NUR KOMARIAH

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

NONI BELANDA

NONI BELANDA

Ini malam minggu pertamaku keluar rumah. Sejak pindah rumah ke kota hujan aku lebih suka bermalam mingguan di rumah. Menikmati segarnya udara di balkon belakang. Dari sana aku melihat indahnya cahaya lampu dari rumah-rumah penduduk. Atau sekedar mendengarkan suara rintik hujan.

“Mau makan apa, De?” tanyaku ketika sampai di lokasi kuliner.

“Cari roti bakar saja, Bun.” jawabnya sambil memasukkan gawainya ke dalam tas slempangnya.

Kami berjalan dari satu tenda ke tenda lainnya. Banyak makanan dijual di sana. Di antara tenda-tenda ku lihat seorang perempuan paruh baya duduk di kursi pelanggan milik salah satu tenda. Kuamati perempuan itu. Rasanya, aku mengenalnya. Wajahnya sangat familiar. Aku terus mencari tahu siapa dia. Kuputar kembali ingatanku. “Siapa ya?” tanyaku dalam hati. Lama aku merenung tapi aku tak mampu menjawab pertanyaanku.

Ah … kuabaikan pikiranku tentangnya. Aku, suami, dan anak bungsuku masuk ke sebuah tenda. Tulisan “Roti bakar.” Terpampang jelas pada benner di depan tenda. Kami memilih tempat duduk paling ujung. Menghadap ke arah perempuan itu. beberapa pelanggan tampak asyik menikmati roti bakar dan segelas wedang. Aku jadi tergoda.

“Silakan, bu.” Seorang pramusaji memberiku daftar menu.

“Roti bakar tiga. Dua keju satu coklat. Wedang satu.”

“Kopi hitam satu, Neng.”

“Ada bandrek, kak?”

“Ada.”

“Bandrek satu ya.”

“Ada lagi?”

“Cukup.” Jawabku singkat.

Dari kejauhan kudengar suara seorang pengamen menyanyikan lagu cinta. Suaranya merdu. Aku menikmati suara merdunya. Sebuah lagu miliki grup band ternama. Aku suka lagu itu. aku hafal liriknya. Hanya sayang, aku tidak pandai bernyanyi. Karena itu aku memilih menjadi penikmat lagu.

Sepotong roti bakar keju dan segelas wedang sudah habis kumakan. Suara pengamen itu semakin jelas terdengar. Aku memeriksa kea rah suara. Ternyata pengamennya sudah di depan tenda yang di dalamnya terdapat seorang perempuan yang sepertinya aku kenal. Di depan tenda itu dia menyelesaikan lagunya.

Aku kaget saat kulihat pengamen itu duduk di belakang wanita itu. Kepalanya disandarkan di punggung wanita itu. Sepertinya sangat letih. Perlahan perempuan itu membalikkan badan. Ia mengambil kantong plastik bekas permen yang menenpel pada ujung gitar pengamen. Isi kantong plastik itu ditumpahkannya di atas meja tepat di depannya. Beberapa keping uang koin dan lebaran dua ribuan lusuh pun dirapikannya.

Perlahan perempuan itu membalikkan tubuhnya. Mengelus-elus kepala pengamen dengan tangan kanannya. Aku kaget bukan kepalang saat kulihat wajahnya. “Diana.” kataku spontan. Suami dan anakku menoleh ke arahku. Pandangan mereka lurus padaku. Aku tahu, mereka kaget mendengar aku menyebut nama “Diana.”

“Diana, siapa, Bun?” tanya anakku sambil mengelap mulutnya dengan selembar kertas tisyu. Aku hanya menggerakkan kedua bahuku.

Perempuan itu pasti Diana. Temanku semasa SMA. Hidung mancung, kulitnya putih, dan warna rambutnya yang kecoklatan membuat teman-temannya memanggilnya dengan sebutan “Noni Belanda.” Kecantikannya membuat hampir semua murid laki-laki ingin menjadi teman dekatnya. Bahkan ada beberapa siswa sekolah lain yang sering nongkrong di depan sekolah kami demi bertemu dengannya.

Aku masih ingat benar. Bayanganku tentangnya masih jernih bagai film yang baru diputar perdana. Diana anak seorang pejabat daerah. Dia bukan saja cantik tapi juga tajir. Tas dan sepatu yang dipakainnya selalu yang bermerk. Jepit rambutnya pun harganya ratusan ribu. Aku dan beberapa teman sering terkagum-kagum pada barang-barang brendednya itu.

Diana yang Noni Belanda itu sangat baik pada teman-temannya. Dia sering membantu teman-temannya. Bahkan beberapa kali dia memfasilitasi penginapan teman sekelasnya saat kegiatan malam keakraban. Kami senang menjadi temannya.

