Koneksi antar materi Kesimpulan dan refleksi modul 1.1
Simpulan pemikiran Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan, yaitu Menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Adapun dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam penerapannya yang harus dilakukan oleh pendidik, yakni
a. Ing Ngarso Sung Tulodho, artinya setiap pendidik di depan harus menjadi panutan atau memberi contoh pada murid
b. Ing Madyo Mangun Karso, artinya sebagai pendidik berada ditengah- tengah untuk membangun atau memberikan semangat, kemauan, niat pada murid.
c. Tut Wuri Handayani, artinya sebagai pendidik berada di belakang memberikan semangat dan dorongan pada murid.
Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan pendidikan, yaitu kodrat anak adalah Merdeka. Bahwa setiap anak di kelas harus merdeka, baik dalam pendidikan dan pengajarannya. Di mana manusia merdeka adalah manusia yang hidupnya lahir dan bathin tidak tergantung kepada orang lai, akan tetapi berstandar atas kekuatan diri sendiri. Pendidikan dan pengajaran yang berguna untuk kehidupan bersama ialah memerdekakan manusia sebagai bagian dari persatuan. Kodrat anak adalah Bermain. Sesungguhnya permainan anak dapat menjadi bagian pembelajaran dalam kelas dengan pemikiran, kemauan, tenaga untuk meghasilkan sebuah karya.
Selain itu, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan berpihak pada anak. Artinya, setiap anak bebas dari segala ikatan dengan suci hati mendekati sang anak, bukan untuk meminta sesuatu hak melainkan untuk berhamba pada sang anak dengan semurni- murninya dan se- ikhlas- ikhlasnya sebab cinta kasihnya kepada anak- anaknya boleh dikatakan cinta kasih yang tak terbatas.
Pengalaman baru yangkudapatkan adalah pemikiran menghamba pada anak itu tercetus dari suatu penyesalan yang pernah dirasakan Soewardi ketika menghadapi setumpuk pekerjaan yang belum terselesaikan. Tangis Asti yang tiada henti- hentinya dirasakan sebagai suatu hambatan yang mengganngu tugasnya. Lalu dengan serta- merta diseretnta anak itu keluardan tanpa berpikir panjang dibiarkannya Asti kecil menangis dibalik hempasan pintu rumah. Salju yang berjatuhan di jendela tiba- tiba menyadari kekalutan pemikirannya. Dia lari secepatnya dan membuka pintu, Asti sudah tampak membiru menggigil kedinginan. Soewardi menyesal, sangat menyesal sambil memeluk anaknya yang sedang tersengal- sengal berurai air mata itu terucaplah kata kasih sepenuh hati “kowe bakale dak mulya ake selawase” artinya selamanya engkau akan aku muliakan.
Refleksi
Pendidikan adalah tempat persemaian segala benih- benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat kebangsaan. Berdasarkan kodrat alam, keadaan geografis masyarakat Pangkep terdiri dari pegunungan, daratan, dan kepulauan mayoritas menggunakan bahasa daerah Makassar dan Bugis. Berdasarkan kodrat zamannya, lunturnya penggunaan bahasa Lokal sebagai identitas nilai- nilai kearifan lokal ditengah- tengah pengaruh arus globalisasi dan modernisasi saat ini.
Tantangan dalam penggunaan Bahasa Daerah yakni, orangtua mengajarkan bahasa ke anak tidak berimbang, artinya anak lebih dituntut menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan bahasa lokal di rumah sebagai bahasa yang digunakan dalam keseharian anak. Anak merasa lebih keren menggunakan bahasa Asing, mereka beranggapan gaul, mengikuti zaman jika berbahasa Asing daripada bahasa Daerah padahal dalam keseharian di lingkungan sekitarnya adalah bahasa lokal yang digunakan masyarakat setempat.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, maka sebagai pendidik kita perlu menerapkan pelajaran Bahasa Daerah di sekolah. Dalam kurikulum 2013, pelajaran bahasa Daerah merupakan pengembangan dari pusat dan dilengkapi oleh konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah. Selain itu, terdapat surat edaran Gubernur No. 420/7699/DISDIK tentang pelaksanaan bahasa Daerah di Sulawesi Selatan. Yang dilaksanakan setiap hari rabu di sekolah sesuai dengan bahada lokal yang digunakan masyarakat sekita sekolah sebagai dukungan agar bahasa lokal tetap lestari dan bertahan ditengah arus globalisasi. Di sekolah, penerapannya agar sesuai kebutuhan murid maka dilakukan dengan cara, yaitu memanusiakan manusia, memahami konsep, membangun keberlanjutan, memilih tantangan, dan memberdayakan konteks.
Sebagai pendidik, saya menerapkannya dalam bentuk permainan tradisional, yaitu quartet merupakan permainan yang terdiri atas beberapa jumlah kartu bergambar yang kartu tersebut tertera keterangan berupa tulisan yang menerangkan gambar tersebut. Jadi permainan ini dibuat menggunakan aksara lontara Bugis agar murid dapat memahami lebih mendalam serta bagi mereka yang belum tahu bisa mencari sendiri dengan berpedoman pada huruf- huruf aksara lontara yang telah ditulis sebelumnya.

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar