Nurma Inna

Nama saya Nurmainah. Tinggal di sebuah kota kecil bernama Panyabungan. Saat ini mengajar di SMP dan SMA IT Al Husnayain. Jadi guru adalah takdir saya. Menulis a...

Selengkapnya
Navigasi Web

TULAH (Part 1)

Tantangan Menulis Hari ke -24 #TantanganGurusiana

Praakk. Buku itu melayang. Lalu mendarat setelah meluncur mulus beberapa saat. Tepat di sebelah kaki yang kutuju. Seisi kelas langsung senyap. Tak ada yang berani bersuara setelah sebelumnya riuh. Aku menatap tajam pada seseorang yang duduk di deret bangku belakang. Tanpa kata. Sang terdakwa tak bereaksi. Hanya menunduk setelah sempat membuat gerakan melengos yang hampir tak kentara. Tapi lengosan itu tak lolos dari pengamatanku. Lima belas tahun mengabdi menjadi guru membuatku hapal dengan bahasa tubuh siswa.

"Keluar!" Bentakku tertahan, menahan amarah yang meradang. Sikapnya sungguh keterlaluan. Dia bergeming. Menatap jauh ke depan ke bagian bawah sudut kelas, menghindari tatapanku. "Keluar!"kuulang perintahku. Masih dengan suara tertahan. Kurasakan jantungku berdegup lebih kencang memompa darah lebih cepat membuat wajahku terasa panas. Wajahnya yang tidak terlihat merasa bersalah membuat kemarahanku semakin di ubun-ubun.

"Kamu tidak mau keluar?" tantangku. Dia tetap pada posisinya. Sedikit acuh dan tak melepaskan pandangan dari sudut bawah kelas. Sungguh lancang. Aku tak boleh kehilangan wibawa karena ulahnya.

"Baik. Saya yang akan keluar." Aku mengemas buku di atas meja dan memasukkannya ke tas. Masih tigapuluh menit lagi sebelum jam pelajaranku berakhir di kelas ini. Kepada dua puluh satu pasang mata lain yang menatapku tak berkedip aku berpamitan.

"Maaf, Ibu tidak bisa melanjutkan pelajaran." Itu saja yang bisa kusampaikan lalu berjalan ke luar kelas.

Di kamar mandi kantor air mata kutumpahkan. Amarah masih kurasakan di seluruh pembuluh darah. Apa katanya tadi? Mandul? Kurangajar. Kudengar jelas ia mendesiskan itu sesaat setelah aku berbalik dari mejanya. Jelas ia tidak menerima jeweranku di kupingnya, setelah berulangkali kutegur agar bangun dan memusatkan perhatian. Bahkan ia bersuara keras membantah saat kudesak ia mengakui perbuatannya. Kurasakan nyeri di hati. Dihwan, keponakan Bang Arya itu mengatai aku mandul? Air mataku membanjir kembali.

"Bu Rianti kenapa? Sakit?" selidik Pak Damiri saat aku minta izin pulang di ruangannya. Aku yakin usahaku menaburkan bedak kembali di wajah sia-sia menyembunyikan mataku yang merah dan bengkak.

"Anu, Pak. Tadi tiba-tiba kepala saya pusing," terpaksa aku berbohong.

"Kalau begitu istirahat saja dulu. Mungkin Ibu kecapekan." sarannya ramah.

" Kelas tinggal sepuluh menit lagi,Pak. Ini jam terakhir saya. Tadi anak-anak sedang mengerjakan tugas waktu saya tinggalkan. Mohon maaf tidak bisa melanjutkan.Tadi tiba-tiba pusing,Pak," kebohongan lain kurajut. Nuraniku langsung menghukum. Guru tidak profesional, baperan, kekanak-kanakan dan emosional. Sederet label hukuman ini membuatku merasa jengah di hadapan Pak Damiri.

Pak Damiri mengernyitkan kening seperti sedang memikirkan sesuatu. "Mungkin Ibu sedang hamil?" Tiba-tiba ia bersuara. Hampir melonjak aku dibuatnya. Tak kuduga kalimat itu keluar dari mulutnya di saat seperti ini.

"Oh, bukan, Pak. Bukan," sergahku cepat sambil mengibas-ngibaskan tangan. Aku beringsut sedikit memperbaiki posisi duduk.

"Baiklah, Bu. Istirahat saja dulu hari ini. Mudah-mudahan besok sudah pulih," katanya kembali ke topik awal. Ia sepertinya mengerti dengan ketidaknyamananku.

Aku pun undur diri. Lewat pengeras suara, bel berdering kencang ke seantero sekolah disusul suara bariton mengumumkan pergantian jam ke les ketiga. Masih jam sembilan. Bang Arya pasti masih bekerja. Kakiku gontai melangkah menuju tempat parkir di halaman sekolah. Perasaanku campur aduk. Dihwan anak kelas sepuluh itu telah berhasil mengubahku menjadi orang yang kubenci pagi ini. Aku merutuk sendiri.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post