Kidung Cinta di Hati Cempaka (Bag. 7)
Cempaka mematut dirinya di depan cermin. Dia memakai atasan kaos berwarna pink berpadu dengan rok panjang berwarna hitam. Rambutnya dikuncir ekor kuda. Dia meraih bedak di meja riasnya, lalu menyapukan pada wajahnya yang ayu.
“Assalamualaikum,” sapa Intan di depan pintu rumah Cempaka.
“Wa alaikum salam,” terdengar suara langkah kaki mendekati pintu.
"Kreeek...," Pak Johar muncul dari balik pintu.
“Oh, Intan. Masuk Tan,” Pak Johar mempersilahkan Intan masuk ke rumah.
Intan mengikuti Pak Johar masuk ke dalam rumah.
“Duduk Tan,” kata Pak Johar kemudian duduk di shofa berwarna merah tua yang ada di ruang tamu.
Intan duduk berhadapan dengan Pak Johar.
“Cempaka sudah siap Pak?” tanya Intan membuka percakapan.
“Belum. Dari tadi dia belum keluar dari kamarnya,” jawab Pak Johar.
“Jam berapa nanti Roy menjemput?” tanya Intan.
“Entahlah,” jawab Pak Johar sambil menyulut rokoknya kemudian menghisapnya lalu mengepulkan asapnya ke udara.
Wajah Pak Johar terlihat galau. Berulangkali beliau menghisap rokoknya dalam-dalam lalu mengepulkan asapnya ke udara.
“Tan, Bapak titip Cempaka ya. Apapun yang terjadi di kota nanti, kamu jangan jauh-jauh dari Cempaka,” kata Pak Johar sambil memandang Intan.
“Iya Pak. Saya akan mendampingi Cempaka selama di kota,” jawab Intan.
“Bapak sangat khawatir Tan. Bapak takut terjadi sesuatu pada Cempaka,” kata Pak Johar.
“Semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan Cempaka Pak,” jawab Intan menyadari kegalauan yang dirasakan oleh Pak Johar.
“Semoga saja,” jawab Pak Johar.
“Itu, sepertinya mobil Roy Pak,” kata Intan yang melihat mobil putih memasuki halaman rumah Cempaka.
“Oh, iya. Itu mobil Roy,” jawab Pak Johar.
Mobil itu berhenti di halaman rumah Cempaka. Roy turun dari mobil. Berjalan menuju ke rumah Cempaka.
“Assalamulaiakum,” ucapnya di depan pintu.
“Wa alaikum salam,” jawab Pak Johar dan Intan hampir bersamaan.
“Silahkan masuk Nak Roy. Mari, silahkan duduk,” Pak Johar mempersilahkan Roy.
Roy masuk lalu duduk di shofa bersama Intan dan Pak Johar. Hening. Tak ada sepatah katapun keluar dari bibir mereka. Semua tenggelam dalam angan masing-masing.
“Maaf Pak. Apakah Cempaka sudah siap?” tanya Roy membuka percakapan.
“Tadi masih bersiap-siap. Coba Tan, kamu lihat Cempaka di kamarnya,” kata Pak Johar.
“Baik Pak,” jawab Intan lalu berdiri dan berjalan menuju ke kamar Cempaka.
“Tok...tok...tok,” Intan mengetuk pintu kamar Cempaka lalu membukanya sedikit.
Cempaka melihat Intan di depan pintu. Dia mengisyaratkan Intan untuk masuk ke kamarnya.
“Wow....kamu cantik sekali,” puji Intan ketika melihat Cempaka. Dia terlihat cantik sekali pagi ini.
Cempaka tersenyum. Dia kembali memperhatikan wajahnya di cermin.
“Roy sudah datang,” kata Intan memberitahu Cempaka.
Cempaka tersenyum bahagia. Dia menyemprotkan sedikit parfum pada tubuhnya lalu mengambil tas kecil yang ada di meja belajarnya.
“Sudah siap berangkat?” tanya Intan sambil memandang Cempaka.
