Hidup ini tak ubahnya seperti anak tangga. Ketika naik satu anak tangga pandangan mulai terbuka, menaiki tangga kedua semakin banyak yang tampak oleh mata , satu tangga lagi rasanya semakin tinggi dan semakin luas, sehingga mata tak mampu lagi melihat dengan jelas. Dari ketinggian kita bisa menyaksikan betapa banyak peluang yang terbuka,  dan ternyata banyak kebaikan yang belum bisa dilakukan. Diantara kita ada yang tinggi karena ilmu yang dimiliki, ada lagi yang tinggi karena banyak rezeki, juga ada yang tinggi karena memiliki kursi, dan masih banyak hal lagi yang membuat kita ada ditempat yang tinggi.

Berada di ketinggian sering kali melenakan. Sehingga maunya berlama lama menikmati indahnya pemandangan dari atas ketinggian, padahal hidup bukanlah tanpa berkesudahan.  Mereka yang cerdik cendikia bangga dengan pengetahuan, tanpa sadar disitu ada amanah ilmu yang harus disebarkan, mereka yang berkecukupan rezeki seringkali lupa diri, sejatinya disana ada mereka yang miskin papa yang membutuhkan bantuannya, mereka yang sedang diamanahi kursi masih juga lupa akan kedudukan yang telah dinikmati.  Entah kapan waktunya kita semua akan dipaksa menuruni anak tangga, suka atau tidak kita semua akan berada diposisi semula, yaitu kembali diatas bumi tempat dimana semula kita berada. Petaka akan menimpa mereka yang ada di ketinggian namun lalai dengan apa yang harus dilakukan. Karena disaat kembali kebumi tiada kebaikan yang menemani. Sedangkan bahagia hanya milik siapa saja yang banyak memberi makna saat posisi ada ditempat yang tinggi. Karena ketika turun kebumi kebaikannya akan setia mendampingi. Itulah sebabnya berada ditempat tinggi haruslah berhati hati. Karena kembali ke bumi berarti mati.

Hidup sekali hiduplah yang berarti, jangan pernah mimpi ditempat yang tinggi dan tak pernah turun lagi, karena sejatinya hidup bukan perjalanan dari lahir menuju mati, tetapi memberi arti pada setiap etape kehidupan yang kita lewati.

Balung, 18 Nopember 2020