Aku jadi ingat saat Wido, teman sekelasku tidak bisa ikut ujian akhir karena belum membayar uang sekolah. Saat itu Wido hanya bisa duduk di bawah tangga dengan lesu. Wajah melasnya membuat kami tak tahan membendung air mata. Kami tidak mampu berbuat apa-apa. Saat itu Noni Belanda tidak masuk sekolah. Yang kutahu, dia ikut keluarganya liburan ke Bali.

“Kita harus kompak!” teriak Faisal, ketua kelas terpilih.

“Maksudnya?”

“Kita iuran, uangnya untuk membantu Wido.”

“Jumlahnya lumayan banyak, sementara uang saku kita …”

“Ya, tidak akan cukup. Masalahnya bukan hanya satu bulan yang belum dibayar, tapi tiga bulan.” kata Yudi datar.

Suasana kelas hening. Kami mencari solusi terbaik. Aku dan Ayu berdiri di pojok kelas. Beberapa anak laki-laki duduk di atas meja. Ada juga yang mondar-mandir di depan kelas. Tiba-tiba pintu kelas terbuka. Kami bengong menlihatnya datang. Saling bertatapan pun terjadi.

“Kalian kenapa?”

“Lho … bukannya kamu liburan?”

“Gak jadi ikut. Ngapain ah. Lusa kita ujian. Masa aku gak ikut ujian?” jawabnya sambil menyimpan tas di atas mejanya. “Ada apa sih?” tanyanya lagi.

“Wido.”

“Kenapa Dia? Sakitkah?” tanyanya penasaran.

“Terancam tak bisa ikut …” kata Nano sambil turun dari meja yang didudukinya. “kasian, sementara kami tidak bisa membantu. Masalahnya ….”

“Cukup. Aku tahu solusinya.”

Noni Belanda keluar dari kelas. Langkahnya sangat cepat. Aku dan beberapa teman berusaha mengikutinya tapi kami tertinggal jauh. Aku menghentikan langkah teman-teman dengan cara merentangkan kedua tanganku. Kami memandanginya dari belakang. Noni belanda menuju ke ruang Tata Usahan. Ia memasuki ruangan itu setelah mengetuk pintu. Tak lama kemudian dia keluar dengan secarik kertas di tangannya. Tepat di depan kami dia menunjukkan kertas itu dengan cara melambai-lambaikan kertas itu.

“Faisal, ini kasihkan Wido ya. Kamu-kan ketua kelas. Bilang sama dia, segera masuk kelas. dan tidak usah sedih lagi.” kata Noni Belanda seraya menyerahkan secarik kerta pada Reno.

Reno membaca tulisan pada kertas itu. “Ya Allah … terima kasih kami yang tak terhingga karena Engkau memberi kami teman yang begitu baik hati, cantic, tidak sombong …”

“Pandai menabung.” kata Yunan melanjutkan

“Bun.” Anak bungsuku menepuk bahuku. Aku pun terkejut.

“Sebentar ya, Yah. Bunda ke tenda itu dulu. Sepertinya itu teman SMA Bunda.” suamiku mengangguk.

Aku menghampiri perempuan itu. “Noni Belanda.” Panggilku pelan. Perempuan itu membalikkan badannya. Ia menatapku dalam. Aku pun menatapnya. Dia mengernyitkan dahinya. Ketika dia berdiri lalu mendekatiku, aku mulai yakin. Keraguanpun hilang saat kulihat tanda coklat tua di lengannya. “Aku Sari, kita pernah satu kelas saat …”

Perempuan itu memelukku. Semakin lama pelukannya semakin erat. Tak berapa lama dia melepaskan pelukkannya. Dia memperhatikanku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Aku diam saja.

“Apa yang terjadi?” tanyaku. Dia hanya menatapku lalu kembali memelukku. Pelan kudengar pengamen itu memanggilnya, “Mamiii …”

Di pelukku dia menumpahkan air matanya. Tak ada kata apapun keluar dari mulutnya. Hanya isak tangis yang kudengar. Aku pun memeluknya erat.

NUR KOMARIAH, Bogor 231219

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap postingan pertamanya

25 Dec
Balas

Belajar bun

25 Dec

Wow, ikut terharu. Sukses selalu dan barakallahu fiik

23 Dec
Balas

term kasha bu

23 Dec

terima kasha, Bun

23 Dec

Bagus bu ceritanya,, gantung di bagian akhit ,, jadi ingin tahu kelanjutannya ,,

24 Dec
Balas

nanti saya posting lanjutannya bu

25 Dec

Keren Bu Nur

25 Dec
Balas

Cerita keren Bunda, jadi terharu

23 Dec
Balas

nanti says posting lanjutannya

25 Dec

Seru banget ceritanya bunda......... nanti kirim lagi ya. Ditunggu lho cerita selanjutnya

25 Dec
Balas

InsyaAllah

25 Dec



search

New Post