolah meminta tolong.

Manis datang mengendus tubuh Pretty. Dia menjilat kepala Pretty, seolah ikut merasakan apa yang dirasakan oleh saudara kembarnya. Bu Jarwo masih mengelus tubuh Pretty sambil mengamati barangkali ada luka di tubuhnya. Namun tak ditemukan luka sedikitpun pada tubuh Pretty. Bu Jarwo mengangkat tubuh Pretty, memindahkannya, siapa tahu Pretty bisa berdiri. Namun tubuh Pretty sangat lemah. Dia merebahkan tubuhnya di samping kolam depan rumah.

"Meoong...meooong," teriak Pretty sambil menatap Bu Jarwo dengan pandangan sayu.

"Nduk. Ambilkan kandang. Sementara, biar Pretty beristirahat di kandang dulu. Kasihan dia," kata Bu Jarwo.

Gendhis berlari ke dalam menambil kandang, lalu memberikannya pada ibunya.

"Buka pintunya Nduk. Terus itu...pasang kainnya untuk alas, biar Pretty tidak kedinginan," kata Bu Jarwo.

Gendhis membuka pintu kandang, lalu memasang kain untuk alas Pretty. Setelah kandang siap, Bu Jarwopun memasukkan Pretty ke dalam kandangnya.

"Kamu istirahat di sini dulu ya," kata Bu Jarwo pada Pretty.

"Wes Nduk. Sana kamu berangkat mengaji. Biar Pretty Ibuk yang urus," kata Bu Jarwo.

"Iya Buk. Gendhis berangkat dulu" jawab Gendhis sambil mencium tangan ibunya.

"Iya. Hati-hati di jalan," kata Bu Jarwo kemudian membawa Pretty masuk ke rumah.

Bu Jarwo meletakkan Pretty di dapur. Diapun kemudian melanjutkan mencuci dan memasak. Sesekali dilihatnya Pretty yang terkulai lemas di dalam kandang. Sedangkan manis duduk di samping kandang menunggui saudara kembarnya itu.

"Meooong....meooong," kembali Pretty berteriak seperti kesakitan.

Bu Jarwo segera menghampiri Pretty. Mengambilnya dari kandang.

"Ada apa?" tanya Bu Jarwo

"Meoong," Pretty kembali berteriak.

"Sebentar ya. Tadi Ibuk punya air kelapa," kata Bu Jarwo sambil menurunkan Pretty dan meletakkannya di atas sebuah handuk.

Bu Jarwo meninggalkan Pretty, mengambil air kelapa di atas meja lalu menuangkannya ke dalam gelas. Diambilnya sendok kecil dari rak piring yang ada di sebelah kulkas. Bu Jarwo membawa air kelapa itu ke tempat Pretty. Diletakkannya gelas berisi air kelapa itu di samping Pretty.

"Ini. Kamu minum air kelapa dulu. Siapa tahu kamu keracunan," kata Bu Jarwo sambil mengangkat tubuh Pretty dan menyuapinya dengan beberapa sendok air kelapa. Gendhis yang sudah datang, membantu ibunya memegang gelas berisi air kelapa.

Bu Jarwo kembali meletakkan Pretty di atas handuk yang berada di lantai dapur. Berjalan meninggalkan Prerty untuk mengembalikan gelas bekas minum Pretty.

"Meoong.....Meooong," kembali Pretty berteriak. Tubuhnya menggigil. Dia terlihat sangat kesakitan. Bu Jarwo membelai tubuh Pretty.

"Meooong...meooong...meooong," suara Pretty melemah. Perlahan tubuhnya berhenti menggigil. Dan...Pretty meninggalkan Gendhis untuk selama-lamanya. Gendhis membelai tubuh Pretty. Dia terus terisak. Air matanya meleleh di sela isak tangisnya.

"Sudah Nduk, jangan menangis. Ikhlaskan kepergian Pretty,. Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan mati, kembali pada Sang Pencipta. Kapan, di mana dan bagaimana cara kita kembali pada Sang Pencipta, tak ada yang tahu. Ikhlaskan dia, jadikan semua ini sebagai pembelajaran untuk kita, bahwa sakaratul maut itu benar adanya. Dan sakitnya sakaratul maut itu memang benar adanya," kata Bu Jarwo sambil membelai kepala Gendhis.

"Ayo, kita makamkan Pretty," kata Bu Jarwo sambil membawa cangkul, berjalan menuju ke halaman, diikuti oleh Gendhis. Mereka menguburkan Pretty di bawah pohon jambu yang tumbuh di halaman depan rumah.

"Manis di mana Buk?" tanya Gendhis setelah masuk rumah.

"Di belakang mungkin," jawab Bu Jarwo sambil meletakkan cangkul di belakang pintu dapur.

"Niiis.....Maniiis," teriak Gendhis memanggil si Manis sambil terus mencarinya.

"Ibuuk. Manis ada di sini," teriak Gendhis sambil jongkok di samping tanaman kumis kucing yang ada di belakang dapur.

Bu Jarwo bergegas menghampiri Gendhis.

"Lihat Buk. Mulut manis berbusa," kata Gendhis. Dia kembali menangis.

"Nis, kamu kenapa? Sini, sama Ibuk," kata Bu Jarwo sambil meraih Manis lalu menggendongnya. Tubuh Manis sangat lemah. Bu Jarwo memasukkannya ke dalam kandang. Tiba-tiba saja Manis bangun, dia berlari ke belakang. Bu Jarwo mengira Manis melihat tikus, sehingga dia bangun untuk mengejarnya. Namun, ternyata tak ada tikus di sana. Manis terdiam sejenak di bawah tumpukan kayu yang ada di dapur. Kemudian dia berlari lagi ke ruang tamu sambil mengeong. Berhenti sejenak di ruang tamu. Bu Jarwo heran. Dia mendekati Manis.

"Nis, ada apa?" tanya Bu Jarwo.

Manis berlari lagi ke dapur. Bu Jarwo dan Gendhispun mengikutinya. Tiba-tiba saja tubuh Manis terjatuh. Kejang. Dan dia menyusul saudara kembarnya, Pretty.

Dengan berurai air mata, Gendhis dan ibunya kembali menguburkan Manis, berdampingan dengan saudara kembarnya, Pretty. Hingga saat ini sudah ada enam makam kucing di halaman rumah Gendhis. Si Hitam kucing tetangga, Si Pus kucing jahil kesayangan Gendhis, Si Tua kucing liar, Si Kurus kucing liar, Pretty dan Manis saudara kembar yang lucu, kesayangan Gendhis.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kasihan...

06 Jun
Balas

Iya Bund. Terimakasih kunjungannya

06 Jun

Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan mati, kembali pada Sang Pencipta. Kapan, di mana dan bagaimana cara kita kembali pada Sang Pencipta, tak ada yang tahu. Keren amanat yang terselip di alur ceritanya. Sukses selalu buat Ibu Nur Imamah Dwiyanti.

06 Jun
Balas

Terimakasih Bapak. Sukses juga untuk panjenengan

06 Jun

Mesakne. Keracunan mungkin. Pertemuan terakhir wingenane.

06 Jun
Balas

Mungkin juga. Sebelumnya tidak menunjukkan tanda tanda sakit.

06 Jun



search

New Post