Perjalanan itu ibarat benteng Takashi . Ada kalanya kita melewati jalan yang super mulus, tapi ada juga masanya kita harus menghadapi rintangan-rintangan yang menantang, yang kadang bisa membuat kita terharu.

Beginilah cerita nya, ketika saya tiba di sebuah kota yang sepi. Hari sudah sore tidak ada lagi angkutan umum yang lalu-lalang di jalan. Terpaksa saya jalan dari pinggir kota sampai ke pusat kota tempat penginapan itu berada. Hingga hujan turun sangat deras saya terpaksa lagi harus mencari atap untuk berteduh.

Akhirnya saya berteduh di teras sebuah rumah. Melihat saya berteduh di sana, penghuni rumah itu, sebuah keluarga kecil (ayah, ibu, dan seorang anak yang masih kecil) yang bersahaja, mempersilakan saya duduk di kursi rotan di beranda.

Saat saya lagi duduk menunggu hujan reda, tahu-tahu sang ibu datang membawa sebuah nampan, membawakan saya secangkir teh manis hangat dan sepiring camilan tradisional lokal yang saya bahkan nggak tahu namanya. Sang ayah menemani saya mengobrol, menanyakan saya dari mana, hendak ke mana, dll.

Setelah teh manis hangat dan camilan itu habis, hujanpun reda. Saya berpamitan pada mereka untuk melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki ke pusat kota. Tapi mereka tidak rela membiarkan saya jalan sendirian, sebab sudah terlalu senja. Lalu mereka mencari alasan supaya bisa mengantarkan saya naik becak motor ke penginapan di pusat kota. Setiba di depan penginapan, mereka hanya tersenyum kemudian berlalu. Muaro Sijunjung

10/07/2020

Tantangan hari ke 52