Cempaka mengangguk. Mereka berdua keluar dari kamar, berjalan menuju ke ruang tamu.
“Kami sudah siap,” kata Intan kemudian duduk di shofa merah tua berhadapan dengan Roy. Cempaka duduk di samping Intan. Roy menatap Cempaka sambil tersenyum. Ia begitu terpesona dengan kecantikan Cempaka pagi ini.
“Silahkan diminum kopinya Nak Roy,” kata Bu Johar sambil menghidangkan secangkir kopi di hadapan Roy.
“Terimakasih Bu,” jawab Roy.
“Nak Roy. Saya titip Cempaka. Saya tidak ingin terjadi sesuatu pada Cempaka,” kata Pak Johar.
“Baik Pak. Saya akan menjaga Cempaka,” jawab Roy.
“Diminum kopinya Nak Roy,” kata Pak Johar sambil menyulut rokoknya.
“Iya Pak,” jawab Roy kemudian meraih secangkir kopi di atas meja dan meminumnya.
“Nanti pulangnya jangan sore-sore Nak Roy. Cempaka harus sudah sampai di rumah lagi sebelum maghrib,” kata Pak Johar.
“Baik Pak,” jawab Roy.
“Sudah siap Cempaka?” tanya Roy sambil memandang Cempaka.
Cempaka mengangguk.
“Saya pamit dulu Pak,” kata Roy sambil berdiri dan bersalaman dengan Pak Johar dan bu Johar.
“Jangan lupa. Sebelum maghrib, Cempaka harus sudah sampai di rumah,” kata Pak Johar mengingatkan.
“Baik Pak,” jawab Roy.
Cempaka berpamitan kepada orang tuanya. Dia mencium tangan bapak dan ibunya, diikuti oleh Intan. Mereka berjalan menuju ke mobil Roy yang diparkir di halaman rumah Cempaka. Roy membukakan pintu mobil untuk Cempaka. Cempaka menolak duduk di depan. Ia memilih duduk di belakang bersama Intan, sahabatnya. Roy tersenyum. Dia menutup kembali pintu mobilnya. Lalu membuka pintu belakang dan mempersilahkan Cempaka dan Intan untuk naik ke dalam mobil. Roy naik ke dalam mobil, menjalankannya pelan meninggalkan Pak Johar yang termangu sambil memandang mobil Roy.
“Kok saya jadi seperti sopir pribadi ya,” gumam Roy sambil menyetir.
Intan tersenyum mendengar ucapan Roy.
“Terus maunya gimana dong?” tanya Intan.
“Pinginnnya sih, Cempaka duduk di depan gitu,” jawab Roy sambil tersenyum.
Intan menyentuhkan kakinya pada kaki Cempaka. Cempaka menoleh memandang Intan dengan tatapan penuh tanda tanya.
“Roy ingin kamu duduk di depan,” katanya sambil tersenyum.
Cempaka menggeleng.
“Kenapa?” tanya Intan.
“Tidak boleh,” jawab Cempaka pendek.
“Mengapa tidak boleh?” tanya Intan.
“Belum menikah,” jawab Cempaka sambil tersenyum.
“Cempaka tidak mau Roy,” kata Intan sambil tersenyum.
“Mengapa?” tanya Roy sembari melihat Intan dan Cempaka lewat kaca mobil.
“Katanya belum menikah, jadi tidak boleh duduk berdua,” jawab Intan.
Roy menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal. Dia terus melajukan mobilnya diantara lalu lalang kendaraan di jalan raya. Dua jam kemudian, mereka telah sampai ke rumah Roy. Rumah yang begitu megah, bagaikan istana. Halamannya luas. Ada sebuah taman kecil di sisi kiri halaman dengan kolam ikan koi yang asri. Gemericik air dari kolam membuat hati merasa tenang.
Perlahan mobil Roy memasuki halaman rumahnya. Ada tiga buah mobil mewah berjejer di sana. Suara gelak tawa terdengar dari dalam rumah Roy.
