NUR IMAMAH DWIYANTI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Gara-Gara Mati Lampu

Bu Jarwo meraba-raba laci meja. Jari jemarinya mencari-cari sesuatu di dalam laci.

"Hhhh....mati lampu kok ya suwe banget to. Mana perut ndak bisa diajak kompromi lagi. Sakit buanget iki," gerutu Bu Jarwo sambil terus mencari.

"Nyari apa to Bune?" tanya Pak Jarwo yang tiba-tiba sudah berada di samping Bu Jarwo sambil meraba pundaknya.

"Astaghfirullohal 'adhim, Bapaaak!! ngagetin saja," teriak Bu Jarwo terkejut.

"Bapak tidak ngagetin Bune," jawab Pak Jarwo sambil terkekeh.

"Lha wong sudah tahu gelap, mbok ya bersuara dulu gitu. Ini malah tiba-tiba mendekat sambil meraba-raba. Ibuk yo kaget to Pak," kata Bu Jarwo sambil memanyunkan bibirnya.

"Lagian Ibuk nyari apa to, gelap-gelap begini?" tanya Pak Jarwo sambil merangkul pundak istrinya.

"Ini lho Pak. Ibuk lagi nyari balsem. Perut Ibuk sakit sekali e," jawab Bu Jarwo sambil terus mencari sesuatu di dalam laci.

"Kok ndak nyala-nyala ya Bune, lampunya," tanya Pak Jarwo.

"Lha iya Pak. Mana lilinnya habis lagi," jawab Bu Jarwo setengah menggerutu.

"Gelap-gelap gini enaknya ngapain ya Bune?" tanya Pak Jarwo.

"Lha mau ngapain to Pak, wong peteng ndhedhet kayak gini," jawab Bu Jarwo.

"Sepertinya paling enak tidur ya Bune," kata Pak Jarwo sambil memeluk istrinya.

"Bapak tidur saja dulu. Ibuk masih mau nyari balsem. Perut Ibuk suakit banget iki Pak," jawab Bu Jarwo kemudian kembali mencari-cari sesuatu di dalam laci.

"Sudah dapat apa belum, Bune?" tanya Pak Jarwo yang masih berdiri di samping istrinya.

"Sebentar Pak. Lhaaa, ini lho Pak, sudah dapat," jawab Bu Jarwo kemudian mengambil botol kecil dari laci. Sambil meraba, diapun membuka tutupnya lalu mencolek isinya dan mengoleskannya pada perutnya yang sakit.

"Sudah Bune?" tanya Pak Jarwo.

"Sudah. Wes, ayo kita tidur," jawab Bu Jarwo sambil mengembalikan botol itu ke dalam laci lalu berjalan ke kamar bersama suaminya.

Jarum jam di ruang tengah berdentang empat kali. Suara kokok ayam bersahutan menyambut datangnya pagi. Bu Jarwo membuka matanya, melihat jam yang ada di dinding kamar. Jam empat pagi. Dia bangun, duduk di tepi ranjang lalu membangunkan suaminya.

"Pak, bangun. Sudah pagi," kata Bu Jarwo sambil menggoyang pundak suaminya.

Pak Jarwo menggeliat. Membuka matanya sekejap lalu memejamkannya lagi sambil menarik selimutnya.

"Paaak. Sudah hampir subuh iki lo. Cepetan bangun," kata Bu Jarwo sambil menepuk bahu suaminya.

"Iya Bune," jawab Pak Jarwo kemudian duduk sambil mengucek matanya yang masih mengantuk.

"Sudah nyala to Bune, lampunya?" tanya Pak Jarwo.

"Sudah. Cepetan wudhu. Ibuk tak membangunkan Gendhis dulu," jawab Bu Jarwo kemudian beranjak dari duduknya dan berjalan keluar kamar menuju ke kamar Gendhis, anak semata wayangnya.

"Tok...tok...tok. Nduk, bangun. Sudah pagi," teriak Bu Jarwo dari luar.

"Iya Buk," sahut Gendhis dari dalam kamar.

Tak lama kemudian Gendhis keluar dari kamarnya. Menuju ke kamar mandi, membersihkan dirinya lalu mengambil wudhu dan bersiap untuk sholat berjamaah bersama Bapak dan Ibuknya.

Setelah selesai melaksanakan sholat subuh, Bu Jarwo segera pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Hari ini, Bu Jarwo membuat urap dan tempe goreng.

"Buuuk, balsemnya di mana?" teriak Gendhis dari ruang tengah.

" Ada di laci meja Nduk," jawab Bu Jarwo sambil mengangkat nasi dari atas kompor.

"Tidak ada Buk," kata Gendhis sambil terus mencari.

Bu Jarwo mematikan kompornya lalu berjalan ke ruang tengah.

"Pagi-pagi kok sudah nyari balsem to Nduk. Kamu sakit?" tanya Bu Jarwo yang sudah berada di samping Gendhis.

"Tidak Buk. Ini lho, tangan Gendhis gatal. Mungkin digigit semut," jawab Gendhis sambil menunjukkan tangannya yang bengkak dan terasa gatal.

"Ealaaah... Anak Ibuk iki pancen manis tenan kok. Saking manisnya, pagi-pagi sudah dikunjungi semut," kata Bu Jarwo sambil tersenyum menggoda.

"Ah, Ibuk ini ada-ada saja," jawab Gendhis sambil tersenyum.

"Mana Buuk? Nggak ada ini lho," tanya Gendhis.

"Masa sih. Coba Ibuk yang cari," kata Bu Jarwo kemudian melihat isi laci dan berusaha mencari balsem di sana.

"Nggak ada kan Buk?" tanya Gendhis sambil memperhatikan Ibunya.

"Kok ndak ada ya Nduk. Padahal tadi malam Ibuk pakai lho," kata Bu Jarwo heran.

"Yakin, tadi malam Ibuk pakai balsem?" tanya Gendhis.

"Ya yakin to Nduk. Wong pas Ibuk oleskan di perut itu rasanya ya dingin seperti biasanya kok," jawab Bu Jarwo.

"Tapi di situ tidak ada botol balsem Buk. Yang ada lem kertas. Jangan-jangan...," Gendhis menghentikan kalimatnya sambil memandang Ibunya.

"Jangan-jangan tadi malam Ibuk pakai lem. Tapi kok, perut Ibuk bisa sembuh?" tanya Bu Jarwo heran.

"Wkkkkk.... ," Gendhis malah tertawa ngakak.

"Ternyata sugesti lebih manjur daripada balsem ya Buk," katanya sambil terus tertawa.

Bu Jarwo menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal, kemudian kembali ke dapur untuk melanjutkan memasak. Hatinya masih bertanya-tanya. Kok bisa ya perutnya sembuh, padahal tidak dioles pakai balsem, melainkan dioles pakai lem.

Nganjuk, 3 Juni 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerpen keren

03 Jun
Balas

Terimakasih Bu Fitri.

03 Jun

Cerpen yang bagus Bunda. Salam kenal, ijin follow ya.Mari skss

03 Jun
Balas

Terimakasih. kenal balik Bunda. Siap ber skss

03 Jun

The power of sugesti, Bu Nur. Salam sehat dan sukses selalu

04 Jun
Balas

hehe....Terimakasih kunjungannya Pak Isak. sukses juga buat Pak Isak.

04 Jun



search

New Post