NUR IMAMAH DWIYANTI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Membersihkan Rumah

Membersihkan Rumah

Sudah sebelas tahun Rahman sakit. Menurut diagnosa dokter, Rahman menderita parkinson, sebuah penyakit langka yang belum ditemukan penyebab dan obatnya. Dokter telah menyampaikan kepada Rina, isteri Rahman bahwa nanti semakin lama kondisi Rahman bukan semakin membaik namun secara perlahan akan semakin memburuk. Obat yang diberikan untuk Rahman hanya berfungsi untuk mengurangi kekakuan otot saja krena memang obat yang bisa menyembuhkan penyakit parkinson belum ditemukan. Rina mencoba berlapang dada akan takdir yang harus diterimanya. Diapun menyimpan rahasia ini dari anak dan suaminya. Dia tak ingin anak dan suaminya hilang harapan. Dia selalu berusaha tersenyum di hadapan mereka walau sebenarnya hatinya menangis.

Suatu hari datang keluarga dari suaminya. Seperti biasa, merekapun menanyakan perihal penyakit Rahman yang dijawab sejujurnya oleh Rina. Namun tanpa memberitahukan bahwa penyakit Rahman tidak bisa disembuhkan. Dia tidak ingin kakak-kakak Rahman merasa sedih atas kondisi adiknya.

"Pengobatan apa saja yang sudah kamu lakukan untuk adikku?" tanya Mbak Sri, kakak Rahman.

"Segala apa yang dikatakan orang sudah saya lakukan Budhe," jawab Rina sambil menoleh pada Rahman yang duduk di kursi dekat jendela ruang tamu.

"Terus, mana hasilnya? Penyakit kok nggak sembuh-sembuh." tanya Mbak Sri.

"Maaf Budhe, saya sudah berusaha semampu saya. Tapi sepertinya Allah belum berkehendak memberikan kesembuhan untuk Mas Rahman," jawab Rina pelan.

Ada sakit yang menusuk hatinya. Seolah tak ada penghargaan sedikitpun akan usaha yang telah dilakukannya. Meskipun dia tak mengharapkan penghargaan apapun atas segaka usahanya namun hatinya tetap terusik mendengar kata-kata sinis dari kakak iparnya.

"Besok, saya akan membawa seorang kiyai ke sini untuk mengobati suami kamu. Pak Kiyai ini sangat pintar. Beliau mampu menyembuhkan segala macam penyakit." kata Mbak Sri sambil menatap tajam pada Rina.

Sementara itu Rina hanya diam. Sebenarnya dia sudah sangat lelah dengan hal seperti ini. Setiap kali Mbak Sri datang berkunjung, selalu saja klenik yang dibicarakan. Dan yang lebih menyakitkan, setiap ucapannya seolah selalu menyalahkan Rina yang tak mampu membuat suaminya sembuh.

Keesokan harinya, Mbak Sri benar-benar datang dengan membawa seorang Kiyai ke rumah Rina. Mau tak mau Rina harus menerima kedatangan tamu yang tak pernah diharapkannya. Kiyai itu segera memeriksa Rahman. Bibirnya komat kamit, entah membaca apa.

"Bu, sebenarnya suami ibu ini tidak sakit. Dia sedang diganggu oleh makhluk tak kasat mata. Kalau ibu ingin suami ibu sembuh, maka rumah ini harus dibersihkan. Karena rumah ini penuh dengan aura negatif," kata Kiyai itu sambil memandang Rina.

"Bagaimana Dik? Boleh kan rumah ini dibersihkan?", tanya Mbak Sri sambil menatap tajam pada Rina.

"Maaf Mbak. Saya harus meminta ijin dulu pada ibu dan juga saudara saya karena rumah ini bukan rumah saya," jawab pelan Rina.

"Ya sudah. Kamu minta ijin dulu. Tapi usahakan bisa kalau kamu ingin suamimu sembuh," kata Mbak Sri dengan wajah tak bersahabat.

"Iya Mbak," Rina menjawab singkat.

***

Keesokan harinya, Rinapun mulai meminta pertimbangan kepada ibu dan juga saudara-saudaranya atas apa yang disampaikan oleh kakak iparnya kemarin. ibu dan juga saudaranya mengijinkan niat Rina. Akhirnya Kiyai itu datang lagi bersama Mbak Sri dan menntunya. Semua syarat yang diminta oleh Kiyai itu sudah dipersiapkan oleh Mbak Sri.

Tepat pukul 12.00 malam, Kiyai itu mulai beraksi. Dia menuju ke setiap sudut rumah lalu merapalkan doa-doa yang dilanjutkan dengan menanam sesuatu di setiap sudut rumah. Pun dia memasang jimat di tiap atas pintu rumah. Selanjutnya Kiyai itu meminta kepada menantu Mbak Sri yang ikut juga menemani ritual malam itu untuk menggali tanah di depan rumah. Kemudian memintanya untuk menggelar tikar di dekat lubang itu dan mulai melakukan ritual. Setelah melakukan ritual, kemudian Kiyai itu mengambil beberapa benda dari dalam lubang yang telah dibuat dibantu oleh menantu Mbak Sri dan anak Rahman. Satu jam waktu yang digunakan untuk ritual tersebut. Kemudian mereka kembali masuk rumah.

"Rumah ini sudah bersih. Insyaallah Nak Rahman akan segera sembuh," kata Kiyai itu kemudian berpamitan setelah menerima pembayaran dari ritual yang dilakukannya.

Seminggu telah berlalu. Sebulan bahkan setahun kemudian tak ada perubahan yang berarti pada Rahman. Bahkan kondisi tubuhnya semakin lemah. Tremornya semakin parah bahkan hampir seluruh tubuhnya kaku hingga hampir semua aktifitasnya harus dibantu.

Sedangkan Mbak Sri, tak pernah lagi berkunjung bahkan hanya sekedar bertanya kabarpun seolah enggan. Tinggallah Rina seorang diri merawat suami beserta kedua anaknya. Mungkin ini memang takdir dari Tuhan yang harus dijalaninya dengan ikhlas. Begitulah Rina selalu menyemangati dirinya sendiri.

Kediri, 24 Maret 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post