“Kok rame Roy. Ada acara ya?” tanya Intan yang masih duduk di jok belakang.
“Iya. Hari ini ada acara reuni keluarga. Hanya keluarga kecil saja. Om dan tante, kakak dan adik Papa,” jawab Roy kemudian membuka pintu lalu turun dari mobil.
Roy membuka pintu belakang lalu mempersilakan Intan dan Cempaka turun. Mereka bertiga berjalan menuju ke rumah Roy.
“Bang Roy sudah datang!” teriak seorang anak kecil yang sedang bermain di teras rumah.
Seorang wanita keluar dari dalam rumah. Tersenyum menyambut kedatangan mereka.
“Assalamualaikum,” sapa Roy lalu bersalaman dan mencium tangan wanita itu.
“Ini Mamaku,” kata Roy kepada Cempaka dan Intan.
Intan dan Cempaka menganggukkan kepala memberi hormat.
“Mari, silahkan masuk,” kata Mama Roy ramah.
Merekapun masuk ke rumah Roy. Rumah yang sangat mewah. Ruang tamunya luas dengan sofa yang indah. Beberapa lukisan dipajang di dinding ruangan. Jam besar berdiri di sudut ruangan. Ada beberapa guci mahal terpajang di sana.
“Mari, silakan duduk,” kata Mama Roy kepada Cempaka dan Intan.
Beberapa orang menghampiri Cempaka dan Intan. Mereka menyalami mereka berdua.
“Pa, Roy sudah datang!” teriak Mama Roy memanggil suaminya.
Seorang lelaki bertubuh tegap dengan wajah agak brewok menghampiri mereka. Usianya sekitar lima puluh tahunan. Lelaki ini terlihat sangat berwibawa. Dia berjalan mendekati Cempaka dan Intan lalu menyalami mereka berdua, kemudian duduk di sofa berhadapan dengan Cempaka dan Intan. Roy duduk di samping Papanya.
“Yang mana ini yang namanya Cempaka?” tanya Papa Roy sambil memperhatikan mereka berdua.
“Yang rambutnya di kuncir Pa. Yang memakai jilbab ini, namanya Intan. Dia sahabat Cempaka,”
“Dia cantik sekali ya Pa,” kata Mama Roy sambil memandang Cempaka lekat-lekat.
Cempaka tersenyum lalu menundukkan pandangannya.
“Apa kabar Nak Cempaka?” tanya Papa Roy sambil tersenyum.
Cempaka mengangguk sambil tersenyum.
Roy mengisyaratkan kata, menterjemahkan kata-kata ayahnya untuk Cempaka. Papa Roy terkejut. Dia memandang Roy dan Cempaka bergantian.
“Apa maksudnya ini Roy?” tanya Papa Roy tak mengerti.
“Maaf Pa. Cempaka ini tunarungu, jadi kalau berbicara dengannya harus pelan dan jelas,” jawab Roy.
“Apa!” teriak papa Roy terkejut. Spontan dia berdiri sambil memandang sinis ke arah Cempaka.
“Maaf Pa, kemarin Roy tidak menjelaskan kalau Cempaka adalah seorang gadis tunarungu. Tapi Cempaka ini mempunyai talenta yang luar biasa Pa. dia juga anak yang baik, rajin dan patuh pada orang tuanya,” kata Roy menjelaskan.
“Kamu mencintai gadis bisu?” tanya Papa Roy setengah berteriak hingga membuat semua keluarga yang hadir di rumah Roy melihat ke ruang tamu.
“Iya Pa. Roy sangat mencintai Cempaka,” jawab Roy.
“Apa kamu sudah gila?” tanya Papa Roy.
“Tidak Pa. Saya sadar dan saya benar-benar mencintainya,” jawab Roy.
“Tidak! Papa tidak akan merestui hubungan kalian. Apa kata dunia, kalau Papa sampai punya menantu bisu seperti dia. Dan kamu gadis bisu! Jangan pernah berharap untuk menjadi bagian dari keluarga kami,” kata Papa Roy sambil menunjuk ke arah Cempaka dengan wajah marah.
