Nurlia Alfianti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Jangan Ambil Waktuku, Mama!

Jangan Ambil Waktuku, Mama!

Apakah sejarah lama akan terulang? Kesalahan yang dianggap sebagian besar dari kita adalah kebenaran yang dipaksakan.

***

Pagi itu tak seperti biasanya. Padahal langit masih tetap sama, memancarkan hangatnya sinar matahari. suara kicau burung yang menyemarakkan pagi itu.

Namun ada satu yang berbeda, senyum ramah dan riang yang setiap hari kulihat, hari ini berubah menjadi wajah yang masam, mata yang sembab, dan tubuh yang lemas.

Ku coba menghampirinya yang duduk di tepi taman sambil memandangi teman-temannya bermain. Ku sapa dengan lembut dan hangat. Naluriku merasa bahwa ada sesuatu yang terjadi padanya. Dia masih diam dan enggan untuk berbicara. Maka ku beri waktu dia untuk sendiri, sambil terus memberikannya perhatian.

***

Di kelaspun masih sama. Ketika teman-temannya bermain, dia hanya melamun tak bergairah.

"Fanya.. ada apa? Kok hari ini tidak semangat? Yuk kita bermain!" Ujarku.

Dia hanya menggeleng.

"Ibu sedih hari ini, karena Fanya hanya diam daritadi, senyum pun tidak. Coba cerita yuk, setelah cerita pasti kamu akan senang lagi. Cerita ya?" Aku berusaha membujuknya.

Dia mulai membuka mulutnya.

"Aku capek, Bu guru.." (suaranya getir)

"Capek kenapa sayang?" Tanyaku antusias.

"Kemarin aku pulang malam Bu guru."

"Wah kok bisa, memangnya kamu darimana?"

"Pulang dari sekolah, aku les bahasa Inggris. Terus siang aku les baca di bimbel. Sore-sore aku latihan nari.."

Dia terdiam, sedang mengolah kata.

"Abis itu, mama ngajak aku ke rumah Tante. Dirumah Tante aku di cuekkin sama mama, karena mama asyik ngobrol sama Tante. Aku juga tidak boleh bermain.." ujarnya sambil menunduk.

"Ayah kemana?" Kataku.

"Kerja." Jawabnya. "Bu guru, aku bosan belajar terus. Ga boleh main sama mama. Mama jg gamau nemenin aku main. Apalagi ayah, kerja terus. Apa mereka gak sayang sama aku?."

Anak usia lima setengah tahun itu memandangku dengan berkaca-kaca.

Aku menghela nafas. Bukan kali pertama ku dengar hal seperti ini.

Betapa banyak orangtua yang terlalu memaksakan kehendak dan ambisinya, tanpa memperhatikan kebutuhan anaknya sendiri.

"Hemm, bukan seperti itu sayang. Justru itu cara Mama dan Ayah menyayangi kamu, agar kamu menjadi anak yang cerdas. Tapi kalau Fanya capek, Fanya bisa bilang sama Mama dan Ayah bahwa Fanya capek, dan Fanya ingin bermain sama Mama.." jawabku berusaha tenang.

"Udah Bu guru, tapi pasti aku dimarahin sama mama. Aku takut dimarahin."

"Tidak perlu takut sayang, karena Mama itu sayang banget sama Fanya. Yasudah, nanti Bu guru bantu ya untuk bicara sama Mama Fanya. Sekarang tidak perlu sedih lagi ya, ayo kita bermain! Fanya mau main apa?" Jawabku sambil tersenyum dan membelainya.

"Aku mau main balok Bu guru!!" Dia pun kembali riang

***

Cerita diatas hanyalah segelintir dari banyaknya kisah yang terjadi antara anak dan orangtua pada zaman sekarang ini.

Ayah dan bunda..

Suatu saat bukankah Allah akan meminta pertanggungjawaban kita sebagai orangtua dalam mendidik amanah yang telah dititipkanNya ini?

Ada lebih 100 milyar sel otak yang dibawa anak ketika lahir sebagai Karunia Allah yang harus dijaga orangtua. Sel-sel otak tersebut belum tersambung satu sama lain. Orangtua dan guru lah yang mempunyai kewajiban membuat sambungan-sambungan antara satu sel otak dengan sel otak yang lain dengan pendidikan yang tepat.

Anak membutuhkan lingkungan yang nyaman, suasana yang menyenangkan dan bahagia, agar proses belajar dapat berjalan dengan baik. Tidak ada tekanan, paksaan, dan kalimat-kalimat perintah yang membuat anak berhenti belajar.

Ayah, bunda..

Apa dampaknya jika anak belajar dengan tekanan dan paksaan?

Anak tidak bisa berfikir. Bagian otak yang bernama Amygdala akan memblok informasi yang masuk dari panca indera. Akibatnya, informasi tersebut tidak dapat diproses oleh otak pusat berfikir. Kalau hal tersebut terjadi, informasi tertahan di batang otak, sehingga yang keluar adalah emosi negatif: jengkel, emosi, ngambek, marah dan lain-lain.

(Sumber: Buku Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra, Karya Siska Y. Massardi & Yudhistira Massardi)

Ayah, bunda.

Masa usia dini adalah masa yang tak akan pernah terulang dalam proses kehidupan manusia. Inilah masa golden age (masa keemasan), dimana pada saat inilah segala sesuatu menjadi lebih krusial. Maka berhati-hatilah dalam mendidik mereka. Selain daripada memaksa, anak juga butuh cinta dan kasih sayang kita sebagai orangtuanya.

Lihatlah kebutuhan anak, bukan keinginan atau kehendak kita sendiri. Jangan sampai menyesal ketika suatu saat nanti ayah dan bunda dapati mereka dewasa yang kekanak-kanakan. Itu karena ayah dan bunda memaksa mereka untuk dewasa ketika kecil.

Seperti yang dikutip dari Bunda Elly Risman:

"Anak-anak harus bahagia, bukan harus pintar. Pintar itu ada waktunya."

Jadilah ayah dan bunda yang hebat!

Suatu saat anak-anak akan menarik ayah dan bunda ke syurga, berkat kasih sayang dan pendidikan yang tepat yang ayah dan bunda berikan kepada mereka.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Inspirayif ceritanya. Bagus dan mrmbangun kesadaran otang tua.

13 Nov
Balas



search

New Post