Cempaka terdiam. Dia tidak faham apa yang disampaikan oleh Papa Roy. Namun dalam hatinya ia merasa Papa Roy tidak menyukainya. Papa Roy mendekati Cempaka. Sambil menunjuk ke wajah Cempaka, dia mengulangi kata-katanya pelan namun dengan wajah marah.
“Jangan pernah berharap menjadi bagian dari keluarga kami. Kamu tidak pantas berada di sini,” kata Papa Roy lalu pergi meninggalkan mereka di ruang tamu.
Cempaka berlari meninggalkan rumah Roy. Air mata meleleh di pipinya. Harga dirinya terkoyak. Dia merasa sangat terhina. Hatinya hancur berkeping-keping. Intan segera mengejar Cempaka. Ia tak ingin terjadi sesuatu dengan sahabatnya itu.
“Cempaka, Tunggu!” teriak Intan sambil mengejar Cempaka.
Cempaka terus berlari. Tak dipedulikanya tatapan mata dari orang-orang di sekitarnya. Ia terus berlari membawa luka hatinya. Intan terus mengejarnya. Nafasnya terengah-engah.
“Cempaka, berhenti!” kata Intan setelah berhasil meraih lengan Cempaka.
Cempaka berhenti. Air mata terus mengalir bagaikan mata air. Intan memeluknya. Berusaha untuk menenangkannya. Cempaka memeluk erat sahabatnya. Tangisnya semakin keras. Ia terisak dalam pelukan Intan. Beberapa pasang mata terlihat heran melihat adegan yang ada di hadapan mereka.
“Cempaka, maafkan Papa,” kata Roy yang tiba-tiba sudah berada di antara mereka berdua.
Cempaka memandang Roy. Tak ada sepatah katapun keluar dari bibirnya.
“Maafkan aku dan juga Papa,” kata Roy sambil meraih tangan Cempaka.
Cempaka menepis tangan Roy. Dia tak mau disentuh oleh Roy. Hatinya benar-benar sakit. Jauh-jauh dia datang dari desa, hanya untuk menerima hinaan dari Papa Roy. Hatinya merintih. Seolah tak ada lagi tempatnya untuk hidup di dunia ini.
“Pergilah. Jangan dekati aku,” kata Cempaka di sela isak tangisnya.
“Tapi aku mencintaimu Cempaka,” jawab Roy mengisyaratkan kata.
“Tidak. Aku tidak cocok untukmu. Tinggalkan aku,” kata Cempaka mengisyaratkan kata.
Roy berusaha meraih tangan Cempaka, namun Cempaka menghindar, kemudian berjalan meninggalkan Roy yang masih termangu sambil memandang punggung Cempaka yang semakin jauh meninggalkannya. Roy berlari mendekati Cempaka. Meraih tangannya. Cempaka berhenti.
“Aku antar pulang,” kata Roy yang sudah berdiri di hadapan Cempaka.
“Tidak,” jawab Cempaka kemudian berlalu meninggalkan Roy.
Intan mengikuti Cempaka. Menjejeri langkahnya sambil menggandeng tangan Cempaka. Meninggalkan Roy sendirian yang terus memandang mereka berdua hingga hilang di kelokan jalan.
Bersambung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kidung Cinta di Hati Cempaka. Cerpen yang keren. Sukses selalu buat Ibu Nur Imamah Dwiyanti
Terimakasih Bapak. Sukses juga buat panjenengan
izin follow bu nur, keren cerita cempaka, ku tunggu sambungannya
Monggo Bu Yuli. Terimakasih atas apresiasinya. sukses selalu buat Bu Yuli
Sudah saya folback Bunda
luar biasa..keren bun ceritanya. Menunggu berikutnya. Sukses selalu
Terimakasih Bunda. Sukses juga buat panjenengan
Cerita yang asyik, selalu di tunggu kelanjutannya. Sukses selalu dan tetap semangat.
Terimakasih Bu Nur. sukses juga untuk panjenengan